Apa Yang Bisa Dibanggakan Menjadi Daerah Hamparan Kelapa Dunia, Jika Harga Kelapa Petani Masih Menderita

Jumat, 06 Desember 2019

BUALBUAL.com - Bagi masyarakat Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil), Provinsi Riau adalah sebuah kebanggan ketika disebut-sebut kampung mereka adalah hamparan kelapa dunia. Faktanya memang benar, tumbuhan serbaguna itu, dengan mudah dapat ditemukan di seluruh penjuru Inhil, sehingga tak heran bisa muncul ungkapan, Indragiri Hilir adalah hamparan kelapa dunia. Selain memiliki hamparan perkebunan kelapa sangat luas, sekitar 70 persen masyarakat Kabupaten Inhil hidup bergantung dari hasil kelapa. Hamparan areal perkebunan kelapa seluas 429.694 hektare yang tersebar di 20 Kecamatan membuat sektor tersebut menjadi sektor unggulan untuk menopang dan menggerakan roda perekonomian masyarakat Inhil. Kabupaten Inhil dengan sumber kekayaan hasil kelapa yang konon katanya pohon kehidupaan terdengar hingga ke penjuru dunia, lebih lagi setelah digelarnya festival kelapa internasional yang diikuti belasan negara itu digelar di negeri yang juga berjuluk seribu parit pada tahun 2017 lalu. Kabupaten Inhil dengan kelapanya selalu jadi buah bibir ketika orang mendiskusikan tanaman yang memiliki ribuan produk turunannya itu baik dilevel nasional maupun dunia. Pengusaha dari Arab hingga India pun silih berganti datang untuk berburu buah kelapa di Kabuapten yang terletak di selatan provinsi Riau itu. Kelapa bak emas hijau, karena mulai dari akarnya hingga pucuknya memiliki manfaat dan bernilai ekonomis bisa diolah menjadi ribuan produk mulai dari kebutuhan untuk dikonsumsi, kesehatan, kecantikan hingga sumber energi terbarukan. Tak salah jika kelapa disebut sebagai tumbuhan dengan segudang manfaat. Namun besarnya gaung tentang kelapa Inhil tak berbanding lurus dengan taraf hidup si pemilik kebun-kebun emas hijau itu. Mayoritas pentani kelapa di Kabupaten Inhil banyak yang hidup dalam garis kemiskinan. Mengandalkan hasil kelapa saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup dan biaya pendidikan anak. Silih berganti pemimpin, namun nasib petani kelapa tak kunjung membaik. Tak jarang persoalan harga kelapa terseret ke pusaran politik. Harga kelapa tetap saja tak berimbang dengan kebutuhan pokok yang terus melambung, biaya pendidikan dan kesehatan yang terus meningkat. Warisan hutang dengan tengkulak atau toke seperti sebuah keniscayaan bagi anak-anak petani kelapa di Inhil, seperti tradisi yang turun temurun, tidak ada pilihan demi tetap bertahan hidup dan tidak putus sekolah. Tapi kelapa tetap ditanam, benih kelapa tetap disemai berharap suatu hari ada harapan. Tidak sedikit juga anak petani kelapa yang memilih meninggalkan kampung halaman, mengubah nasib pergi ke kota atau ke negeri seberang, berharap nasib tak diwariskan hutang. Melanjutkan tradisi nenek moyang berkebun kelapa tidak menjanjikan untuk mendapatkan kesejahteraan dan masa depan. Kini selain harga buahnya yang anjlok, banyak kebun-kebun kelapa milik petani yang sudah rusak, seratus ribu hektar lebih kini perekebunan kelapa di Inhil dalam kondisi rusak dan tidak produktif, baik akibat intrusi air laut maupun terbiarkan tak dikelola, bisa terancam tak makan jika hanya bergantung dari hasil kelapa yang harganya tak seberapa. Bak angin surga, Pemerintah Daerah Kabupaten Inhil menggaung-gaungkan program Sistem Resi Gudang alias SRG yang katanya mampu membuat harga komoditas kelapa menjadi stabil. Namun hampir genap 5 tahun program tersebut disebut-sebut tapi belum juga terealisasi. Bersabar dan bersabar. Itulah sekilas potret tentang petani kelapa Inhil, katanya hamparan kelapa dunia, ibarat istilah menang di nama tapi kalah di nasib, dan apa yang bisa dibanggkan menjadi daerah hamparan kelapa dunia jika harga kelapa petani masih menderita.     Penulis: Ardiansyah Julor Jurnalis anak petani kelapa