Bupati Inhil Akui Banyak Laporan Terkait Perusahaan Bermasalah dengan Masyarakat

Senin, 16 Januari 2017

Bualbual.com - Inhil, Kehadiran perusahaan, seharusnya dapat mensejahterakan masyarakat sekitarnya. Tidak seperti sekarang ini, banyak sekali permasalahan antara perusahaan dan masyarakat. Malah seperti yang diakui oleh Bupati Indragiri Hilir (Inhil), H M Wardan, banyak yang telah membuat masyarakat Inhil menderita.
"Cukup banyak laporan yang telah kita dengar langsung dari masyarakat. Seperti kemarin, pertemuan saya dengan masyarakat Desa Pungkat, Kecamatan Gaung, di kantor Bupati Inhil. Mereka banyak yang melaporkan bahwa kehadiran perusahaan di sana telah membuat masyarakat menderita. Kalau seperti ini yang terjadi, saya pribadi tidak setuju dan tidak rela," tegas Wardan.
Untuk itulah dikatakan Wardan, dirinya sangat selektif pada pemberian izin perusahaan. Hal ini, katanya, melihat banyaknya permasalahan yang hadir dan disamping itu untuk pencabutan izin tersebut juga bukan perkara yang mudah.
"Sedikit sekali izin perusahaan yang saya setujui. Meski banyak yang datang menawarkan, insyaallah belum merah mata saya. Sementara, untuk mencabut izin itu kan bukan perkara mudah. Tapi walau bagaimana pun, kita akan segera proses ini," ujar Wardan pula menegaskan.
Pada masalah Desa Pungkat, sebut Wardan, saat ini pihaknya telah membuat satu tim untuk menanganinya. Dia menegaskan, agar tim dapat menyelesaikan permasalahan tersebut pada tahun 2017 ini. Membantu tim bekerja, dia juga meminta seluruh pihak dapat melengkapi dokumen yang dibutuhkan. Seperti dari masyarakat serta LSM Walhi yang mendampingi masyarakat Desa Pungkat.
"Pada 2017 ini ada deadline yang kita buat dalam menyelesaikan ini. Setelah mendapat masukan saya akan panggil pihak perusahaan dan akan membeberkan permasalahan ini. Tolong bantu saya carikan dokumen agar bila kebijakan ini kita ambil tidak menimbulkan masalah. Ketika ini kepentingan masyarakat saya berdiri didepan, saya tidak rela PT. SAL masuk masyarakat menderita," katanya tegas.
Deputi Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Riau, Boy Even Sembiring, selaku lembaga yang mendampingi masyarakat Desa Pungkat membenarkan ucapan Wardan tentang proses pencabutan izin suatu perusahaan tidaklah mudah. Seperti dikatakannya, banyak prosedur serta tahapan-tahapan yang mesti dilalui. Untuk itulah, tegasnya, tahapan-tahapan tersebut hendaknya dapat di kawal, baik masyarakat, media termasuk LSM-LSM sendiri.
"Untuk mencabut izin itu memang tak mudah. Makanya, langkah yang dilakukan Pemkab Inhil dengan membentuk tim itu sudah benar. Pemkab Inhil saat ini sebenarnya responnya sudah baik. Tapi kita minta memang jangan sampai hanya berhenti disitu. Sebaiknya tahapan-tahapan dikawal oleh masyarakat, publik, media, termasuk dari LSM, sehingga diharapkan on the track juga cara kerjanya," ucap Boy saat dikonfirmasi melalui telepon selulernya.
Boy sendiri meyakini, upaya yang akan dilalui walau cukup panjang tapi akan dapat berhasil dari dukungan seluruh pihak. Pada pemerintahan Presiden Jokowi sendiri saat ini, katanya, telah banyak izin perusahaan bermasalah yang dicabut.
"Pemerintah Jokowi itu ada Nawacita 5 dan Nawacita 7, dan memang dalam pemerintah Jokowi ini salah satunya dengan mencuit-cuitkan izin yang bermasalah di distribusikan ke masyarakat," imbuhnya.
Disamping itu, walau belum masuk ke ranah lingkungan hidup, Boy mengatakan bahwa DPRD Inhil yang telah merekomendasikan pula tentang perusahaan bermasalah di Inhil yang di dalamnya terdapat juga PT SAL, merupakan salah satu penguat untuk dicabutnya izin perusahaan itu.
