Golput Tak Masalah Selama Tak Ajak Orang Lain

Kamis, 28 Maret 2019

BUALBUAL.com, Deputi V Kantor Staf Presiden (KSP) Jaleswari Pramodhawardani mengatakan Indonesia masih menghargai keputusan untuk golput sebagai hak pilih warga negara. Jaleswari menyebut golput tak masalah asal tidak mengajak orang lain golput. Sebab Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 (UU Pemilu) mengatur larangan mengajak orang golput. "Hak pilih itu sebuah kebebasan. Silakan misalkan saya atau Mas Haris (Syamsudin Haris, peneliti LIPI) golput, silakan. Tetapi ketika saya menggerakkan orang, memobilisasi besar-besaran orang untuk golput, itu ada aturan dalam undang-undang Pemilu," kata Jaleswari dalam Legitimasi Pemilu dan Peningkatan Partisipasi Pemilih di Hotel Mercure, Jakarta, Kamis (28/3). UU Pemilu mengancam pihak yang mengajak atau membuat orang lain untuk golput dengan beberapa hukuman. Pihak yang mengajak orang lain golput dengan iming-iming uang dan pemberian, diancam hukuman maksimal 3 tahun dan denda Rp36 juta. Sementara pihak yang membuat orang golput dengan kekerasan atau intimidasi, diancam hukuman 2 tahun dan denda Rp24 juta. Meski begitu, Jaleswari menyampaikan sudah menjadi tugas bersama untuk membuat publik bahwa memilih menjadi kebutuhan bersama. Sehingga angka golput bisa ditekan. "Ingin menyampaikan bahwa apa saja pemanfaatan kita penting untuk tidak golput, apa antisipasi kita agar kawan-kawan atau rakyat Indonesia mau melakukan hak pilihnya," ujar dia. Jaleswari berujar pemilu bukan sekadar memilih calon presiden dan calon wakil presiden. Ia bilang golput bisa saja mengabaikan kepentingan publik yang lebih besar. "Ketika kita tidak datang itu artinya kita menggugurkan semua hak pilih kita. Padahal di sana mungkin terdapat kepentingan-kepentingan publik yang penting untuk diperjuangkan," tutur dia. Sebelumnya, golput kembali jadi sorotan publik usai Menkipolhukam Wiranto menyebut orang yang mengajak golput layak diganjar hukuman pidana. Wiranto menyebut orang yang memilih golput sebagai pengacau dan layak diganjar Undang-Undang Terorisme. "Kalau UU Terorisme tidak bisa UU lain masih bisa, ada UU ITE, UU KUHP bisa," ujar Wiranto di Hotel Grand Paragon, Jakarta, Rabu (27/3). Diketahui, pasal 278 huruf a UU Pemilu menyatakan bahwa selama masa tenang, pelaksana, peserta, dan/atau tim kampanye pemilu presiden dan wakil presiden dilarang menjanjikan atau memberikan imbalan kepada pemilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya. Ancaman hukumannya terdapat pada pasal 515 UU Pemilu. Yakni, hukuman penjara paling lama tiga tahun dan denda maksimal Rp36 juta.   Sumber: cnnindonesia