Di Tanah Jawa, Jokowi-Prabowo Disebut Bakal Bertempur Ulang

Ahad, 24 Februari 2019

BUALBUAL.com, Pengamat politik dari Universitas Negeri Islam (UIN) Syarif Hidayatullah Adi Prayitno menilai Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur akan menjadi medan pertempuran ulang Joko Widodo dan Prabowo Subianto di Pilpres 2019. Apalagi ketiga wilayah itu menjadi wilayah dengan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) tertinggi dalam Pemilu 2019. Hal ini karena ketiga wilayah tersebut memiliki jumlah pemilih yang cukup banyak. Adi menyebut segmentasi IKP ini muncul karena jumlah pemilih yang besar berpotensi meningkatkan kecurangan dalam pemilu. Karena itu Adi berpendapat, tentu wajar jika banyak yang menyebut pemilu kali ini lebih sengit dari Pemilu 2014 dan sebelum-sebelumnya sehingga hanya dikesankan bawah pemilu 2019 ini hanya pilpres semata. "Muncul opini berkembang bahwa Pemilu 2019 jauh lebih brutal ketimbang pemilu-pemilu sebelumnya, karena saking brutalnya Pemilu 2019 ini hanya dikesankan sebagai pilpres," kata Adi dalam diskusi bertajuk 'Menjaga Suara Rakyat' di kawasan, Jakarta Pusat, Sabtu (23/2). Kebrutalan tak lepas dari potensi kerawanan, terutama di Jabar, Jateng, Jatim. Hal ditambah dengan banyak pendapat yang menilai suara di Jawa menjadi kunci untuk memenangkan pemilu. Adi menjelaskan Jabar dengan 31 juta pemilih akan menjadi wilayah primadona untuk semua kontestan mencari suara yang maksimal. Ia mengatakan pada Pilpres 2014 lalu, Prabowo berhasil menang di Jabar. Karena itu, pada Pilpres 2019 Jokowi tidak akan membiarkan kekalahan dua kali di Jabar. "Dulu itu Prabowo menang, tentu 2019 Jokowi tidak mau mengulangi, kalau bisa salip atau paling tidak draw atau seri," ujarnya. Sebaliknya di Jateng, pada 2014 Prabowo keok dari Jokowi. Dengan jumlah pemilih 28 juta di Jateng, Adi melihat sebagai surplus yang bisa memberikan kemenangan Jokowi. Namun, kubu Prabowo pun juga fokus agar tak kalah dua kali di Jateng. "Strategi 02 menggempur Jateng karena dianggap basisnya Jokowi. Ini yang disebut dengan perang total," ucapnya. Selain itu, di Jawa Timur pun terjadi hal yang sama. Pada Pilpres 2014, Jokowi menang. Namun di 2019 ini Prabowo lebih percaya diri bakal hasil lebih baik di Jatim yang punya 29 juta pemilih karena ada Partai Demokrat yang cukup kuat di Jatim. Penghitungan Suara Harus Diawasi Ketat Sementara itu, Direktur Konstitusi dan Demokrasi Kode Inisiatif Veri Junaidi menilai penghitungan suara di Pemilu 2019, baik pilpres maupun pileg, harus diawasi lebih ketat. Hal ini agar tidak terjadi manipulasi data. Hal ini dikatakan menimbang prediksi euforia masyarakat yang akan lebih dahulu mengetahui hasil perhitungan melalui quick acount. "Penghitungan suara menjadi krusial karena euforia masyarakat dengan pemilu akan selesai ketika mereka tahu hasil quick count," ujar Veri. Selain karena euforia, Veri menjelaskan manipulasi dan kesalahan data bisa terjadi karena Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) bakal kelelahan karena harus menghitung surat suara hingga larut malam. "Bisa salah karena kelelahan. Ini menjadi krusial karena mereka bertugas menjaga suara rakyat, khususnya pemilihan legislatif," kata dia. Tidak seperti Veri, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Viryan Aziz menyatakan proses penghitungan suara akan berjalan dengan aman baik untuk pilpres maupun pileg. Menurutnya jika saksi dari parpol bisa berkomitmen mengawal dan menjaga surat suara sampai akhir maka penghitungan suara yang aman akan terwujud. "Tinggal saksi komitmen. Jadi, teman-teman partai juga cari saksi yang bisa mengawal sampai akhir," kata Viryan.   Sumber: cnnindonesia