BUALBUAL RAKYAT Karhutla dan "Perang" Perkebunan Ilegal

Senin, 02 September 2019

MASALAH asap akibat kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) tidak bisa ditangani dengan menyembunyikan masalah atau mengalihkan masalah. Termasuk juga dengan membuat foto betapa heroiknya Satgas Karhutla bertarung memadamkan api kemudian berharap empati dan simpati. Juga tidak cukup dengan kesigapan tim penanganan kebakaran hutan perusahaan perkebunan membantu tenaga dan biaya memadamkan api. Bahkan juga tidak cukup dengan program desa siaga api dan memposting secara berkelanjutan pekerjaan Badan Restorasi Gambut membangun sistem pengairan manual yang sangat imut di beberapa titik di tengah-tengah lautan gambut kering. Masalah asap Riau bukan permasalahan pemerintah semata, tapi ini persoalan bersama yang mesti kita cari solusinya bersama. Tidak lazim juga hanya menyalahkan pemimpin. Juga tidak cukup cuma mengkaji siapa yang salah di kalangan elit pemerintah dan kalangan elit politik, apalagi kalangan masyarakat umum, khususnya kaum tani. Sudah lama kaum tani, karena negara membiarkan mereka bekerja dengan keterbatasan pengetahuan dan teknologi secara berkelanjutan di pedesaan, membakar lahan untuk produksi pangan skala kecil guna memenuhi kebutuhan hidup sendiri dan keluarga. Tetapi tidak pernah ada asap dari pembakaran itu yang memasuki Pekanbaru, Pontianak, Palangkaraya, Jambi, Palembang, atau merambah pemukiman padat dan melintasi laut menyelimuti langit Singapura dan Malaysia. Tidak ada ISPA, penyakit sesak pernapasan oleh praktik menahun dan tradisional itu. Yang ada “hanya penyakit kemiskinan menahun!" Masalah asap adalah masalah laten, kronis dan melekat pada sistem pertanian tradisional khas negeri agraris non industrial yang terbelakang. Masalah ini akan selalu ada dan tidak akan bisa diselesaikan selama sistem pertanian terbelakang dipaksakan menanam komoditas oleh perkebunan besar yang memonopoli tanah sangat luas dengan pengetahuan, teknologi dan investasi terbatas demi kepentingan industrial imperialis. Kemudian kaum tani dengan lahan se-hektare dan dua hektare diikutsertakan juga, padahal beli beras dengan hasil komoditas dengan lahan terbatas sangatlah sulit. Tuan tanah besar berlahan luas tidak peduli dengan harga komoditas internasional. Dia hanya peduli dengan kelancaran ekspor CPO, karet dan kayu-bubur kertas dan kertas, serta impor kapital dan pembebasan pajak. Petani kecil berlahan terbatas sangat fokus kepada harga komoditas agar cukup ditukar beras. Karena mereka tidak lagi tanam padi, jagung dan sejenisnya. Sebab gambut tipis di mana ladang leluhurnya juga ikut dilarang dibakar. Sagu pun sudah habis ditebang. Bank dunia memberitahu kita bahwa Indonesia selama 2015 mengalami kebakaran lahan 2 juta hektare lebih dengan kerugian Rp 200 triliun lebih. Dia salah besar, kita rugi $ US 19 triliun ! Sejumlah PDB Amerika Serikat. (Data SERUNI : 2019). Indonesia yang sangat besar dan kaya, gara-gara keterbatasan dalam segala hal, termasuk budidaya pertanian yang sangat terbelakang, kita kehilangan PDB yang sekurang-kurangnya sama besarnya dengan PDB Amerika Serikat. Bahkan cukup syarat melampaui itu. Data hari ini menunjukkan ada sekitar 1,2 juta hektare lahan kebun sawit ilegal di provinsi Riau dimiliki oleh beberapa oknum dan korporasi. Menyikapi masalah ini secara kongkrit gubernur Riau melakukan gebrakan untuk menindak dan menertibkan perusahaan perusahaan ilegal tersebut. Ini sebuah terobosan besar yang belum ada sebelumnya. Saya pikir ini menunjukkan keberanian seorang pemimpin. Sikap yang ditunjukkan gubernur ini tentu harus kita dukung bersama. Karena saya pikir ini menyangkut kemaslahatan masyarakat Riau dan ini juga bagian dari marwah yang harus dijaga. Jangan sampai ada oknum yang seenaknya saja menggali Sumber Daya Alam di Riau sementara ada tata aturan yang mereka tidak penuhi. Perusahaan ilegal ini jika dibiarkan nantinya akan merugikan masyarakat dan akan memicu konflik horizontal. Ujung-ujungnya masyarakat jadi korban. Bagi para kaum intelektual dan kalangan yang menyebut dirinya aktivis lingkungan hidup, mengertilah. Semua yang ada di dunia ini pasti akan tetap lestari apabila segala yang ada di dalamnya dipergunakan untuk kepentingan hidup atau dikonsumsi secara wajar untuk membebaskan dan memajukan hidup rakyat. Rakyat akan memelihara semua yang dimakan, semua yang dipergunakan, pangan, kayu dan sumber sandangnya secara lestari. Tetapi pelestarian hanya akan jadi mimpi, termasuk lahan gambut dan hutan, bila diperuntukan untuk mengejar keuntungan super-profit, menuruti keserakahan “bersertifikat” para tuan tanah dan pemilik kapitalnya, bank dan institusi keuangan dari negeri imperialis. Bila apa yang ada di Indonesia tidak lagi bisa diakses dan dikonsumsi dan dipergunakan rakyat luas, jangan pernah harap dia akan lestari. Kita berharap pemerintah Riau hari ini tak gentar dengan segala tantangan dalam menertibkan perusahaan/oknum yang memiliki lahan-lahan ilegal di Riau. Untuk mewujudkan Riau lebih baik, tentu banyak kekurangan yang harus dibereskan. Untuk membereskan itu semua tentu banyak tantangan yang dihadapi. Kita yakin, asal tetap di jalan yang benar, rakyat pasti mendukung. Penulis : Delpi Susanti, M.IP (Ketua DPP Barisan Muda Riau Bersatu (BMRB), Pendidikan Litbang & Pemberdayaan Perempuan)