Junaidy Ismail: Negeri-Negeri yang Tertua dan Mengandung Sejarah di Indragiri Hilir

Sabtu, 16 Januari 2021

Junaidy bin Ismail Abdullah

BUALBUAL.com - Jika pada tulisan bagian pertama Negeri-negeri yang Tertua dan Mengandung Sejarah di Indragiri Hilir yang diangkat dari tulisan Amir Hamzah Abdulrahman dalam buku Lintasan Sedjarah Indragiri Hilir diterbitkan pada tahun 1956 maka bagian kedua merupakan kelanjutannya. 

Pada tulisan bagian pertama berkisah tentang Tempuling, Tembilahan, Terusan Babu, Sungai Perak, Sapat dan Perigi Raja maka pada bagian kedua berkisah tentang Enok, Igal, Mandah, Anak Serka, Simpang Gaung dan Retih sebagaimana berikut ini.

Enok juga negeri yang tertua, Penghulunya Encik Aji dari suku Melayu Indragiri. Dahulu di sebelah hulu pasar Enok sekarang, ada tanah konsesi yang luas dimiliki bangsa Tionghoa nama Tan Dil, untuk dijadikan perkebunan kelapa dan mengambil getah hutan, jelutung dan sebagainya. Sebelah hilir pasa Enok pari Simpang Tiga pada tahun 1915-1925, oleh rakyat dari suku-suku Melayu, Banjar, Bugis, Jawa dan lain-lainnya. Telah digali terusan air/sungai untuk lalu lintas dari Tanjung Baru Tanjung Pasir ke pasar Enok, secara gotong royong. Pada waktu terusan itu belum digali, lalu lintas air harus melalui Kuala Enok lebih dahulu yang jauh jaraknya.

Baca Juga Berita Kaitan: Part 1, Negeri-Negeri Yang Tertua dan Mengandung Sejarah di Indragiri Hilir

Di Igal dan Mandah pun negeri yang tua dan dibangun sebelum tahun 1900. Di Khairiah Mandah tahun 1920 penghulunya Limun dari Suku Melayu Riau. Di Igal pada tahun 1920 Penghulunya Mursalin dari Suku Melayu Riau juga. Kuburan keramat terdapat di Khairiah Mandah.

Anak Serka, Kecamatan Gaung Anak Serka, negeri ini terhitung yang tua pula. Tahun 1910 penghulunya Tamuk, suku Indragiri asli. Penghulu Teluk Sungka H. Thaib (1916) juga dari suku Melayu Indragiri. Wakil Sultan Indragiri di Anak Serka ialah Encik H. Mohammad dari suku Melayu Indragiri. Penghulu Sungai Luar yang terdahulu adalah Jantan (1920) dari suku Melayu Indragiri.

Di Simpang/Gaung antara tahun 1920-1930 Penghulunya Djakfar, kemudian digantikan oleh anaknya Amin di Baran. Antara Simpang Kanan dan Simpang Kiri dari Sungai Gaung di ujung  Tanjung, menurut cerita disana bekas didirikan Istana dan Balai Penghadapan dari Wakil Sultan Riau. Lahang adalah negeri baru, begitu juga Teluk Kempas.

Di wilayah Retih, Penyaguan, Sungai Bulan, Keritang, Kemuning Muda, Kota (Baru) adalah negeri-negeri yang tertua (sebelum tahun 1900). Dahulu Sungai Bulan terdapat kuburan keramat Bidan.  Pulau Kijang kecuali Sungai Batang, dibuka antara tahun 1917-1920. Penghulunya Ubung dari suku Melayu Retih (Riau). Perkataan Retih berasal dari perkataan Bertih. Bertih artinya ialah padi yang agak muda direntang tanpa minyak dalam kuali. 

Setelah padi itu tadi panas maka pecahlah kulitnya dan timbullah isinya yang mengembang seperti bepang (Tionghoa). Isi inilah yang disebut Bertih dan apabila dicampur dengan gula menjadi santapan yang sangat lezat. Menurut tradisi/adat orang Melayu Retih apabila dalam upacara perkawinan, bersuka cita atau untuk berdukun/berobat, Bertih menjadi syarat yang mesti diadakan, disamping beras kuning, langir dan sebagainya. 

Waktu dukun membacakan mantera dalam pengobatan maka Bertih, beras kuning dihanyutkan di dalam lancang (terbuat dari pelepah pisang dan bambu) di dalam sungai. Begitulah akhirnya negeri yang berasal dari Bertih lantas bertukar menjadi Retih. Benar atau tidak ceritanya orang tua-tua itu terserah.

Penduduk suku Bugis yang terbanyak ialah di Kecamatan Enok dan Retih. Meskipun suku ini ahli pelayar yang mahir dan dapat berdamping dengan suku Madura, suku inipun adalah terhitung petani-petani yang sangat cermat dan rajin. Pembangunan di Kecamatan Reteh dan Enok Sebagian besar dibangun oleh suku Bugis, yang kini sudah hampir 50.000 orang banyaknya di kecamatan tersebut. Mereka kebanyakan datang baru-baru ini dari Sulawesi karena mengungsi akibat kekacauan beberapa gerombolan didaerah itu. Pada tahun 1930 Penghulu Bugis di Enok ialah Daeng Palewang, di Tekulai Daeng La’ilo.

Demikian catatan yang disajikan Amir Hamzah Abdulrahman memberikan pengetahuan tentang beberapa negeri di Indragiri Hilir walaupun masih ada beberapa negeri tua yang tidak disebutkannya. Namun demikian dari tulisan beliau memberikan gambaran kepada kita bahwa Indragiri Hilir merupakan “Nusantara Kecil di Pesisir Timur Pulau Sumatra”. Sejak masa lalu ragam suku bangsa telah merantau dan bermukim di sini serta menjadikan Indragiri Hilir sebagai tanah tapak kehidupan dan tanah tumpah darah bagi kita semua. 

Proses amalgamasi, akulturasi dan asimilasi budaya telah terjadi berabad yang lalu di daerah ini. Menjadikan tanah Indragiri Hilir memiliki ragam corak budaya nusantara yang berpadu serasi dan berpadu suai dengan budaya tanah Melayu Riau Lingga dan Melayu Indragiri. Hidup saling berdampingan, duduk sama rendah berdiri sama tinggi. Di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung. 

 

Junaidy bin Ismail Abdullah, yang lahir di tepian Sungai Igal pernah tinggal di tepian  Sungai Pelanduk, Gangsal,  Reteh, Ibu Mandah, Sapat Dalam. Masa ini bermukim antara Parit 14 dan Parit 15 Tembilahan di tepian Sungai Indragiri.