
L.N. Firdaus, Penulis Otobiografi “Dalam Dekap Cahaya: Story of My Life”
Bismillah,
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, semoga semua senantiasa sehat wal’afiat dan tetap bersemangat menutup pekan dengan senyum dan semangat silaturahmi.
Beberapa hari lalu hamba sempat berbincang ringan dengan beberapa kawan lama, macam-macam yang dibincangkan tentang jabatan, tentang amanah, sampai soal meja yang tak bertuan. Bukan meja yang tak punya pemilik, tapi meja jabatan yang kehilangan ruh pengabdian, meja yang tetap ada penanya, tetap ada stempelnya, tapi tuannya sibuk entah ke mana.
Dalam Adat Melayu, meja bukan sekadar perabot, ia lambang tempat keputusan, tempat bermusyawarah, tempat duduknya akal budi. Di atas meja itulah diatur rezeki banyak orang, disusun surat nasib mahasiswa, ditulis surat tugas guru, atau ditandatangani masa depan anak bangsa. Tapi bila meja itu ditinggalkan nurani, maka yang tinggal hanyalah kertas dan tanda tangan tanpa makna. Kata orang tua-tua, “Jabatan tu tak salah, yang salah tuan yang duduk di atasnya."
Hamba teringat masa dulu, ketika ada seorang pejabat tua yang setiap pagi datang lebih awal dari semua stafnya. Katanya, “Biar lah meja ni jadi saksi bahwa aku masih bertuan."
Sederhana, tapi penuh makna. Ia sadar bahwa jabatan hanyalah titipan, dan meja hanyalah saksi setia yang akan membisikkan “Apa yang kau tulis hari ini, akan kau baca semula di akhirat nanti.”
Sekarang, banyak meja tampak sibuk tapi tuannya tak ada. Ada rapat, tapi tak ada arah, ada tanda tangan, tapi tanpa rasa tanggung jawab. Meja jadi hidup sendiri, tuannya jadi penonton. Itulah yang disebut “meja yang tak bertuan.”
Padahal, dalam falsafah Melayu, tuan yang baik bukan yang banyak duduk di meja, tapi yang tahu kapan harus berdiri dari meja. Ketika keputusan sudah diambil, ia turun langsung, menyapa, mendengar, dan bekerja bersama.
Maka, kalau esok atau lusa ada yang dapat amanah duduk di sebuah meja jabatan, jangan biarkan meja itu kehilangan tuannya. Hadirkan akal, hadirkan hati, dan hadirkan marwah. Karena pada akhirnya, bukan besar meja yang akan dikenang orang tapi besar jiwa tuannya.
Meja Tak Bertuan
Oleh L.N. Firdaus
Penulis Otobiografi “Dalam Dekap Cahaya: Story of My Life”