Asal Usul Nama 'Sapat' Indragiri Hilir Riau

Senin, 30 Mei 2022

BUALBUAL.com - Menelisik asal usul nama yg diberikan terhadap suatu daerah bukan lah hal yg sederhana. Banyak nama dari daerah-daerah justru telah dulu ada sebelum kemerdekaan. Ada pula yg lahir sebelum adanya regulasi pemekaran daerah-daerah baru oleh pemerintah. Kebanyakan  dari daerah-daerah tersebut penamaanya terlahir dengan tanpa disadari baik secara sosial-kultural, sejarah atau dari budaya masyarakat yg non-formal.

Adapula nama-nama daerah yg diawali dari legenda dan mitologi yg secara turun- temurun hanya disampaikan secara lisan semata. Sulit menemukan peristiwa fakta, sisa-sisa peninggalan atau bukti-bukti otentik yg bisa ditelusuri atau telah dialami oleh tokoh atau figur pelaku sejarah itu sendiri. Disamping itu pula, satu nama yg kemudian tersiar, masyhur dan tersebar luas umumnya bukan dari pemberian oleh pribadi seseorang yg berpengaruh sebut saja raja atau sultan. 

Oleh karena itu, asal usul nama daerah di masa lalu itu tidak serta merta merupakan produk peristiwa sejarah yg dinobatkan dengan resmi. Ia berawal dari tuturan, kisah turun temurun serta cerita anonim yg ada kaitannya dengan para figur awal yg berjasa menemukan atau mengembangkan satu daerah. Begitu halnya dengan asal usul nama 'Sapat' yg akan kami ketengahkan berikut ini.

Padanan nama Sapat secara etimologi adalah nama yg telah tersematkan pada nama sejenis Ikan air tawar yg kerap dikenal ikan Sepat. Sepat adalah nama segolongan ikan air tawar yang termasuk ke dalam marga Trichogaster, anggota suku gurami. Di Indonesia ikan ini lebih dikenal sebagai ikan konsumsi, meskipun beberapa jenisnya diperdagangkan sebagai ikan hias. 
Perubahan kata Sepat (dengan fonem e') menjadi Sapat dengan fonem (a) terjadi karena proses dialektika bahasa Banjar. Vokal e dalam bahasa banjar memang sukar ditemukan ketika berada suku kata pertama dari sebuah kata. Maka, kata Sapat pasca terjadinya proses serapan dan perluasan makna ini telah mempunyai makna baru yg sudah tidak terkait lagi pada makna asli layaknya nama ikan. 

Kata Sapat dalam hal ini sudah menjadi nama bagi satu kelurahan yg kini menjadi ibu kota kecamatan Kuala Indragiri, Kabupaten Indragiri Hilir - Riau. Lokasinya persis berada di Pulau Mas. Ada pun Pulau Mas ini adalah nama salah satu pulau yg menjadi asal muasal bagi cakupan wilayah di sekitar Kuala Indragiri. 

Walau belum dapat ditelisik tahun pasti dipopulerkannya nama 'Sapat' terhadap daerah yg disebutkan ini, namun setidaknya dari berbagai catatan berikut kita dapat melihat beberapa titik terang. 

Pada peta bertahun 1871, W.F. Versteeg telah berhasil menggambar Schets der Indragiri (Peta Indragiri). Peta ini kemudian terangkum dalam atlas berbehasa Belanda dengan judul Tijdschrift van het Aardrijkundig Genootschap deel III (Jurnal Masyarakat Geografi bagian III). Versteeg menggambar dan mengolah peta ini berdasarkan informasi dari Controleur B.G. Baron dari Hoevel. Sekarang peta kuno Indragiri ini menjadi koleksi perpustakaan Amsterdam Belanda sejak 1879. Dalam Schets der Indragiri tersebut, Versteeg menuliskan nama Poelow Amas (Pulau Mas) dan Troesan (Terusan). Maka, kuat dugaan saat itu nama Pulau Mas lebih dulu digunakan untuk menamai wilayah yg mencakup sekitaran pulau tersebut. Namun, nama Sapat belum dipopulerkan pada catatan peta di tahun tersebut. Bisa jadi penamaan Sapat memang belum muncul ketika itu walau daerahnya telah ada beserta penduduknya. 

