Asal Usul Pacu Jalur: Warisan Budaya Melayu Riau yang Mendunia

Sabtu, 05 Juli 2025

BUALBUAL.com - Tradisi Pacu Jalur, yang kini menjadi ikon budaya Provinsi Riau, khususnya di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), memiliki sejarah panjang yang sarat makna dan nilai-nilai luhur masyarakat Melayu.

Tradisi ini diperkirakan telah ada sejak abad ke-17, jauh sebelum Indonesia merdeka. Awalnya, jalur—yakni perahu panjang khas masyarakat Kuansing—digunakan sebagai alat transportasi utama di sepanjang aliran Sungai Kuantan. Saat itu, sungai menjadi jalur vital karena minimnya akses jalan darat.

Seiring waktu, aktivitas mendayung menggunakan jalur mulai dimanfaatkan untuk memeriahkan berbagai momen penting, seperti perayaan hari besar Islam, penyambutan tamu kerajaan, atau upacara adat lokal. Dari kegiatan upacara adat, Pacu Jalur kemudian berkembang menjadi ajang perlombaan rakyat yang digelar rutin setiap tahun.

Puncak perayaan Pacu Jalur biasanya digelar pada bulan Agustus, dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia. Ribuan warga memadati tepian sungai untuk menyaksikan lomba jalur yang penuh semangat, suara sorakan, dan irama genderang khas Melayu.

Menurut catatan Dinas Kebudayaan Kuansing, satu jalur bisa memiliki panjang hingga 40 meter, dan dikayuh oleh 50 hingga 60 orang pendayung yang harus kompak dan selaras. Tak hanya kekuatan fisik, perlombaan ini menuntut kekompakan tim dan strategi yang matang.

“Pacu Jalur bukan hanya soal lomba perahu, tapi juga tentang semangat kolektif, adat istiadat, dan kebanggaan identitas lokal,” ujar Kepala Dinas Kebudayaan Kuansing dalam satu kesempatan.

Saat ini, Pacu Jalur telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, dan terus diusulkan sebagai warisan budaya dunia UNESCO. Berbagai perhelatan Pacu Jalur digelar di lokasi-lokasi ikonik seperti Tepian Narosa Teluk Kuantan, Tepian Godang Pangean, dan Tepian Rajo Cerenti.

Tak hanya itu, filosofi dari Pacu Jalur juga mencerminkan etos kerja keras, semangat kebersamaan, serta penghormatan terhadap alam dan sejarah. Setiap desa yang memiliki jalur biasanya merawat dan menjaga jalur mereka dengan penuh dedikasi.

Sumber:

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kuantan Singingi

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI (Kemendikbudristek)

Arsip WBTB Indonesia

Wawancara dan dokumentasi kegiatan Pacu Jalur tahun-tahun sebelumnya