"Walau rekomendasi dari DPRD Inhil masih terkait dengan konflik dan review perizinan kebun kelapa sawit, tapi rekomendasi dari hasil rapat tersebut sudah cukup baik," katanya.
Kedatangan PT Setia Agrindo Lestari (SAL) ke Desa Pungkat, Kecamatan Gaung, Kabupaten Indragiri Hilir, sejak 2012 lalu telah banyak membuat masyarakat tempatan sengsara. Seperti yang dibeberkan oleh Devi, salah seorang aktifis Walhi Riau yang juga merupakan anggota dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pekanbaru, tak sedikit kerugian masyarakat khususnya perekonomian.
"Untuk perekonomian khususnya di bidang pertanian, masyarakat sudah banyak dirugikan. Sela-sela kebun-kebun kelapa dan pinang masyarakat yang dulunya dapat pula menghasilkan tiga komoditas yaitu pisang, nenas dan ubi, kini tak dapat lagi ditanami. Satwa-satwa liar seperti monyet dan babi yang dulunya bertempat di hutan, kini sudah tak punya tempat tinggal lagi karena habis luluh lantak oleh perusahaan. Mereka pun kini menyerang kebun-kebun masyarakat," ungkap Devi saat dihubungi melalui telpon selulernya, Jumat (13/1/2016).
Satwa-satwa liar itu, sambungnya, bahkan juga telah masuk ke perkampungan warga dan mengamuk disana. "Ada yang sampai masuk ke sekolah pak," imbuhnya.
Belum lagi para pengrajin sampan yang memang menjadi mayoritas mata pencaharian masyarakat sana. Dikatakan Devi, kini para pengrajin itu sangat susah untuk mencari bahan baku akibat hutan yang sudah tidak ada lagi. "Kalau dulu itu untuk menyelesaikan satu sampan, pengrajin hanya membutuhkan waktu dua pekan saja. Kalau sekarang sampai dua bulan bahkan lebih karena bahan baku yang sudah susah dicari. Kasihan masyarakat pak," ceritanya iba.
Sementara itu, penduduk nelayan yang juga banyak disana juga berimbas. Seperti dibeberkan Devi juga, sungai di Desa Pungkat kini telah tercemar akibat pembuatan kanal-kanal yang dilakukan perusahaan dalam upaya pengeringan lahan gambut.
Dikatakan Devi, sebenarnya Pemkab Inhil di bawah kepemimpinan Bupati Wardan beberapa waktu lalu telah mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Operasi Sementara bagi PT SAL. Surat itu dikeluarkan Pemkab Inhil yang merespon laporan mereka pada aksi-aksi sebelumnya.
"Nah, perusahaan kan melanggar ini. Banyak temuan yang kami dapatkan terkait pelanggaran itu. Untuk itulah kami menemui Pak Wardan pada Rabu (11/1/2016) lalu, melaporkan pelanggaran tersebut," ujarnya.
Beberapa temuan pelanggaran yang dilakukan PT SAL terkait Surat Perintah Penghentian Operasi Sementara yang telah dikeluarkan oleh Pemkab Inhil salah satunya adalah ditemukannya sebuah kanal yang ditaksir baru berumur sekitar 2 sampai 3 bulan pada November 2016 lalu. Kemudian pada Desember 2016, masyarakat yang terus didampingi aktifis Walhi itu menemukan pula bibit-bibit sawit baru yang masih bertumpuk di sekitaran pinggir-pinggir kanal, belum di bawa naik areal lahan.
"Waktu itu kita juga coba naikin drone. Nah, dari kamera drone itu tertangkaplah jejak-jejak alat berat. Jejak gelindingnya itu sangat jelas nampaknya pak," katanya.
Devi juga mengungkapkan, upaya masyarakat yang didampinginya bersama Walhi tersebut bukan hanya didasari oleh temuan pengrusakan-pengrusakan lingkungan yang dilakukan oleh PT SAL. Perizinan konsesi lahan yang dikantongi PT SAL disana, ungkapnya, terdapat banyak kejanggalan sehingga disinyalir terbitnya izin tersebut telah melanggar beberapa aturan.
