Korban Penganiayaan Sadis di Rohil akan Temui Kapolda Riau, Karena Tak Kunjung Dapat Keadilan

Kamis, 16 Januari 2020

BUALBUAL.com - Derita keluarga Maryatun belum berakhir. Keadilan yang dicarinya sejak beberapa tahun lalu tak jua membuahkan hasil. Meski begitu, keluarga Maryatun tak putus asa mendapatkan keadilan itu. Keluarga Maryatun jadi korban penganiayaan sadis pada 2013 silam di Panipahan, Kabupaten Rokan Hilir (Rohil). Suami Maryatun menderita 25 tusukan di tubuh, kepala dibacok dan tulang leher di bor pakai pisau. Maryatun dibacok tangannya, kepala dan badannya dihantam kayu, jempolnya patah dan dibuang ke parit kanal. Sementara anaknya, Arazaqul, dipukul pada bagian kepala dan dadanya yang menyebabkan hingga kini dia tidak bisa makan minum lewat mulut. Suroto selaku Ketua Tim Pengacara keluarga Maryatun mengatakan, pihaknya akan terus mencari keadilan. Rencananya, mereka kembali melakukan unjuk rasa di Mapolda Riau, Jalan Jenderal Sudirman, Pekanbaru, pada pekan depan. "Kami mendesak Kapolda Riau untuk segera menuntaskan kasus penganiayaan terhadap ibu Maryatun sekeluarga yang terjadi pada tahun 2013 lalu," ujar Suroto, Rabu (15/1/2020) malam. Selain keluarga Maryatun, aksi itu juga melibatkan para advokat, mahasiswa dan elemen masyarakat lainnya. Sebelum aksi, tim pengacara akan menjumpai Kapolda Riau, Irjen Pol Agung Setya Imam Effendi pada Kamis (16/1/2020) sekitar pukul 09.00 WIB. Menurut Suroto, dalam pertemuan itu tim akan mempertanyakan terkait perkembangan kasus penganiayaan keluarga Maryatun. Dia berharap, kasus ini segera tuntas di masa kepemimpinan Kapolda Irjen Agung dan tidak lagi berkepanjangan. Suroto menyebutkan pelaku penganiayaan diduga pekerja kebun milik seseorang berinisial AB. Sebelum penganiayaan dilakukan, AB sering mengintimidasi korban. Sehari setelah kejadian, Sumardi yang merupakan anak Maryatun lainnya, membuat laporan ke Polsek Panipahan. Pihak kepolisan bersama masyarakat berupaya mengejar pelaku ke barak yang biasa ditinggali. Akan tetapi pelaku keburu kabur. Pada tahun 2017, polisi memeriksa para korban dan saksi-saksi yang lain. Berbekal keterangan saksi saksi dan visum, kepolisian akhirnya menetapkan 3 orang sebagai tersangka yang masuk ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). "Terhadap AB, tidak pernah diperiksa untuk ditanyakan dari mana pekerja atau terduga pelaku itu direkrut. Logikanya untuk mencari dan menangkap penjahat di tengah hutan saja polisi mampu. Masa untuk mencari AB yang jelas alamat kantor dan rumahnya, polisi tidak bisa," cakap Suroto.     Sumber: cakaplah