Harus Bekerja Ekstra Tanpa Perlindungan, Jeritan Pekerja Lepas di Tengah Pandemi

Jumat, 01 Mei 2020

BUALBUAL.com - Pandemi Covid-19 menjadi pukulan keras bagi pekerja dan pengusaha. Sejumlah perusahaan memutuskan untuk memutus hubungan kerja (PHK) terhadap karyawan kontrak mereka. Adapula pemotongan atau penundaan pembayaran upah pekerja.

Fadiyah, seorang pekerja lepas, mengaku pandemi Covid-19 saat ini memperburuk masalah perlindungan pekerja. Jauh sebelum penyebaran virus Corona, menurutnya perlindungan terhadap pekerja masih belum ideal, terlebih terhadap perempuan.

"Secara garis besar sih pandemi ini memperburuk keadaan, karena sebelum ada pandemi cuti haid bagi pekerja perempuan di beberapa perusahaan masih belum ada, kemudian perlindungan lainnya seperti kesehatan," ujar Fadiyah dalam diskusi Jerit Pekerja Media di Tengah Pandemi, Jumat (1/5).

Sebagai pekerja lepas, cerita Fadiyah, ia harus bekerja lebih keras lagi untuk efisiensi tenaga, pikiran dan keuangan. Sebab, pekerja lepas dalam kondisi saat ini sangat berisiko dalam segala hal. Terlebih jika pekerja lepas itu bergerak dalam bidang tulisan seperti pers.

"Saya harus ekstra lagi saat saya mengusulkan tulisan atau sebuah isu untuk diangkat di satu sisi, pekerja lepas hampir tidak ada perlindungan sama sekali," ujarnya.

Untuk itu, ia berharap Kementerian Ketenagakerjaaan dapat memperbaiki kualitas undang-undang untuk melindungi para pekerja baik berstatus tetap, kontrak, ataupun lepas.

Dampak pandemi Covid-19 terhadap pekerja di media pun terlihat dengan beberapa aduan ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers.

Direktur LBH Pers, Ade Wahyudin mengatakan, pekerja di media pun merupakan bagian yang tidak bisa terkecualikan dari krisis saat ini. Dia menyebut sudah ada sekitar 59 pekerja dia media, khususnya pers, membuat pengaduan.

"Saat ini kita sudah menerima 59 aduan. Kita buat posko pengaduan ini sudah berjalan 3 minggu," kata Ade.

Ade menuturkan dari jumlah pekerja yang mengadu itu kebanyakan berstatus pekerja tetap dengan berbagai jabatan, seperti reporter, manager, sales. Jika diperkirakan, kata dia, hampir 60 persen merupakan karyawan tetap di perusahaan media.

Dia menuturkan, jenis aduan yang disampaikan pekerja media cukup beragam. Namun secara garis besar, dikatakan Ade, adalah mutasi muda, pemotongan gaji, dan penundaan gaji.

"Pola kasusnya seperti itu, dan terbanyak adalah mutasi muda," ucapnya.

Dia mengatakan, banyak perusahaan berdalih memotong gaji atau upah, merumahkan pekerja dengan alasan pendapatan hilang karena pandemi Covid-19 sebagai force majeure. Padahal, menurutnya, langkah-langkah seperti itu harus dikomunikasikan oleh dua belah pihak, antara pekerja dan perusahaan.

"Penundaan pembayaran upah memang jadi salah satu opsi, tapi harus ada komunikasi dua belah pihak, jangan hanya perusahaan saja," jelasnya.

Selain itu, Ade juga menuntut adanya transparansi dari perusahaan yang dijadikan alasan memotong upah pekerja. Sebab menurutnya harus ada dasar jelas bagi perusahaan melakukan PHK.

"Bahkan di Undang-Undang Ketenagakerjaan itu konstruksinya ini tutup dulu perusahaannya baru PHK, jadi ada dasar jelas," tandasnya.