Korban Kasus e-KTP Maryam di Vonis 5 Tahun Penjara

Senin, 13 November 2017

Bualbual.com, Jakarta - Terdakwa pemberi kesaksian palsu Miryam S Haryani keberatan divonis 5 tahun penjara. Miryam mengaku akan pikir-pikir untuk mengajukan banding. "Kan saya sejak pertama sudah katakan jangankan jadi terdakwa atau terpidana, jadi tersangka saja sejak awal saya keberatan tapi saya menghormati proses hukum karena ini proses pengadilan. Karena ada jalan lain, saya sama tim lawyer, akan berpikir dalam waktu 7 hari untuk banding atau tidaknya," kata Miryam usai sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jl Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (13/11/2017). "Jangankan vonis 5 tahun, jadi tersangka saja saya keberatan," tegasnya. Baca juga: Terbukti Bohong di Sidang e-KTP, Miryam Divonis 5 Tahun Bui Soal vonis 5 tahun bui, Miryam menyebut dia kembali mengalami proses tidak enak seperti saat diperiksa KPK. Dia mengaku hanya mengungkapkan pengalamannya saat pemeriksaan di persidangan. "Saya mengalami penyidikan seperti awal, saya mengalami hal tidak baik oleh penyidik KPK," ujarnya. "Saya ditekan, diintimidasi oleh saudara Novel Baswedan. Saya katakan itu di pengadilan, apa yang saya rasa saya ungkapkan di pengadilan, kalau saya mengungkapkan itu, kesalahan saya nggak tahu," kata politikus Hanura itu. Dia juga keberatan jika video pemeriksaannya menjadi alat bukti. Menurutnya durasi 2 menit yang dijadikan alat bukti itu tidak menggambarkan keseluruhan pemeriksaannya. "Saya sudah protes berapa kali, video itu cuma 2 menit. Sedangkan saksi-saksi dari penyidik itu juga bilang Bu Miryam diperiksa 7-8 jam. Kenapa nggak dibuka 7-8 jam. Jadi tidak harus mulut saya yang ngomong saya terancam atau tidak. Itu dibuka aja dari awal," tegasnya. Ketika ditanya soal aliran dana, Miryam menyebut dia hanya hanya dikenakan pasal tunggal yaitu pasal tentang memberi keterangan palsu. "Saya dikenakan pasal tunggal 22, clear tidak terjadi. Saksi juga tidak mengatakan begitu. Pertimbangan kan pertimbangan (majelis hakim) itu, Saksi tidak mengatakan begitu (aliran dana)," beber Miryam. Dengan nada meninggi Miryam kembali menegaskan dirinya dikenakan pasal tentang memberi keterangan tidak benar. Dia kemudian menuding penyidik Novel Baswedan juga memberikan keterangan tidak benar. "Perlu saya sampaikan pasal tunggal 22, memberikan keterangan tidak benar, ada 1 penyidik memberikan keterangan tidak benar Novel Baswedan. Saya akan kejar kemanapun," tutupnya. Sebelumnya, majelis hakim memutus Miryam dengan hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan. Majelis hakim menyatakan Miryam terbukti memberikan keterangan tidak benar di persidangan. Majelis hakim menyatakan keterangan Miryam soal merasa ditekan dan diancam penyidik KPK tidak terbukti. Pasalnya saat dikonfrontir dengan 3 penyidik KPK yaitu Irwan, Ambarita Damanik, dan Novel, Miryam diketahui diberikan kesempatan untuk membaca, mengoreksi, memparaf, dan menandatangani berita acara pemeriksaannya (BAP). Majelis juga menyebut keterangan Miryam yang membantah soal penerimaan uang dari terdakwa kasus e-KTP Sugiharto adalah tidak benar. Dari fakta persidangan diketahui uang itu disebut diterima staf Miryam, dan diserahkan di rumah Miryam. "Keterangan terdakwa Miryam yang membantah adalah berbanding terbalik dengan apa yang dikatakan Irman, Sugiharto, Yosep Sumartono, dan Vidi Gunawan. Miryam menerima uang sebanyak empat kali, USD 500 ribu, USD 100 ribu, Rp 5 miliar dan Rp 1 miliar di mana diantar ke rumah terdakwa Miryam di Tanjung Barat dan Rp 1 miliar diserahkan Yosep pada asisten pribadi terdakwa. Sehingga bantahan itu tidak punya alasan hukum," jelas hakim Anwar. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa, yakni hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan. Miryam terbukti melanggar Pasal 22 juncto Pasal 35 ayat 1 UU Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. (ams/jor/dtk)