KPK Minta Mantan Bupati Kuansing Mursini Buka-bukaan soal Setoran Rp650 Juta di Batam

Jumat, 03 September 2021

BUALBUAL.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta mantan Bupati Kuantan Singingi (Kuansing) Mursini, bisa menjelaskan dan buka-bukaan terkait pihak-pihak yang mengaku sebagai KPK. Hal ini terkait dugaan terdapat pihak yang mengaku KPK diduga diberikan uang senilai Rp650 juta. Hal ini terungkap dalan surat dakwaan Bupati Kuansing, Mursini dalam kasus dugaan korupsi enam proyek yang merugikan keuangan negara sebesar Rp13 miliar.

Pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK Ali Fikri memastikan, pihaknya bakal menindaklanjuti orang yang diduga menerima uang harap tersebut. Jika memang pihak-pihak tersebut berasal dari KPK.

“Meskipun peristiwanya pada 2017 lampau, kami tetap mendorong pihak terdakwa bisa membantu kami menelusuri pihak dimaksud, apakah benar merupakan pegawai KPK atau bukan,” kata Ali dalam keterangannya, Kamis (2/9/2021. Juru bicara KPK bidang penindakan ini menyampaikan, pihaknya memerlukan keterangan Mursini untuk memastikan kebenaran orang yang dimaksud. Lembaga antirasuah juga tidak segan menindak pegawainya, jika terbukti menerima duit dari tindakan korupsi. “Hal ini penting bagi kami untuk memastikan tegaknya profesionalitas KPK dalam melaksanakan tugas pemberantasan korupsi,” tegas Ali.

Selain itu, Ali juga meminta masyarakat untuk berhati-hati dengan penipuan yang mengatasnamakan KPK. Menurutnya, penipuan itu biasanya untuk melakukan pemerasan kepada orang yang berperkara di KPK.

“Hal ini sudah sering terjadi dan telah memakan banyak korban. Beberapa pelakunya pun sudah berhasil ditangkap,” pungkas Ali. Seperti diketahui, Mantan Bupati Kuantan Singingi (Kuansing) H Mursini menjalani sidang perdana terkait dugaan tindak pidana korupsi dana enam kegiatan di Sekretariat Daerah (Setda), Rabu (1/9/2021) lalu di Pengadilan Tipikor Pekanbaru. Menariknya, dalam dakwaan, ia disebut menyerahkan hingga Rp650 juta kepada orang yang mengaku pegawai KPK di Batam. Rp500 jutanya, diserahkan dalam bentuk dolar AS. Mantan Bupati Kuansing tersebut terseret kasus dugaan korupsi 6 kegiatan di Setdakab Kuansing, senilai Rp13,3 miliar, yang bersumber dari APBD Kabupaten tahun 2017. Ia menjadi tersangka ke 6 dalam kasus tersebut. Sidang perdana yang berlangsung secara virtual yang diikuti Mursini secara teleconference dari Rutan Klas I A Pekanbaru, sedangkan kuasa hukumnya Suroto SH MH, hadir di PN Pekanbaru. Sidang perdana dipimpin majelis hakim DR Dahlan SH MH ini dengan agenda mendengarkan dakwaan yang dibacakan dari tim gabungan dari jaksa penuntut umum (JPU) Kejati Riau dan JPU Kejari Kuansing. JPU yang terdiri dari  Rudi Heryanto, SH MH  Riski Ramahtullah, SH MH, Hendri, SH MH, Imam Hidayat, SH MH membacakan surat dakwaannya secara bergantian. 

Dalam dakwaannya, Mursini kata JPU telah melakukan dugaan korupsi bersama-sama dengan H Muharlius, selaku Pelaksana Tugas Sekretaris Daerah Kuansing Tahun 2017 - 2018 (Terpidana berkas terpisah), M Saleh selaku Kepala Bagian Umum Setdakab Kuansing sekaligus menjabat Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) (Terpidana berkas terpisah), Verdi Ananta selaku Bendahara Pengeluaran Setdakab Kuansing (Terpidana berkas terpisah), Hetty Herlina selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) (Terpidana terpisah) dan Yuhendrizal juga selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) (Terpidana berkas terpisah). JPU dalam dakwaannya menjerat mantan Bupati Kuansing Periode tahun 2016 sampai dengan tahun 2021 itu dengan pasal berlapis. Jaksa menjeratnya dengan Pasal 2 ayat (1) junto pasal 4 ayat (1) dan (2), pasal 11, junto 18 ayat (1) Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan korupsi junto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP junto pasal 64 ayat (1) KUHP. "Terdakwa telah melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta melakukan, beberapa perbuatan yang ada hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut, secara melawan hukum, memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara," kata jaksa.

