BUALBUAL.com - Di tengah tantangan fiskal yang menghimpit Provinsi Riau, sebuah sosok tak tinggal diam. Ia tak sekadar menunggu anggaran turun dari langit atau menumpuk proposal di atas meja. Ia memilih berjalan, mengetuk pintu-pintu kementerian, bahkan terbang jauh ke benua lain demi satu tujuan, menyelamatkan keuangan daerah.
Sosok itu adalah H. Abdul Wahid, Gubernur Riau. Bagi sebagian kepala daerah, defisit anggaran bisa jadi dalih untuk memperlambat kerja. Tapi bagi Wahid, itu justru pemicu untuk bergerak lebih cepat, lebih jauh, dan lebih berani.
Langkah Gubernur Abdul Wahid membawa namanya hingga ke Inggris. Di London Climate Action Week 2025, ia tak hanya hadir sebagai penonton. Ia datang sebagai pembicara dalam forum REDD+ Investment Opportunities: Supply and Demand Roundtable—tempat berkumpulnya para pemangku kebijakan dunia yang peduli terhadap iklim dan ekonomi hijau.
Di sana, kita yakin Gubernur Abdul Wahid menjual harapan dari sebuah daerah yang masih memiliki jutaan hektare hutan tropis, gambut yang menyimpan karbon dunia, dan masyarakat yang ingin hidup sejahtera tanpa harus menebang pohon.
kita bisa melihat kerja keras gubernur tak hanya bergantung pada dana pusat. Kami membuka peluang pembiayaan baru dari dunia internasional, swasta, dan lembaga peduli lingkungan.
Tentu, London hanyalah satu titik dalam peta pergerakannya. Di Jakarta, ia dikenal sebagai tamu yang sering terlihat di kementerian. Entah itu di Bappenas, Kementerian Keuangan, hingga beberapa Kementerian. Ia tidak datang dengan tangan kosong, tapi membawa data, dan yang paling penting: tekad.
Ini menunjukan Bagi Gubernur Abdul Wahid, defisit bukanlah akhir cerita, melainkan awal dari keberanian berinovasi. Ia sadar bahwa solusi masa depan tak cukup hanya bersandar pada dana rutin atau skema anggaran lama. Dunia berubah, dan ia memilih untuk ikut berubah—tanpa meninggalkan rakyatnya.
Lewat diplomasi anggaran dan kerja sama lintas batas, Gubernur Abdul Wahid ingin memperkenalkan wajah baru Riau: provinsi yang cerdas fiskal, terbuka terhadap skema perdagangan karbon, dan siap menjadi pelopor ekonomi hijau di Indonesia.
Bukan pekerjaan mudah. Tapi setidaknya publik kini tahu: ada pemimpin yang rela menyingsingkan lengan baju, memanjangkan langkah, dan membawa nama daerahnya ke ruang-ruang di mana masa depan sedang dirancang.
Kini, rakyat menunggu. Apakah diplomasi yang dirintis Wahid akan berbuah nyata? Apakah investasi hijau bisa menggantikan sumur minyak yang kian tua?
Satu hal yang pasti, pemimpin yang menjemput anggaran adalah pemimpin yang tak menyerahkan nasib daerahnya pada nasib semata.
Penulis : Khairul, S.Sos
- Ex Mahasiswa Universitas Islam Riau Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
- Ketua Ikappamma - Pekanbaru 2012-2014