Kasus Suap Impor Ikan, KPK Periksa 2 Sekretaris Dirut Perum Perindo

Rabu, 02 Oktober 2019

BUALBUAL.com - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan memeriksa Lani Pujiastuti dan Yusniastin yang merupakan Sekretaris Direktur Utama Perusahaan Umum Perikanan Indonesia (Perum Perindo), Risyanto Suanda, Rabu (2/10/2019). Dua Sekretaris Dirut Perum Perindo itu bakal diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap impor ikan yang menjerat Risyanto sebagai tersangka. Pemeriksaan terhadap Lani Pujiastuti dan Yusniastin dibutuhkan penyidik untuk melengkapi berkas penyidikan dengan tersangka Direktur PT. Navy Arsa Sejahtera, Mujib Mustofa. "Dua Sekretaris Dirut Perum Perindo ini akan dimintai keterangannya sebagai saksi dalam penyidikan MMU (Mujib Mustofa)" kata Jubir KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi. Selain Lani dan Yusniastin, dalam mengusut kasus ini tim penyidik juga menjadwalkan memeriksa Kepala Divisi Pengelolaan Aset Perum Perindo, Wenny Prihatini dan seorang ibu rumah tangga Efrati Purwantika. Keduanya juga akan diperiksa sebagai saksi untuk Mujib. Penyidik KPK diketahui bergerak cepat mengusut kasus yang bermula dari OTT pada Senin, 23 September 2019 tersebut. Diketahui, KPK telah mencegah dua orang saksi terkait kasus suap impor ikan tahun 2019, yakni Desmon Previn selaku Advisor K-Value Managing Partner Cana Asia Limited, dan Richard Alexander Anthony selaku wiraswasta. Keduanya dilarang bepergian ke luar negeri itu selama enam bulan terhitung sejak 25 September 2019. Dalam kasus ini, Risyanto diduga menerima suap dari Mujib agar PT Navy Arsa Sejahtera mendapat kuota impor ikan dengan total komitmen 750 ton. Padahal, PT Navy Arsa Sejahtera merupakan salah satu perusahaan importir ikan yang masuk blacklist sejak tahun 2009 karena melakukan impor ikan melebihi kuota.KPK menduga alokasi fee senilai Rp1.300 untuk setiap kilogram Frozen Pacific Mackarel yang diimpor ke Indonesia. Pembicaraan pengurusan kuota impor ikan ini berawal dari seorang mantan pegawai Perum Perindo yang mengenalkan Mujib dengan Risyanto. Pada Mei 2019, Mujib dan Risyanto kembali melakukan pertemuan yang menyepakati Mujib mendapat kuota impor ikan sebanyak 250 ton dari kuota impor Perum Perindo yang disetujui Kementerian Perdagangan (Kemdag). Dengan demikian meskipun kuota impor diberikan kepada Perum Perindo, pada kenyataannya yang melakukan impor adalah PT NAS (Navy Arsa Sejahtera). Sebanyak 250 ton ikan yang diimpor oleh PT NAS kemudian dikarantina dan disimpan di cold storage milik Perum Perindo. Berdasarkan keterangan Mujib, hal ini dilakukan untuk mengelabui otoritas yang berwenang agar seolah-olah yang mengimpor adalah Perum Perindo. Tak sampai di situ, pada 16 September 2019, Mujib kembali bertemu dengan Risyanto di salah satu lounge hotel di Jakarta Selatan. Dalam pertemuan tersebut, Risyanto menanyakan kesanggupan Mujib menyiapkan kuota impor ikan tambahan sebesar 500 ton untuk Oktober 2019. Mujib menyatakan kesanggupannya dan diminta oleh Risyanto untuk menyusun daftar kebutuhan impor ikan yang diinginkan. Pada pertemuan itu juga, Risyanto menyampaikan permintaan uang sebesar US$ 30 ribu atau senilai sekitar Rp400 juta kepada Mujib untuk keperluan pribadi. Risyanto meminta Mujib untuk menyerahkan uang tersebut melalui Adhi Susilo yang menunggu di lounge hotel yang sama. Selanjutnya, pada 19 September 2019, Risyanto dan Mujib kembali melakukan pertemuan di salah satu kafe di Jakarta Selatan. Mujib menyampaikan daftar kebutuhan impor ikan kepada Risyanto dalam bentuk tabel berisi Informasi jenis ikan, jumlah dan komitmen fee yang akan diberikan kepada pihak Perum Perindo untuk setiap kilogram ikan impor. Komitmen fee yang disepakati adalah sebesar Rp1.300 per kilogram ikan. Tak hanya itu, KPK saat ini sedang mendalami dugaan penerimaan sebelumnya dari perusahaan importir lain yaitu sebesar US$ 30 ribu, SG$ 30 ribu dan SG$ 50 ribu.   Sumber: Beritasatu.com