Selanjutnya JPU juga membacakan bahwa terdakwa juga memerintahkan saksi M Saleh untuk menyediakan uang sebesar Rp500 juta untuk diserahkan kepada seseorang yang mengaku pegawai KPK. Lalu selanjutnya terdakwa juga memerintahkan saksi Verdi Ananta untuk berangkat ke Batam untuk menyerahkan uang tersebut kepada seseorang yang mengaku pegawai KPK.  Terdakwa juga berpesan agar sebelum diserahkan, uang sebesar Rp500 juta tersebut, terlebih dahulu ditukarkan ke dalam bentuk mata uang dolar Amerika Serikat. Selanjutnya terdakwa menyerahkan 1 unit HP merk Nokia 3310 warna dongker dengan les abu-abu kepada saksi Verdi Ananta untuk alat komunikasi, yang didalam nya hanya tersimpan nomor kontak orang yang mengaku pegawai KPK. Memenuhi perintah terdakwa tersebut, saksi Verdi Ananta bersama saksi Aprigo Roza Alias Rigo berangkat menuju hotel Pangeran di kota Pekanbaru, M Saleh datang untuk menemui saksi Verdi Ananta dan menyerahkan uang tunai sebesar Rp500 Jt. Setelah menerima uang tersebut saksi Verdi Ananta menukarkan ke dalam bentuk mata uang dolar Amerika Serikat di tempat penukaran mata uang asing toko Kirana. 

Selanjutnya saksi Verdi Ananta ditemani saksi Aprigo Roza dan saksi Fetri Fernanda berangkat menuju Batam dengan menumpang pesawat udara. Sesampainya di bandara Hang Nadim Batam, setelah turun dari pesawat, saksi Verdi Ananta, saksi Rigo dan saksi Nanda langsung menuju ke gate (gerbang) kedatangan bandara. Saksi Verdi pun menghubungi nomor yang tersimpan pada Handphone yang diberikan terdakwa dan berkomunikasi dengan orang yang mengaku pegawai KPK.  Tidak lama kemudian saksi Verdi dihampiri oleh orang yang mengaku pegawai KPK tersebut, lalu mengajak saksi Verdi menuju ke arah tempat parkir kendaraan roda empat, sedangkan saksi Rigo dan saksi Nanda diminta tetap menunggu di gerbang kedatangan. Setelah masuk ke dalam sebuah mobil, saksi Verdi pun menyerahkan uang dalam bentuk mata uang dolar Amerika Serikat yang telah dipersiapkan dalam amplop.  Kemudian, terdakwa kembali memerintahkan saksi M Saleh untuk menyediakan uang sebesar Rp150 juta. Uang tersebut untuk diserahkan kepada orang yang sama yang mengaku pegawai KPK. Sama seperti sebelumnya, sebagai alat komunikasi terdakwa kembali menyerahkan 1 unit HP merk Nokia kepada saksi M Saleh, yang di dalamnya hanya tersimpan nomor kontak orang yang mengaku pegawai KPK tersebut.

Melaksanakan perintah terdakwa tersebut, saksi M Saleh bersama saksi Verdi berangkat ke Pekanbaru, M Saleh bersama saksi Verdi dengan menumpang pesawat udara menuju Batam. Sesampainya mendarat di bandara Hang Nadim, Batam, setelah turun dari pesawat, dengan menggunakan handphone yang dititipkan terdakwa, saksi M. Saleh langsung menghubungi orang yang mengaku pegawai KPK tersebut. Selanjutnya saksi M Saleh menuju ke area parkir kendaraan roda empat untuk menyerahkan uang Rp150 Juta yang telah disiapkan dalam sebuah tas.

Dari surat dakwaan tersebut, bahwa perbuatan terdakwa selaku Bupati/Kepala Daerah mengintervensi pengelolaan keuangan daerah dengan cara meminta sejumlah uang yang berasal dari keuangan daerah untuk kepentingan pribadi terdakwa baik kepada saksi Muharlius maupun saksi M. Saleh, telah memperkaya diri terdakwa.  Terdakwa telah menerima uang sebesar Rp150 Juta dari saksi Verdi Ananta dengan rincian sebesar Rp100 Juta dalam bentuk mata uang Ringgit Malaysia, dan sebesar Rp50 juta dalam bentuk mata uang rupiah, itu bermula saat saksi Verdi dipanggil oleh saksi Muharlius ke ruang kerja saksi Muharlius, saksi Muharlius memerintahkan saksi Verdi Ananta untuk menyiapkan uang sebesar Rp150 juta untuk diserahkan kepada terdakwa. Saksi Muharlius berpesan agar sebanyak Rp100 juta dari uang tersebut ditukarkan ke dalam bentuk mata uang ringgit Malaysia sebelum diserahkan kepada terdakwa.