Ismail Suko, Gubernur Riau 'De facto' Menantu Rusli Zainal Gubri Sang Visioner, Septina Pecahkan Rekor Sejarah Riau

Rabu, 01 September 2021

BUALBUAL.com - 2 September 1985 adalah hari kelabu buat Riau dan matinya demokrasi. 36 tahun yang lalu, Riau mengadakan pemilihan gubernur secara demokrasi lewat DPRD Provinsi Riau.

Pada saat itu, ada tiga calon yang akan dipilih oleh wakil rakyat sebagai gubernur Riau periode 1985-1990. Ketiganya adalah Gubernur Riau Mayjen Imam Munandar, Drs Ismail Suko dan Abdul Rachman Hamid.

Imam Munandar yang merupakan calon petahana (incumbent) lebih diunggulkan dan mendapatkan dukungan pusat. Namun yang terjadi di luar dugaan Imam Munandar hanya meraih 17 suara. Sementara Ismail Suko yang tidak diunggulkan meraih 19 suara dan Abdul Rachman Hamid hanya mengantongi 1 suara.

Kala itu, pemilihan Gubernur Riau di Gedung DPRD jalan Sudirman (sekarang Gedung Perpustakaan Soeman HS), berlangsung terbuka. Masyarakat bisa memantau seperti apa proses dan hasilnya. Dan tentu, pemilihan berlangsung secara demokratis.

Bahkan Dirjen Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah (PUOD) pada masa itu, Tojiman Sidik Prawiro yang merupakan penanggung jawab pelaksana Pemilihan Gubernur Riau tersebut mengatakan proses pemilihan berlansung sah.

Dengan menangnya Ismail Suko 2 suara dari Imam Munandar maka sahlah Ismail Suko secara de facto sebagai Gubernur Riau periode 1985-1990.

Meski menang atas calon yang didukung Pemerintah Pusat, Imam Munandar, nyatanya Ismail Suko tidak serta merta diangkat dan dilantik sebagai kepala daerah di Riau. Sebab secara dejure, yang dilantik menjadi Gubernur Riau adalah Imam Munandar karena Ismail Suko "mundur" sebelum pelantikan.

Inilah sejarah kelabu demokrasi di Riau, harusnya daerah ini pada saat itu senang karena putra daerahnya menjadi gubernur terpilih secara demokrasi, ternyata tidak terjadi.

Pada saat itu juga, banyak orang mengatakan matinya demorasi di zaman Orde Baru, orang yang menang dalam pemilihan secara sah dan demokrasi tapi tidak dilantik menjadi Gubernur Riau dengan alasan "mundur".

Banyak pula yang cerita tentang mundurnya Ismail Suko pada saat itu karena banyaknya tekanan. Maklum kita tahu demokrasi pada masa Orde Baru hanya ada di pusat. Jika pemerintah pusat berkata A maka daerah harus juga berkata A. Apa yang diinginkan pusat juga harus dilaksanakan oleh daerah.

Yang menarik adalah, meski Ismail Suko digagalkan menjadi Gubernur Riau namun jejaknya diikuti oleh sang menantu. Ia adalah HM Rusli Zainal.

Rusli Zainal adalah mencatatkan diri sebagai Bupati Indragiri Hilir periode 1999-2003 yang terpilih melalui pemilihan di DPRD setempat. Setelah itu Rusli Zainal juga maju dalam pemilihan Gubernur Riau pada tahun 2003 melalui pemilihan di DPRD Riau. Rusli Zainal yang maju bersama Wan Abubakar melawan Gubernur Riau petahana Saleh Djasit dan terpilih untuk periode 2003-2008. Dan melanjutkan periode keduanya, 2008-2013 melalui pemilihan langsung oleh rakyat.

Peristiwa ini jarang terjadi di masa Orde Baru, seorang pengusaha bisa menjadi bupati dan gubernur di Provinsi Riau dan Rusli Zinal-lah orang pertama dari latar belakang swasta bisa menjadi bupati dan gubernur di Riau.

Selang berapa tahun kemudian, di era reformasi ini juga tanpa diduga dan disangka putri Ismail Suko, Septina Primawati dilantik menjadi Ketua DPRD Riau, dan ini juga memecahkan rekor sejarah di Provinsi Riau, anak Ismail Suko, seorang putri menjadi Ketua DPRD Riau wanita yang pertama di Riau.

Dari perjalanan tersebut di atas era reformasi ini tidak ada hal yang tidak mungkin bagi putra putri di Indonesia yang ingin menjadi pejabat khususnya di Riau. Menjadi gubernur, bupati bisa jadi presiden.

Mari sama-sama kita pertahankan era reformasi ini dengan baik, ke depan sesuai dengan niatnya paling utama menjaga Indonesia bebas dari penyakit kronis, korupsi, kolusi, nepotisme (KKN).

Alfatihah buat pak Ismail Suko. Perjalanan sejarah yang sudah 36 tahun lamanya akan menjadi kenangan yang indah buat kami di Riau dan Indonesia pada umumnya. Ternyata demokrasi itu hidup kembali. Aamiin, hidup NKRI. Merdeka!

 

Penulis :   Zulkarnain Kadir, Pensiunan ASN/ kader PPP Riau