Gugat Gugus Tugas, Suami Tak Terima Istrinya Meninggal Karena Stroke Tapi Dimakamkan Khusus Pasien Covid-19

Rabu, 03 Juni 2020

Andi Baso Ryadi Mappasulle dan putrinya akan gugat tim gugus. ©2020 Merdeka.com/Salviah Ika Padmasari

BUALBUAL.com - Pasien meninggal dunia akibat stroke di Gowa Nurhayani Abram (48) dinyatakan sebagai Pasien Dalam Pengawasan (PDP). Jenazah ibu empat putri ini dimakamkan di pemakaman Macanda, Kabupaten Gowa khusus untuk pasien Covid-19 pada 15 Mei 2020.

Sepekan kemudian, 22 Mei, hasil tes swabnya negatif dikeluarkan pihak RS Bhayangkara. RS tersebut sempat menangani Nurhayani beberapa jam sebelum meninggal dunia.

Suami almarhumah, Andi Baso Ryadi Mappasulle (46) tidak terima dan bermaksud menggugat tim gugus. Dia yakin istrinya meninggal karena stroke, bukan terinfeksi virus corona.

Pihak keluarga berupaya agar Nurhayani bisa dibawa pulang tidak dimakamkan di pekuburan Macanda. Apalagi hasil tes swab ternyata negatif Covid-19.

Upaya mereka sia-sia. Petugas ber-APD tetap membawa warga Perumahan Bumi Pallangga Mas ke pusara di Macanda. Bahkan, kata Baso, dia berusaha menyusul jenazah istrinya bersama anak-anak memakai motor. Setibanya di lokasi, Baso mengaku tidak boleh mendekat.

"Petugas tim gugus itu pergi begitu saja usai menguburkan jenazah. Logikanya, jika istri saya PDP, paling tidak saya dan anak-anak itu ODP dan diisolasi. Tapi itu tidak dilakukan tim gugus hingga keluar hasil tes swab dinyatakan negatif. Artinya, kini saya berhak mengambil dan memindahkan jenazah istri saya," kata Baso didampingi putri sulungnya, Andi Arni Esa Putri Abram, (24) saat berikan keterangan ke awak media, Selasa, (2/6).

Baso berencana menggugat tim gugus tugas karena tindakannya tersebut. Dia mengatakan telah menerima bantuan dari sejumlah pengacara untuk mengawal laporan tersebut.

"Sudah ada teman-teman pengacara yang bersedia memberikan bantuan hukum secara gratis. Saya akan gugat tim gugus meminta jenazah istri saya dan memindahkannya ke pekuburan keluarga di kampung serta memulihkan nama baik saya dan keluarga. Karena status PDP ini, kami dikucilkan keluarga, bisnis pun tidak ada yang jalan. Saya sangat dirugikan," tegas Baso.

Kepala Rumah Sakit RS Bhayangkara, Kombes Polisi dr Farid Amansyah membenarkan adanya penolakan pihak keluarga pasien stroke yang dinyatakan PDP itu beberapa waktu lalu.

"Memang pasiennya masuk ke sini karena stroke dan itu ditangani. Tapi saat itu juga dilakukan pemeriksaan lainnya dan ditemukan ada peradangan di paru-paru, itu menandakan dia pasien PDP. Dari kelainan di paru-paru inilah status PDP-nya walaupun meninggal dunianya bukan karena itu (radang paru-paru) tapi karena stroke," ujar dr Farid.

Farid menyebut hasil diagnosa tersebut telah disampaikan kepada Baso dan keluarga. Mereka awalnya bisa menerima pernyataan dari pihak RS.

"Dan hasil pemeriksaan swab yang negatif itu tidak meniadakan atau menggugurkan status PDP," terang dr Farid.

Sementara, Juru Bicara Tim Gugus Percepatan Penanganan Covid-19 Sulsel, dr Ichsan Mustari menuturkan, Nurhayani dinyatakan sebagai PDP karena ditemukan gejala klinis mirip Covid-19.

"Kondisi pasien menunjukkan gejala klinis pneumonia sehingga statusnya PDP. Sesuai protokol covid, saat pasien meninggal dunia harus segera dilakukan pemulasaran jenazah sesegera mungkin. Empat jam setelah meninggal dunia dan dimakamkan di pekuburan khusus," terang Ichan.

Dia menegaskan, tindakan yang dilakukan gugus tugas kepada Nurhayani merupakan bagian dari protokol penanganan Covid-19. "Saya hanya mau sampaikan bahwa semua ini kita jalankan sesuai protokol dan ketentuan yang ada," tutup dia.