Adapun pada peta yang disketsa oleh bagian Topografi Belanda di Batavia (Jakarta) pada bulan Februari 1907. Peta ini berjudul “Schetskaart van het stroomgebied der Indragiri-rivier en aangrenzende landstreken” (Peta Dataran Rendah Sungai Indragiri dan Wilayah Sekitarnya) Peta ini telah menuliskan beberapa nama daerah di sepanjang aliran sungai Indragiri, misalnya Sepat Dalam (Sapat Dalam), Penjamahan (Penyemahan), Djaroem (Jarum), Tempoling (Tempuling), Kapalpetjah (Kapal Pecah), Tk Djira (Teluk Jira), Moempoh (Mumpa), Pengalihan, Pekan Toea (Pekan Tua), dan Bajas (Bayas). 
Dari peta inilah kuat dugaan bahwa nama Sapat telah dipopulerkan pada akhir abad ke-19an hingga kemudian dikenal resmi pada awal abad ke-20 dengan nama Sapat Dalam. 

Di sini kami berusaha mengetengahkan satu versi teori asal usul nama 'Sapat' yg kami peroleh dan telaah dari beberapa sumber dan tuturan tokoh. 

Konon kisah pendahulu orang-orang Banjar Kalimantan yg bermigrasi ke wilayah Indragiri-termasuk diantranya Sapat (Pulau Mas), adalah para petani yg teruji dan terbukti ulet. Menemukan lahan untuk bercocok tanam dan membuka hutan yg masih asri bukan suatu hal yg mudah di paruh ketiga abad ke-19 ketika itu. Harapan meraih kehidupan yg lebih layak di daerah baru membuat mereka harus bertahan dengan berbagai kondisi alam dan lingkungannya. Binatang buas, berbisa dan berbagai binatang liar yg membahayakan nyawa adalah sebuah resiko yg harus dihadapi jika ingin sukses membuka kebun atau bertani. 

Salah satu siasat para perantau banjar ketika itu untuk bertahan hidup saat membuka lahan, bertanam dan menjaga area kebunnya sampai panen ialah dengan menyiapkan persediaan makanan yg cukup. Persediaan makanan ini adalah yg bersaing harga/ekonomis, bertahan lama, dapat dijadikan stok dalam jumlah banyak serta mudah diperoleh. Telah menjadi tradisi sejak beratus tahun bahwa urang Banjar dan Dayak di Kalimantan adalah petani yg piyawai meracik resep pengawetan makanan yg bernilai gizi cukup dikala mereka fokus bertani dan tak sempat lagi ke pasar untuk berbelanja lauk pauk.
Adalah satu olahan yg bernama Wadi Ikan. Wadi adalah olahan makanan yg sengaja diracik dan diolah untuk persediaan lauk-pauk dalam kurun waktu yg lama, berbulan-bulan bahkan bertahun. 

Di kala petani banjar yg baru membuka lahan dan bertanam di wilayah Indragiri itu membutuhkan cadangan makanan, maka satu resep penganan makanan yg diawetkan pun mereka siapkan. Itulah yg dinamakan wadi Ikan. 

Wadi ikan adalah satu model teknik fermentasi dan pengawetan Ikan khas Dayak dan Banjar. Wadi adalah proses pengawetan ikan dengan cara merendam ikan dalam air garam yang banyak. Ikan yg telah diolah menjadi wadi ini biasa disimpan dalam balanai yaitu guci yang berfungsi sebagai tempat penyimpanannya. Ikan yang biasa diolah menjadi wadi melalui proses fermentasi ini bisa berupa jenis ikan apa saja dan umumnya ialah ikan sungai atau ikan air tawar seperti gabus, pepuyu, baung, gurami, dll termasuk pula ikan sepat. 

