Dua Bos PT SSS Tersangka Karhutla Riau, Satu Langsung Ditahan "Ditemukan Unsur Sengaja Bakar Lahan"

Rabu, 09 Oktober 2019

BUALBUAL.com - Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Kepolisian Daerah Riau menetapkan dua bos PT Sumber Sawit Sejahtera (SSS), EDH dan AOH, sebagai tersangka kasus kebakaran hutan dan lahan seluas 155,2 hektar. AOH dijebloskan ke penjara. "Tersangka AOH adalah Pjs Manejer Operasional PT SSS," ujar. Direktur Reskrimsus Polda Riau, AKBP Andri Sudarmadi, didampingi Kabid Bidang Humas, Kombes Pol Sunarto, di Pekanbaru, Selasa (8/10/2019). Pria berusia 53 tahun itu dijebloskan ke penjara karena terlibat langsung mengurus di lapangan. Beda dengan EDH yang menjabat sebagai direktur utama tidak ditahan karena hanya mewakili korporasi di Desa Kuala Panduk, Kecamatan Teluk Meranti, Kabupaten Pelalawan dan dibuktikan dengan akte notaris. Andri menyebutkan, kebakaran lahan di PT SSS, Blok I 43, terpantau sejak 23 Februari 2019. Pemadaman dilakukan Satgas Karhutla Riau hingga 22 Maret 2019, selanjutnya penyelidik Ditreskrimsus Polda Riau ke lokasi melakukan olah tempat kejadian perkara. Dari proses penyelidikan dan penyidikan, ditemukan adanya unsur kesengajaan dan kelalaian yang dilakukan PT SSS hingga lahannya terbakar. "Di lokasi ditemukan log-log bekas tebangan hutan yang dibiarkan berserak. Ini jadi salah satu unsur sengaja," jelas Andri. Unsur sengaja lain adalah, terhadap lahan yang terbakar terjadi pembiaran. Tidak ada upaya perusahaan untuk melakukan penanggulangan kebakaran secara dini, dan tidak ada sarana prasana penanggulangan kebakaran yang memadai sesuai Permentan Nomor 5 Tahun 2018. "Unsur lain, lokasi lahan yang terbakar adalah lahan kosong, belum dilakukan penanaman. Kenapa dilakukan pembakaran?" kata Andri. Di areal yang terbakar juga ditemui adanya pembatasan atau parit kanal. Lokasi terbakar di tengah, di kelilingi parit kanal. "Indikasinya sudah diblokir," ucap Andri. Lahan yang terbakar termasuk peta kerja PT SSS. "Di lokasi yang terbakar juga didapati pos sekuriti dan ditemukan stok bibit sawit yang disiapkan untuk dilakukan penanaman pada waktu yang ditentukan," tegas Andri. Unsur kesengajaan lain, perusahan tidak mempedomani dokumen analisis dampak lingkungan hingga rencana pengelolaan dan perencanaan lingkungan hidup sesuai PP Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan. "Kami juga sudah periksa 11 saksi ahli, di antaranya memberikan keterangan pada penyidik kalau di areal bekas kebakaran ditemukan telah ditanami kelapa sawit tapi secara visual tampak tidak baik. Di lokasi ada yang coba ditanam tapi tidak tersusun rapi," ungkap Andri. Menurut Andri, adanya titik api pada 23 Februari 2019 tidak dipadamkan secara maksimal. Akibat, api membakar cepat lahan berstruktur gambut hingga menyebar ke blok lainnya dan mencapai 155,2 hektare. Atas perbuatannya, baik EDH yang mewakili korporasi dan AOH sebagai tersangka perseorangan dari perusahaan dijerat dengan pasal berlapis. Penyidik memakai Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pasal 98 ayat 1 dengan ancaman penjara paling singkat 3 tahun dan maksimal 10 tahun dan denda paling ringan Rp 3 miliar dan paling banyak Rp 10 miliar. Kemudian Pasal 99 ayat 1. Penjara paling singkat 1 tahun dan maksimal 3 tahun, serta denda Rp 1 miliar hingga paling banyak Rp 3 miliar. Penyidik sudah menyita beragam dokumen dari PT SSI. Mulai dari NPWP, surat keputusan pemberian izin dari pemerintah daerah, rencana kerja lapangan, analisis dampak lingkungan hingga rencana pengelolaan dan perencanaan lingkungan hidup. Sumber: cakaplah