Edyanus Herman: Pemprov Riau Harus Selektif Soal Bantuan Rp300 Ribu Per KK

Senin, 13 April 2020

BUALBUAL.com - Pemerhati Ekonomi Riau, Edyanus Herman Halim mengingatkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau untuk selektif dalam memberikan bantuan sebesar Rp300 per Kepala Keluarga (KK) untuk masyarakat terdampak virus Corona (Covid-19). Hal itu dimaksud agar bantuan tersebut tepat sasaran dan tidak tumpang tindih.

"Bantuan untuk masyarakat terdampak Covid-19 tetap harus memilih masyarakat sasarannya. Orang kaya atau kelas menengah ke atas nggak perlu dibantu. Mereka justru seharusnya membantu," kata Edyanus, Ahad (12/4/2020).

Karena itu, dia menyarankan Pemprov Riau harus menentukan kriterianya agar bantuan tepat sasaran dan adil dari aspek ekonomi, seperti masyarakat miskin, pengelola usaha, rakyat yang tidak lagi dapat berusaha atau usahanya terpaksa berhenti karena wabah ini dan karena adanya kebijakan PSBB.

"Mereka-mereka yang sudah mendapat bantuan melalui mekanisme pemerintah pusat tidak perlu dimasukkan, seperti korban PHK yang sudah mendapat bantuan Rp600 ribu dari pemerintah pusat," ujarnya.

Dengan begitu menurutnya, jumlah yang bakal dibantu Pemprov Riau jadinya relatif kecil sehingga nilai bantuan bisa ditingkatkan.

"Bantuan Rp300 ribu perbulan per kepala keluarga itu kurang layak karena hanya 10 ribu per hari. Walaupun sifatnya menambah tetapi sepertinya kurang koordinasi dan terkesan seperti pencitraan belaka," katanya.

"Kita khawatir bantuan seperti ini hanya akan seperti mencampakkan batu ke lubuk. Tidak mencapai sasaran yang sesungguhnya. Bantuan ini kan agar PSBB bisa terlaksana dengan baik dan hasilnya memuaskan," sambungnya.

Namun, lanjut Edyanus, jika masyarakat masih berkeliaran untuk mencari makan, maka program PSBB tidak akan sukses mengendalikan atau memutus rantai penularan wabah Covid-19.

Untuk itu, koordinasi dan sinergi antar level pemerintah dan termasuk swasta sangat penting agar PSBB ini terlaksana dengan baik dan memperoleh hasil yang diharapkan.

"Nampaknya kebijakan ini masih belum terkoordinir dengan baik. Masih menunggu kabupaten/kota. Sebaiknya benar-benar dilakukan secara sinergi, sehingga efektif dan efisien. Prinsipnya bukan bagi-bagi bentuk sumbangan, tetapi bagi-bagi target sasaran. Artinya bukan berarti pemprov bantu uang, pemkab bantu sembako, tapi hasilnya sebab tidak mencukupi," sarannya.

"Kordinasikanlah bersama sehingga semua bisa tertangani dengan baik. Provinsi memberi untuk sekian KK di kabupaten/kota yang dibagi secara proporsional, dan kabupaten/kota bantu berapa serta swasta menengah ke atas, termasuk masyarakat berkemampuan bantu berapa. Ini lebih memungkinkan. Kegotongroyongannya akan lebih jelas. Manfaatnya jelas dan akan lebih tepat sasaran," tambahnya.

Lebih lanjut Edyanus menyarankan, agar pemerintah mengalokasikan dan yang cukup dengan pergeseran anggaran. Sebab tidak akan mungkin lagi pemerintah melaksanakan program infrastruktur tahun 2020 ini.

"Apalagi yang besar-besar. Waktu tidak akan mencukupi. Tunda saja atau tiadakan saja itu. Gunakan uangnya untuk membantu rakyat yang lagi terserang wabah Covid-19 dan dampak-dampaknya. Sekali lagi jangan sampai arang habis besi binasa. Sesal kemudian tak berguna," ungkapnya mengingatkan.

Karenanya, Edyanus berharap pimpinan daerah di kabupaten/kota juga harus menyadari semua ini secara seksama.

"Bulatkan tekad untuk menyelamatkan nyawa rakyat, baik karena faktor kesehatannya maupun karena faktor ekonomi yang terhenti akibat wabah tersebut. Jangan sungkan-sungkan lagi membantu rakyat," harapnya.

Edyanus mencontohkan, seandainya pemerintah bantu Rp1 juta per KK per bulan selama 3 bulan, maka perlu dana Rp3 juta per KK.

"Jika jumlah KK yang kita bantu sebanyak 1 juta KK, maka kita perlu uang untuk bantuan ini sebanyak Rp3 triliun. Kan jumlah APBD provinsi dan kabupaten/kota se-Riau sekitar Rp33 triliun. Katakanlah separuhnya (50 persen) digunakan untuk belanja rutin maka masih tersisa belanja pembangunan sebesar Rp16,5 triliun," terangnya.

"Jadi jika tadi kita butuh anggaran hanya Rp3 triliun, maka masih tersisa Rp16,5 triliun dikurang Rp3 triliun maka sama dengan Rp13,3 triliun. Masih besar yang tersisa, itupun belum tentu dapat kita kerjakan karena kita tidak tahu kapan bencana Covid-19 ini akan berakhir," paparnya.

Sebab menurutnya, tidak akan ada gunanya PSBB kalau masyarakat tidak bisa dicegah untuk berkeliaran. "Mereka akan bisa di rumah, walaupun tidak betah, bila mereka tidak khawatir akan kampung tengah (perut) mereka tidak ngamuk. Semoga kita bisa membuat program yang benar-benar optimal dan efektif dalam menangani bencana ini," harapnya lagi.

"Jika pun dapat dihentikan penyebaran Covid-19 ini, periode recovery kehidupan masyarakat setelah itu juga sangat membutuhkan kibijakan-kebijakan yang baik dari pemerintah. Sangat diperlukan sinergi dan muatan program yang optimal dan tepat sasaran serta efisien," cakapnya.