Baleho DLH Tanjungpinang Berisi Kalimat Sumpah Serapah, Begini Pandangan Tokoh Agama dan Sosiolog

Ahad, 18 Februari 2024

BUALBUAL.com - Sebuah spanduk larangan berisi kalimat yang mengandung sumpah serapah akhir-akhir ini sering terlihat di sejumlah lokasi yang dijadikan tempat pembuangan sampah oleh masyarakat Tanjungpinang.

Satu diantaranya terpantau berada di tepi Jalan Hang Kasturi, RT 02 RW 09 kelurahan Batu IX, Kecamatan Tanjungpinang Timur.

Spanduk bertuliskan “Doa kami petugas kebersihan barang siapa yang membuang sampah disini miskinkanlah keluarganya 7 turunan” itu terpampang jelas berdiri dipinggir jalan.

Entah siapa yang memasang spanduk tersebut. Namun, di atas kanan sepanduk tersemat tulisan Dinas Lingkungan Hidup atau DLH, sementara disebelah kirinya terpampang lambang Pemerintah Kota (Pemko) Tanjungpinang.

Ketika dikonfirmasi, Riono Kepala DLH Kota Tanjungpinang membenarkan jika sepanduk itu milik DLH Kota Tanjungpinang yang dibuat oleh petugas kebersihan yang  kesal karena kebanyakan masyarakat tidak mengindahkan imbauan-imbauan yang pernah dibuat sebelumnya.

“Itu mungkin kekesalan petugas-petugas yang tukang bersih itulah. Mereka menawarkan ide bagaimana kalau kita bikin seperti ini. Oh iyalah,” ucap Riono menirukan perkataannya menyetujui usulan dari petugas kebersihan yang merupakan anak buahnya.

Menurut Riono, kesadaran masyarakat  untuk tidak membuang sampah ditempat-tempat yang sudah dilarang, begitu kurang. Bahkan, imbauan yang disertai ancaman sanksi, denda dan penjara tidak membuat mereka takut. Mereka tetap saja membuang sampah di lokasi yang telah dilarang itu.

“Orang tak akan takut dengan ancaman Perda Nomor 7 tahun 2018 tentang orang yang membuang sampah sembarangan akan dikenakan denda maksimal sebesar Rp 50 juta atau kurungan 3 bulan, makanya kita membuat inovasi seperti itu, dan ternyata setelah kita bikin, mereka takut, karena pasti berfikir juga,” ucap Riono.

Meski demikian, kenyataannya di lapangan masih saja ada masyarakat yang membuang sampah di lokasi yang telah dipasangi sepanduk larangan yang berisi kalimat sumpah serapah itu. Hal itu membuktikan bahwa cara-cara seperti itu juga kurang begitu efektif.

Pandangan tokoh agama

Menurut Ustadz Idham Khalid, salah seorang pemuka agama Islam setempat,  spanduk larangan maupun imbauan yang berisikan kalimat sumpah serapah, kurang baik dalam agama Islam, walaupun tujuannya berkaitan dengan kebersihan yang dianjurkan agama itu sendiri.

“Yang jelas agama sangat memperhatikan dan menganjurkan pentingnya kebersihan karena agama itu sendiri bersih. Terkait dengan sumpah serapah, yang jelas nabi itu diutus sebagai rahmat bukan untuk melaknat,” ucap Khalid.

“Dakwah itu merayu, bukan mengutuk.
Mengajak bukan mengejek.
Menyentuh bukan menyinggung.
Mendoakan kebaikan kepada orang lain bukan melaknat orang supaya celaka,” timpal Khalid.

Dalam hal ini Khalid juga mencontohkan sikap Nabi Muhammad SAW ketika ada sahabatnya yang mengutuk seorang pemabuk bernama Nu’aiman yang mengunjungi Nabi dalam keadaan mabuk.

“Ketika seorang yang suka mabuk datang kepada nabi dalam keadaan mabuk lalu kemudian sahabat lain pada mengutuknya/melaknatnya maka nabi bersabda, jangan kalian melaknat dia, karena dia itu mencintai Allah dan Rasulnya,” ucap Khalid.

Pandangan sosiolog

Sementara itu, menurut perspektif sosiologi, imbauan atau larangan yang bahasanya cendrung kurang baik malah akan mendorong orang-orang untuk berperilaku lebih negatif lagi.

“Dalam teori labeling ketika kita melebel seseorang itu negatif maka dia akan berperilaku lebih negatif lagi, dalam arti orang-orang yang disumpahi miskin 7 turunan itu secara sosiologis bisa membuat orang itu semakin ingin berprilaku atau mengulang lagi perilaku membuang sampah sembarangan seperti itu,” ucap seorang sosiolog, Marisa Elsera.

Marisa yang merupakan dosen sosiologi di Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) menyarankan pemerintah daerah dalam hal ini DLH untuk membuat agenda kegiatan gotong royong saja ketimbang membuat sepanduk yang konotasinya negatif seperti itu.