PILIHAN
Ketika Kekuatan Umar bin Khathab Mampu Menaklukkan Yerusalem
BUALBUAL.com, Tatkala Umar bin Khathab melihat Yerusalem dari bukit Scopus, ia memerintahkan muazinnya untuk mengumandangkan azan. Setelah sembahyang, Umar mengenakan jubah putih, menunggang seekor kuda, dan tiba di Yerusalem.
Jajaran petinggi Bizantium menunggu sang penakluk. Jubah mereka yang penuh perhiasan kontras dengan kesederhanaan Umar. Umar, sang khalifah, adalah seorang asketis yang berwatak keras.
Menurut Tamim Anshary dalam Destiny Disrupted: A History of the World through Islamic Eyes (2009), Umar melakukan perjalanan ke Yerusalem untuk menerima penyerahan kota kuno itu secara pribadi. Dia bepergian bersama seorang budak, dan karena mereka hanya memiliki satu kuda untuk berdua, mereka bergantian menunggang dan berjalan. Ketika mereka sampai di Yerusalem, kebetulan sang budak yang sedang menunggang kuda itu. Orang-orang Yerusalem pun mengira dialah khalifah dan bergegas menyambutnya. Mereka diberitahu, “Bukan, bukan, itu bukan siapa-siapa; orang yang satunyalah yang harus Anda beri hormat” (hlm. 95).
Umat Kristen menyangka khalifah Islam itu ingin melakukan sembahyang di dalam gereja mereka yang paling suci sebagai tanda kemenangannya. Tapi Umar menolak untuk menginjakkan kaki di sana.
“Jika aku melakukannya, kaum Muslim mendatang akan menggunakannya sebagai alasan untuk merebut bangunan itu dan mengubahnya menjadi masjid, dan bukan itu tujuan kami datang ke sini. Teruslah hidup dan beribadah sesuka kalian; namun ketahuilah bahwa mulai sekarang kami akan hidup di antara kalian, beribadah dengan cara kami, dan menetapkan contoh yang lebih baik. Jika kalian menyukai apa yang kalian lihat, bergabunglah dengan kami. Jika tidak, biarkan saja. Allah SWT telah mengatakan kepada kami: tidak ada paksaan dalam beragama” (hlm. 95-96).
Dalam bukunya, Jerusalem: The Biography (2011), Simon Sebag Montefiore menelatah bahwa Umar minta ditunjukkan Holy of Holies. Kaab al-Ahbar, seorang rabi, menjawab jika sang khalifah menjaga “dinding itu” (mungkin merujuk ke sisa-sisa terakhir warisan Herod, termasuk Tembok Barat), dirinya akan menunjukkan kepada Umar batu fondasi kuil, yang oleh orang-orang Arab disebut Sakhra.
Dibantu tentara-tentaranya, Umar mulai membersihkan debu-debu untuk membuat tempat sembahyang. Kaab menyarankannya memilih tempat di sebelah utara batu fondasi sehingga Umar akan memiliki dua kiblat, yakni kiblat Musa dan Muhammad. “Kau masih condong kepada Yahudi,” ujar Umar kepada Kaab, sambil menempatkan masjid pertamanya di sebelah selatan batu, kira-kira tepat di tempat Masjid al-Aqsa kini berada, sehingga lokasi itu menghadap ke Mekkah (hlm. 224).
Hubungan Harmonis Muslim, Yahudi, Kristen
Pada awalnya, kaum Muslim senang berbagi tempat suci dengan umat Kristen. Di Damaskus, mereka berbagi Gereja St. John selama bertahun-tahun dan Masjid Umayyah di sana masih berisi makam St. Yohanes Sang Pembaptis. Di Yerusalem, ada juga catatan perihal mereka berbagi tempat ibadah. Gereja Cathisma di luar kota itu dilengkapi dengan mihrab untuk sembahyang Muslim. Berlawanan dengan legenda Umar, tampaknya umat Muslim awal berdoa di dalam atau di samping Gereja Makam Suci. Orang-orang Yahudi juga menyambut orang-orang Arab setelah berabad-abad represi Bizantium. Dikisahkan bahwa orang Yahudi, di samping orang Kristen, menunggang kuda dalam angkatan perang Islam. Bisa kita pahami, kepentingan Umar pada Holy of Holies menyenangkan harapan umat Yahudi, karena sang Amir al-Mukminin tidak hanya mengundang umat Yahudi untuk memelihara kuil, tetapi juga membolehkan mereka berdoa di sana bersama umat Muslim (hlm. 225). Perlakuan Umar terhadap Yerusalem menetapkan pola hubungan damai antara Muslim dan orang-orang taklukkan mereka. Umat Kristen mendapati bahwa di bawah kekuasaan Islam, mereka dikenakan pajak khusus yang disebut jizyah. Pajak tersebut umumnya lebih kecil ketimbang pajak yang telah mereka bayarkan kepada Bizantium. Ide tentang pajak yang lebih rendah dan kebebasan beragama yang lebih besar dipandang umat Kristen sebagai kesepakatan yang cukup baik. Karena itu, kaum Muslim hanya menghadapi sedikit perlawanan di bekas teritori Bizantium. Bahkan, terkadang orang Yahudi dan Kristen bergabung dengan Muslim dalam melawan Bizantium.Penulis: Muhammad Iqbal
Sumber: tirto.id
Berita Lainnya
Mewakili KOPEK, Bupati Inhil Sampaikan Permasalahan Kelapa Kepada Kepala Staf Presiden RI
Bupati Wardan hadiri penyaluran zakat oleh Muslimat NU Inhil
Menabrak Mantan Pemain PSPS Riau, Sopir Terancam 6 Tahun Penjara
Beginilah Paras Masjid Baiturrahman Setelah Tsunami 13 Tahun yang Silam
Bupati HM.Wardan Tinjau Langsung Longsor di Parit 6 Tembilahan
Dishub Riau Tilang 101 Truk ODOL
Sebut Dihadiri 1 Juta Orang, Kampanye Akbar Prabowo di GBK
Zulkarnaen: Ngapain Bawa-Bawa Baginda Nabi Di Abad 20 "Sukmawati Hina Rasulullah"
Hebat! Siswa Asal Bangkinang Ini Juara 1 Duta GenRe Tingkat Nasional 2018
Tiga ASN Inhu Didakwa Rugikan Negara Rp1,93 Miliar 'Korupsi Dana UED'
Heboh! Ditemukan Surat Terbuka Dari Sapi untuk Rakyat Indonesia di Sebuah Kandang
Polisi Tetapkan Dua Tersangka, Terkait Penemuan 11 Mayat di Perairan Bengkalis