Tanjungpinang — Persoalan perjanjian jual beli antara PT Bening Toya dan PT Puspanandari Karya Sejahtera kembali mencuat. Di balik akta notaris yang mengatur kerja sama pembangunan rumah, muncul persoalan pembayaran diduga belum juga diselesaikan, Senin (13/10/2025).
Perjanjian itu melibatkan tiga pihak: Pak Asad sebagai pemilik lahan, PT Puspanandari Karya Sejahtera yang diwakili Bambang, serta PT Bening Toya milik Wulandari yang bertindak sebagai mediator.
Dalam akta tersebut disepakati bahwa harga jual satu unit rumah sebesar Rp85 juta, dengan pembagian Rp32 juta untuk Pak Asad dan Rp53 juta untuk PT Bening Toya sebagai pihak yang menjembatani proses kerja sama.
Namun, kesepakatan itu tidak berjalan sebagaimana mestinya.
“Pak Asad memang sudah menerima 32 juta, tapi pembayaran penuh sebesar 85 juta tidak pernah dilakukan oleh pihak PT Puspanandari. Akibatnya, hak kami sebagai mediator juga tidak pernah dibayarkan,” ujar Wulandari kepada wartawan.
Setelah Pak Asad meninggal dunia, urusan pembayaran disebut justru diarahkan kepada ahli waris tanpa melibatkan PT Bening Toya yang tercantum dalam perjanjian awal.
“Padahal dalam akta notaris jelas tertulis kewajiban masing-masing pihak. Tapi hingga saat ini belum ada penyelesaian,” tegas Wulandari.
Ia menambahkan, pihaknya sudah berulang kali berupaya menagih secara baik-baik, namun tidak mendapat kejelasan dari pihak PT Puspanandari.
“Kami hanya menuntut hak kami sesuai isi akta, tidak lebih. Jika tidak ada itikad baik, kami akan menempuh jalur hukum,” ujarnya.
Dari dokumen yang diperlihatkan, tampak berita acara serah terima dokumen antara PT Puspanandari Karya Sejahtera dan PT Bening Toya, ditandatangani oleh Widya Herlambang serta Wulandari/Nurbeti. Dokumen itu memuat sebelas berkas penting, di antaranya surat hak atas tanah, pernyataan batas tanah, dan kwitansi pajak.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak PT Puspanandari Karya Sejahtera maupun Bambang belum dapat terkonfirmasi.