Sekitar lima sampai enam ribuan hektar hutan dan lahan di Desa Pungkat, Kecamatan Gaung, Kabupaten Indragiri Hilir, yang dulunya rimbun dan subur kini tidak lagi. Kawasan gambut itu, seperti yang diceritakan Devi, salah seorang aktifis Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Riau kini tak lagi begitu akibat operasional PT Setia Agrindo Lestari (SAL) sebuah perusahaan kelapa sawit yang mengantongi izin penguasaan lahan disana.
"Ini yang kita herankan bang. Pada izin yang dikeluarkan pada tahun 2012 lalu itu dijelaskan bahwa lahan tersebut memiliki tekstur tanah alusial atau tanah liat. Padahal disana itu gambut yang memiliki kedalaman lebih dari 3 meter. Ini kan jelas manipulasi data bang," kata Devi saat dihubungi melalui telpon selulernya, Jumat sore (13/1/2016).
Pada surat rekomendasi yang menyertai surat izin itu, terang Devi, juga terdapat pernyataan bahwa hutan di Desa Pungkat sudah tidak produktif lagi sehingga layak untuk diberdayakan oleh perusahaan dengan replanting ke perkebunan kelapa sawit. "Kenyataannya tidak begitu, kelapa dan pinang disana itu masih sangat produktif. Bahkan masyarakat dapat pula menanam komoditas lainnya di sela-sela kebun kelapa dan kebun pinang itu," imbuhnya.
Deputi Walhi Riau, Boy Even Sembiring, juga membenarkan terkait kejanggalan yang diungkapkan oleh rekannya tersebut. Bahkan ditambahkannya pula, izin yang dikantongi PT SAL saat ini, tumpang tindih dengan izin dua perusahaan lainnya. "Ini yang kita soroti kenapa ada beberapa izin yang tumpah tindih disana. Dua perusahaan lain yang memiliki izin tersebut adalah PT Bina Keluarga yang bergerak di bidang hutan dan satu lagi adalah PT Mutiara Sambu Khalistiwa," beber Boy.
Terkait tentang manipulasi data lahan yang senyatanya merupakan lahan gambut tersebut, beber Boy, hal ini bermula dari adanya undangan dari Pemkab Inhil masa itu ke beberapa investor. investor. Undangan tersebut, katanya, berbunyi mengundang investor yaitu pihak perusahaan untuk menanamkan modalnya sehingga diharapkan dapat membantu masyarakat tempatan yang sedang mengalami masalah pada kebun kelapa mereka yang tidak produktif lagi dan di replanting dengan kebun kelapa sawit.
"Padahal jelas-jelas lahan tersebut gambut. Dan gambutnya sangat dalam melebihi 3 meter. Ini kan seharusnya dilindungi dan tidak dapat menjadi lahan perkebunan kelapa sawit," tegasnya.
Pemalsuan data tersebut, lanjutnya, tentu tak lepas pula dari peran Dirjen Planologi Kementerian Kehutanan dan Lingkungan pada saat itu. Pasalnya, terang Boy, rekomendasi bahwa lahan tersebut bukan lahan gambut berangkat dari sana. Bahkan, ungkapnya, Dirjen Planologi juga membuat kesalahan berikutnya yang menyatakan lahan itu tidak termasuk kawasan moratorium.
"Padahal di beberapa titik dari total di keseluruhan izin seluas 17 ribu hektar tersebut merupakan moratorium lho. Inilah pemalsuan data yang sudah sangat tersistematis," bebernya.
Untuk itulah, langkah Pemkab Inhil saat ini yang membentuk tim untuk penyelesaian masalah ini dinyatakan Boy sudah merupakan langkah yang tepat dan merupakan bentuk respon positif kepada masyarakat. "Langkah yang dilakukan Pak Wardan saat ini sudah tepat. Walaupun jalannya tim agak lambat, tapi inilah merupakan tahapannya," sebutnya.
Disamping itu, ujar Devi pula menimpali di saat yang lain, saat ini pihak Walhi tengah mengupayakan pula agar keluar sebuah rekomendasi agar dapat dibentuk pula sebuah tim khusus investigasi sehingga kasus ini dapat semakin terang. "Ini yang kita rencanakan, semoga dapat kita naikkan segera," tandasnya.
BB.C/adit_Riaukepri.com