Bela Nadiem Makarim, Din Syamsudin: Jangan-jangan Jokowi yang Tak Paham Sejarah Indonesia

Kamis, 30 Juli 2020

BUALBUAL.com - Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah memandang, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim tidak bisa disalahkan.

Hal itu terkait Program Organisasi Penggerak (POP) yang dinilainya tidak bijak dan populis (merakyat).

Sebaliknya, ia menilai justru yang patut disalahkan adalah Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Demikian disampaikan mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin dalam keterangannya, dikutip dari RMOL, Rabu (29/7/2020).

“Kesalahan bukan pada Nadiem Makarim,” katanya.

Menurutnya, Nadiem Makarim dipilih menjadi Mendikbud merupakan keputusan prerogatif Jokowi, yang merupakan kesalahan.

“Yang sangat bersalah dan patut dipersalahkan, serta harus bertanggung jawab, pada pendapat saya, adalah Presiden Jokowi sendiri,” tegas Din.

Din menilai, Nadiem adalah pemuda ang sebelumnya lebih banyak di luar negeri.

Karena itu, Nadiem akhirnya tidak cukup mafhum dan memiliki pengetahuan serta penghayatan tentang masalah dalam negeri.

“Dan hanya memiliki obsesi yang tidak menerpa di bumi,” kata Din Syamsuddin.

Karena itu, Jokowi yang menunjuk dan memberikan amanat kepada Nadiem, kata Din, sudah selayaknya diminta pertanggungjawaban.

Sebab, keputusan mengangkat seorang menteri, walaupun menyempal dari fatsun politik sedianya turut disalahkan.

“Jangan-jangan Presiden Jokowi sendiri tidak cukup memahami sejarah kebangsaan Indonesia dan berani mengambil keputusan yang meninggalkan kelaziman politik?” tuturnya.

Untuk itu, Din mendesak agar POP Kemendikbud sebaiknya dihentikan saja.

“Sekarang nasi sudah menjadi bubur. Sebaiknya program itu dihentikan,” kata Din.

Dia lantas menyarankan agar Kemendikbud saat ini fokus pada penanganan Covid-19 pada sektor pendidikan.

“Lebih baik Kemendikbud bekerja keras dan cerdas mengatasi masalah pendidikan generasi bangsa yang akibat pandemi Covid-19 yang telah, menurut seorang pakar pendidikan, menimbulkan the potential loss bahkan generation loss (hilangnya potensi dan hilangnya generasi),” pungkas Din Syamsuddin.

Sebelumnya, Nadiem Makaim sendiri telah meminta maaf kepada Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah dan PGRI yang angkat kaki dari POP Kemendikbud.

Nadiem berharap, ketiga organisasi itu bersedia memberikan bimbingan dalam melaksanakan POP.

“Dengan penuh rendah hati, saya memohon maaf atas segala keprihatinan yang timbul dan berharap agar tokoh dan pimpinan NU, Muhammadiyah,” ucap Nadiem.

Nadiem menjelaskna, niat awal POP Kemendikbud adalah bermitra dengan para penggerak pendidikan.

Untuk selanjutnya menemukan inovasi yang dipelajari pemerintah. Tujuan akhirnya adalah agar program yang tepat bisa diterapkan dalam skala nasional.

“Hanya satu misi program kami, mencari jurus dan pola terbaik untuk mendidik penerus negeri ini,” jelasnya.

(jpg/ruh/pojoksatu)