LAM Riau Versi Raja Marjohan Bakal Ajukan Kasasi atas Putusan Pengadilan Tinggi

Rabu, 14 Desember 2022

PEKANBARU (BUALBUAL.com) - Kuasa hukum Datuk Seri Raja Marjohan dan tergugat I sampai IV, advokat Aziun Asyaari akan menempuh upaya hukum kasasi terhadap putusan Pengadilan Tinggi Riau No: 198/Pdt/2022/PTR, tanggal 8 Des 2022, yang dalam putusannya memerintahkan Pengadilan Negeri Pekanbaru untuk memeriksa dan memutuskan perkara 164/Pdt.G/2022/PN. Pbr.

Dimana perkara itu adalah gugatan yang dilayangkan LAM versi Syahril Abubakar kepada Datuk Marjohan dan tergugat lain karena menggelar Mubeslub LAM Riau.

Upaya kasasi ini, kata Aziun karena putusan Pengadilan Tinggi Riau dalam membuat pertimbangan tidak mempertimbangkan bahwa organisasi LAMR, adalah sebagai organisasi dari kearifan lokal masyarakat melayu Riau, yang memiliki tata cara atau aturan sendiri dalam menyelesaikan persoalan internal di LAMR.

"Dimana apabila adanya persoalan internal LAMR harus diselesaikan di dalam internal dahulu yaitu melalui Dewan Kehormatan Adat (DKA), karena berdasakan Pasal 4 (1) ART. LAMR, DKA berfungsi untuk memberikan nasihat/petuah/amanah dalam melaksanakan kegiatan Lembaga Adat Melayu Riau. Oleh karena Penggugat belum pernah mengajukan persolan tersebut ke DKA LAMR maka seharusnya Pengadilan Tinggi Riau menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Pekanbaru yang dalam putusanya, bahwa Pengadilan Negeri belum berwenang memeriksa dan memutuskan perkara tersebut," kata Aziun, Kamis (14/12/2022).

Oleh karena putusan Pengadilan Tinggi Riau belum memberikan rasa keadilan bagi para tergugat, maka kata Aziun, pihaknya akan mengajukan upaya hukum kasasi sesuai tenggang waktu 14 hari setelah pemberitahuan melalui rilis kepada para tergugat berdasarkan UU.

Lebih jauh, Aziun mengatakan, bahwa di kepengurusan DKA dan DPH LAM Riau, tidak ada dualisme kepengurusan, karena yang diakui adalah hasil Musyawarah Besar yang dikukuhkan oleh Gubenur selaku Datuk Setia Amanah Masyarakat Adat Melayu Riau, berdasarkan BAB XXIII pasal 32 ART LAMR.

"Maka secara legal yang dikukuhkan adalah kepengurusan LAMR di bawah kepemimpina ketua MKA Datuk Seri H. Raja Marjohan Yusuf dan DPH Datuk H. Taufik Ikram Jamil, sedangkaN hasil Mubes Syahril Abubakar belum ada pengukuhan, jadi belum bisa mengatasnamakan kepengurusan LAMR. Maka tidak ada dualisme," tukasnya.

Untuk diketahui, Kasasi adalah salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh salah satu atau kedua belah pihak terhadap suatu putusan pengadilan tinggi. Pihak dapat mengajukan kasasi bila masih merasa belum puas dengan isi putusan pengadilan tinggi kepada mahkamah agung.

Diberitakan sebelumnya, Pengadilan Tinggi (PT) mengeluarkan putusan nomor 198/PDT/2022/PT PBR, terkait banding dari Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) versi Syahril Abubakar terhadap LAM kubu Raja Marjohan Yusuf. Pengadilan Negeri Pekanbaru diperintahkan untuk menangani perkara dualisme kepengurusan LAMR.

Sebelumnya, Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru mengeluarkan tiga amar putusan terkait gugatan Syahril Abu Bakar, bahwa PN Pekanbaru belum berwenang untuk mengadili dualisme LAMR pada perkara 164/Pdt.G/2022/PN Pbr, yang diajukan oleh LAM kubu Syahril. Amar ini dikeluarkan Kamis 15 September 2022.

Akan tetapi putusan dari Pengadilan Tinggi Riau terhadap banding dari LAM kubu Syahril mengabulkan permohonan banding kubu Syahril Abubakar tersebut.

Putusan ini merupakan hasil Sidang Permusyawaratan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Riau pada hari Kamis tanggal 8 Desember 2022 yang diketuai Khairul Fuad, S.H.,M.Hum, dengan anggtota Iman Gultom,S.H.,M.H., dan Didiek Riyono Putro,S.H.,M.Hum.

Ketua LAMR versi Syahril Abubakar mengatakan bahwa pihaknya mensyukuri putusan banding dari Pengadilan Tinggi Riau tersebut.

"Alhamdulillah terkabul, berarti perkara ini bisa disidangkan. Sebelumnya kan keputusan PN Pekanbaru belum berwenang mengadili perkara ini, berarti sekarang dapat disidangkan, sehingga semakin jelaslah nanti dengan diperiksanya saksi terkait apakah sesuai dengan peraturan organisasi hal hal yang dibuat oleh kawan-kawan kita yang kita tuntut itu," kata Syahril.

"Mari kita uji dipengadilan apakah perbuatan mereka (menggelar Musdalub) itu sesuai ADART, karena kami berpendapat persoalan ini adalah persoalan hukum organisasi bukan persoalan adat," tukasnya.