Wadi ikan dalam Balanai bisa diambil kapan dibutuhkan. Ketika persediaan makanan utama sudah menipis atau sulit diperoleh sebab berada jauh di pelosok bahkan terkadang masih berhutan, maka wadi ikan pun disajikan bersama nasi. 

Konon diceritakan, wadi Ikan oleh para migran Banjar di Indragiri ketika itu selain dibuat dan diolah sendiri, tak sedikit pula yg justru sanggup bertransaksi jual-beli wadi ikan ini jauh-jauh dari Kalimantan. Selain itu, ketersediaan wadi ikan ini tak lepas pula oleh peran orang-orang yg siap melayani jasa penitipan sebab kerap pulang-pergi ke Kalimantan. Hal itu tentu cukup beralasan,-selain untuk menghemat, jual-beli, pengiriman dan jasa penitipan wadi ikan ini juga terjadi karena minimnya bahan baku (Ikan) yg akan dioleh pada masa ketika mereka pada umunya sedang sibuk dilahan garapan mereka masing-masing. Belum lagi pengorbanan waktu dan tenaga yg harus dibayar lebih ketika harus turun sendiri menangkap ikan di sekitaran sungai Indragiri atau dirawi-rawanya. 

Adalah wadi Ikan Sepat. Wadi ikan Sepat yg tersedia ketika itu adalah wadi yg cukup populer dan ekonomis serta layak dijadikan stok di rumah-rumah para perantau banjar yg sedang bertani. Ada dua alasan utama dalam hal ini yakni selain Ikan Sepat yg umumnya hidup di semua perairan yg ada lahan pertaniannya, Wadi Ikan Sepat juga dapat dengan mudah diolah oleh rumah tangga sendiri. Oleh karenanya, wadi ikan Sepat ini menjadi komoditi pasar lokal dan import luar pulau, yakni Kalimantan. 

Seperti halnya di Kalimantan, di Indragiri Ikan Sepat juga terkenal mudah diperoleh baik dengan usaha tangkapan sendiri maupun dibeli di pasar. Sejauh ini belum dapat dipastikan Ikan Sepat jenis apakah yg telah menjadi komoditi wadi ikan lokal Indragiri ketika itu. Namun, sebagaimana telah dikenal oleh resep tradisional turun-temurun Ikan Sepat Siam dan Ikan Sepat Biasa adalah andalan utama. Tergantung pada ketersediaan, kebutuhan dan selera para penikmatnya. 

Dari Ikan Sepat menjadi Nama Sapat, bagaimana bisa?

Sebagaimana ketersediaan wadi Ikan Sepat yg telah populer di pasaran ketika itu, maka jenis ikan ini pun telah lengket di hati para perantau banjar. Wal hasil, ketika berbagai macam wadi yg datang dari Kalimantan wadi ikan 'Sapat' menjadi daya tarik tersendiri bagi para perantau ini. Di pasaran, wadi ikan Sapat pun menjadi tersohor dan diterima sebagai komoditi khas dan merakyat. Maka, dengan berpindahnya masa ke masa produk olahan wadi ini pun cukup dikenal oleh masyarakat Banjar baik di Pulau Mas atau Indragiri pada umumnya. Produk wadi Ikan yg banyak didatangkan dan dibawa lagi ke berbagai wilayah di Indragiri ketika itu adalah dari jenis Ikan Sapat ini. Maka, munculah ucapan dari masyarakat bahwa wadi Ikan Sapat sebagai oleh-oleh khas urang Banjar. Dengan dikenalnya daerah ini dengan hasil alamnya, lalu menjadi pasar yg ramai serta pelabuhan dalam dan luar negeri maka tersiarlah nama 'Sapat' itu dari mulut ke mulut. 

Itulah satu versi teori asal mula nama 'Sapat' yg pernah kami liput, telaah dan wawancari dari tokoh tua yg hidup ketika tahun 2007an yg lalu di Sapat. Adapun teori versi lain yg masih dalam telaah, belum mampu kami ketengahkan tersebab beberapa alasan dan kendala. 


(Dalam Satu Sudut Tinjauan Teori)
Penulis: Rofly Yahdillah Banjary El-Sapaty