Aturan Tarif BPJS Kesehatan Terbit Usai Pelantikan Jokowi

Jumat, 18 Oktober 2019

BUALBUAL.com - Menteri Kesehatan Nila Moeloek menyatakan berbagai aturan hukum terkait Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan akan diterbitkan setelah pelantikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 20 Oktober mendatang. Beleid di antaranya ialah tarif iuran dan sanksi penunggak iuran. Sebelumnya, pemerintah menjanjikan bakal menerbitkan aturan berbentuk peraturan presiden (Perpres) terkait tarif iuran BPJS Kesehatan untuk tahun depan. Kemudian, juga akan menerbitkan instruksi presiden (Inpres) mengenai pengaturan bagi penunggak iuran BPJS Kesehatan. Tak ketinggalan, pemerintah juga akan menerbitkan peraturan menteri keuangan (PMK) sebagai aturan turunan dari perpres tersebut. Namun, ia mengatakan berbagai aturan itu masih terus difinalisasi pemerintah. "Belum (diterbitkan), tentu setelah itu (pelantikan)," ucap Nila, Jumat (18/10/2019). Selain itu, terkait pembenahan data kepesertaan (data clearing) masih terus dilakukan oleh Kementerian Sosial. Hal ini perlu dilakukan agar pemerintah segera mendapat restu dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terkait rencana kenaikan tarif kepesertaan BPJS Kesehatan. "Soal clearing data itu masih dilakukan oleh Kemensos, kami terus ikuti," katanya. Sayangnya, Nila belum bisa memastikan waktu finalisasi data clearing bisa diumumkan hasilnya. Begitu pula dengan pengumuman kenaikan tarif kepesertaan BPJS Kesehatan untuk tahun depan. Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengusulkan tarif iuran kepesertaan BPJS Kesehatan kelas Mandiri I naik 100 persen dari Rp80 ribu menjadi Rp160 ribu per peserta per bulan mulai 1 Januari 2020 mendatang. Lalu, tarif iuran kelas Mandiri II naik dari Rp59 ribu menjadi Rp110 ribu per peserta per bulan. Kemudian, tarif iuran kelas Mandiri III naik Rp16.500 dari Rp25.500 menjadi Rp42 ribu per peserta per bulan. Menurut perhitungannya, bila kenaikan tarif iuran bisa sesuai usulan, maka defisit keuangan BPJS Kesehatan bisa berbalik menjadi surplus Rp17,2 triliun. Namun, Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengatakan pemerintah mempertimbangkan opsi kenaikan iuran tidak mencapai dua kali lipat seperti yang telah diusulkan ke DPR. "Mestinya (kenaikan iuran) tidak (lebih tinggi dari dua kali lipat), lebih rendah mungkin, bertahap mungkin, tapi lebih tinggi tidak mungkin," katanya, beberapa waktu lalu.     Sumber: cnnindonesia.com