Dikenal Intelektual? Siapa Willy Aditya salah Satu Petinggi Partai Nasdem

Jumat, 27 Januari 2023

BUALBUAL.com - Sejak Nasdem mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai Capres, langkah mantan Gubernur Jakarta itu selalu seiring dengan partai besutan Surya Paloh tersebut.

Bahkan, bersama Nasdem, Anies sudah berkeliling ke sejumlah provinsi. Kedatangan Anies pun disambut antusias publik.

Namun, di samping itu, ada sosok muda yang selalu tampak bersama Anies di banyak kesempatan. Politisi muda tersebut hampir selalu berdampingan dengan Anies di beberapa momen penting.

Sosok itu adalah Willy Aditya, Ketua DPP Nasdem yang memang dikenal sebagai tokoh muda yang punya peran penting dalam “menyandingkan” Anies dan Nasdem.

Willy Aditya, pria kelahiran Solok, 12 April 1978 merupakan seorang aktivis dan politikus partai Nasdem yang menjabat Anggota DPR-RI periode 2019-2024.

Kiprahnya di partai Nasdem dimulai saat politisi sekaligus pengusaha media itu mendirikan Ormas Nasional Demokrat pada Februari tahun 2010 lalu.

Willy Aditya kemudian menjabat sebagai Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Pengurus Pusat di organisasi masyarakat (ormas) Nasional Demokrat tersebut.

Pada Pemilu 2019, Willy Aditya berhasil menjadi Anggota DPR-RI dari Partai NasDem untuk daerah pemilihan Jawa Timur XI dengan perolehan 190.814 suara.

Willy yang dahulunya merupakan aktivis mahasiswa di UGM, dikenal sebagai sosok menonjol dibanding yang lain, berani dan punya leadership yang kuat, pemikirannya juga orisinil.

Dia tidak kolot dan tidak terjebak pada doktrin-doktrin kaku meski itu disebut revolusioner. Kearifannya memandang situasi dan kenyataan yang terjadi membuat dia lentur dalam aksi namun kuat dalam prinsip.

Hal ini dibuktikan Willy saat ini. Ketika memperjuangkan kesejahteraan pendidikan di bidang kedokteran untuk keluarga miskin. Willy menyebut mahasiswa kedokteran di Indonesia mestinya tidak terbebani dengan tingginya biaya pendidikan.

Ia menyebut, putra-putri terbaik dari daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar) yang berkualitas dan unggul dari sisi akademik layak menjadi dokter dan mengabdi di daerah asal tanpa perlu pesimistis dan merasa gagal di awal karena membayangkan besarnya biaya menjadi dokter.

Willy mengatakan, paradigma di masyarakat selain pendidikan kedokteran mahal, juga lama kuliah dan sulit lulus. Hal itu karena ada mekanisme Uji Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter (UKMPPD) yang bersifat ujian nasional sebagai satu-satunya syarat kelulusan (final exam) bagi mahasiswa kedokteran. 

Padahal, mereka telah menyelesaikan seluruh tahapan pembelajaran dan perkuliahan dan telah menyelesaikan ujian tulis dan ujian praktik (ujian co-ass) di fakultasnya. Willy menyebut biaya untuk mengikuti UKMPPD itu tidaklah murah. 

Selain itu, bagi mahasiswa yang belum lulus tetap harus membayar biaya uang semester yang cukup besar di universitasnya, meskipun sudah tidak ada lagi kegiatan pendidikan di kampusnya.

Jika tidak membayar uang semester, mahasiswa tersebut akan dicabut statusnya sebagai mahasiswa dan tidak dapat mengikuti UKMPPD. 

Dikatakannya, UKMPPD sebagai exit exam hanya ada di Indonesia. Tidak ada negara di dunia ini yang menyelenggarakan ujian nasional kelulusan bagi mahasiswa kedokteran. 

UKMPPD juga merupakan bentuk ketidakpercayaan pemerintah kepada fakultas kedokteran dan akreditasi perguruan tinggi yang telah dilakukan pemerintah sebagaimana diatur dalam UU Pendidikan Tinggi bahwa merupakan otonomi akademik dari perguruan tinggi dalam hal menetapkan syarat kelulusan, menentukan kelulusan mahasiswa, memberikan ijazah dan gelar, dan mewisuda lulusannya.

Willy mengakui itu bukan pekerjaan mudah. Banyak kepentingan yang berupaya mempertahankan sistem kesehatan dan sistem pendidikan kedokteran yang ada saat ini.