Membaca Sejarah Keumalahayati Wanita Pertama Berpangkat Laksamana Sampai KRI Malahayati

Rabu, 14 Desember 2022

BUALBUAL.com - Keumalahayati adalah perempuan kelahiran tahun 1550 anak dari Laksmana Mahmud Syah yang berasal dari Kesultanan Aceh di Aceh Besar. Ia meninggal sekitar Juni 1615 dalam pertempuran melindungi Teluk Krueng Raya dari serangan Portugis pimpinan Alfonso de Castro. 

Malahayati nama lain dari Keumalahayati dimakamkan di Krueng Raya, Lamreh, Aceh Besar. Beliau diberi gelar sebagai Pahlawan Nasional Indonesia berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 115/TK/Tahun 2017 tanggal 6 November 2017. 

Malahayati atau Keumalahayati tumbuh dalam perang, mekar dalam dendam. Beliau adalah anak perempuan dari Laksamana Mahmud Syah, cucu dari Sultan Salahuddin Syah, cicit dari pendiri Kerajaan Aceh Darussalam yaitu Sultan Ibrahim Ali Mughayat Syah. 

Di saat-saat itu, bangs Eropa mulai melakukan penjelajahan ke arah Asia dengan pintu masuk berada di Wilayah Aceh, mulai dari Inggris, Portugis maupun Belanda. 

Mereka yang awalnya berdagang sumber daya alam tetapi kemudian punya keinginan untuk menguasai wilayah-wilayah Asia terutama Semenanjung Melayu dan Nusantara yang kaya akan sumber daya alam tersebut.

Keinginan untuk menguasai perdagangan dan wilayah itu lah yang ditentang kesultanan setempat. Perang pun tak terelakkan. Ada yang kalah, ada yang menang. Ada yang gugur, ada yang tetap bertahan.

Demikian juga dengan kehidupan Malahayati dimana Kesultanan Aceh juga menjadi incaran bangsa-bangsa Eropa untuk dikuasai baik perdagangan maupun wilayahnya. 

Malahayati yang kental dengan kehidupan pertempuran dan dunia militer-laut saat itu, semakin diperkuat dengan masuknya Malahayati sebagai kadet taruna di Pendidikan Militer Baitul Makdis yang merupakan pusat pendidikan tentara Kesultanan Aceh. Semakin beranjak dewasa, Malahayati pernah menjabat sebagai Kepala Barisan Pengawal Istana Panglima Rahasia. 

Selain itu, Malahayati juga pernah menjabat Panglima Protokol Pemerintah dari Sultan Saidil Mukammil Alauddin Riayat Syah IV.

Dalam melawan Portugis di Teluk Haru, terjadi sebuah pertempuran antara armada Aceh yang sukses menghancurkan legiun Portugis. 

Walaupun pertempuran tersebut membuat para tentara pahlawan Aceh gugur sebanyak sekitar seribu orang. Salah satu pahlawan tentara Kesultanan Aceh yang gugur adalah suami Malahayati, yaitu Laksamana Zainal Abidin.

Akibat kematian suaminya, Malahayati memimpin Para Inong Balee sebanyak 2.000 orang. Inong Balee adalah tentara atau pasukan atau armada perempuan yang terdiri dari para janda pahlawan dari Kesultanan Aceh yang telah gugur. Dalam perkembangannya, Inong Balee tak hanya terdiri dari janda pahlawan, tetapi juga para gadis-gadis Aceh yang ingin turut berjuang atas nama Kesultanan Aceh. Armada Inong Balee memiliki 100 kapal perang yang dilabuhkan pada Pangkalan Teluk Lamreh Krueng Raya. 

Masing-masing kapal perang berkapasitas sekitar 400-500 tentara yang dilengkapi dengan meriam besar maupun kecil baik 1 buah meriam maupun sampai 5 meriam perang.

Pada 11-21 September 1599, datang 2 kapal utusan Belanda untuk membuat kesepakatan dagang Buah Pala dengan Kesultanan Aceh, tetapi tekanan perundingan oleh utusan Belanda membuat Kesultanan Aceh marah besar. 

Tak pelak, Malahayati lalu memimpin Para Inong Balee menyerang dan berperang melawan kapal-kapal dan benteng-benteng Belanda. Dalam pertempuran itu, Malahayati menewaskan pimpinan Belanda yaitu Cornelis de Houtman dan menawan Frederick de Houtman.

Malahayati bertempur satu lawan satu di atas geladak sebuah kapal melawan Cornelis. Antara Rencong Aceh melawan Pedang Eropa, Kompeni Pulang Dalam Peti Mati. Malahayati menghunjamkan rencong senjata khas tradisional Aceh ke tubuh Cornelis yang menyebabkan pimpinan Belanda itu tewas. Frederick pun ditawan. 

Keberanian seorang perempuan Aceh yang tidak dapat dilupakan dalam sejarah. Dan setelah itu, Malahayati dianugerahkan Laksamana dari Kesultanan Aceh sehingga lengkapnya menjadi Laksamana Malahayati.

 

Tulisan ini terinsirasi dari tulisan berjudul Keumalahayati pada Majalah Puan, Penegak marwah diri, Riau Edisi 2015 halaman 14
Sumber Foto : PT. PAL Indonesia dan WikiMedia Common