Mengukur dalamnya soliditas Partai koalisi Prabowo hadapi 2019

Ahad, 14 Januari 2018

Bualbual.com, Partai Gerindra, PKS dan PAN sepakat membangun koalisi pada Pemilu Presiden 2019. Dengan syarat 20 persen threshold, koalisi ketiga partai ini bisa mencalonkan presiden dan wakil presiden di pemilu tahun depan. Dari hasil Pemilu 2014, Gerindra memiliki 13 persen kursi DPR, PAN 8,8 persen dan PKS sebesar 7,1 persen. Total, koalisi ini memperoleh 28,9 persen kursi DPR. Koalisi ini telah membentuk koalisi di lima Pilkada provinsi. Di antaranya Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Kalimantan Timur dan Maluku Utara. Ketiganya sepakat bahwa koalisi ini dilakukan untuk bersiap menyambut Pemilu 2019. Tak cuma di tingkat provinsi, khususnya Gerindra dan PKS terlihat sangat solid juga di Pilkada tingkat kabupaten kota yang menggelar elektoral pada 2018 ini. Sebut saja, Banyumas, Kudus, Magelang dan kota Tegal, partai pimpinan Prabowo Subianto dan Sohibul Iman ini tak terpisahkan. "Semua masih bisa berubah menjelang 2019, tapi yang terdekat PKS sudah membangun koalisi di Pilkada 5 gubernur dengan Gerindra dan PAN," kata Wasekjen PKS, Mardani Ali Sera saat berbincang dengan merdeka.com, Jumat (12/1). PKS juga memahami tentang pembagian komposisi capres dan cawapres tahun depan. Menurut Mardani, PKS menyerahkan sepenuhnya jatah capres kepada pemilik suara terbesar di koalisi ini yakni Partai Gerindra. Meskipun, dia menggarisbawahi, PKS belum tentu mendukung Prabowo Subianto sebagai capres, sebab hal itu perlu dibicarakan lebih dulu di internal maupun koalisi. Dia juga berharap, PKS bisa mengikutsertakan kadernya dalam kontestasi Pilpres tahun depan. "Kalau melihat porsi suara, partai yang sangat mungkin ambil pos capres Gerindra, cawapres PKS dan PAN, nanti tinggal berbincang saja, karena bisa nambah (koalisinya)," kata Mardani. Seberapa solid koalisi Prabowo ini? Pengamat Politik dari Universitas Padjajaran, Firman Manan merasa yakin bahwa koalisi ini solid khususnya Gerindra dan PKS. Sebab keduanya merepresentasikan kekuatan oposisi. Dia pun menyarankan kepada Gerindra dan PKS memantapkan diri untuk mendorong kandidat apakah itu Prabowo atau calon lain untuk dihadapkan dengan incumbent Joko Widodo (Jokowi). "Gerindra dan PKS bagaimanapun merepresentasikan kekuatan kubu oposisi di luar pemerintahan. Dari sisi itu, memang secara rasional untuk 2019 seharusnya PKS dan Gerindra memantapkan diri untuk mendorong kandidat yang berhadapan dengan Presiden Jokowi," kata Firman saat dihubungi, Jumat (12/1). Firman mengakui bahwa kesepakatan koalisi memang selalu pragmatis, dukung siapa dapat apa. Namun Firman menilai, perdebatan koalisi tidak akan sealot di Pilkada serentak. Karena Pilpres memiliki banyak kursi untuk dibagikan. Dengan demikain, Firman yakin, baik PAN maupun PKS tidak akan alot memperebutkan kursi wapres. Sekalipun, PKS ingin mengusung sang presiden, Sohibul Iman dan PAN ingin memajukan Zulkifli Hasan sebagai pendamping Prabowo misalnya. "Kalau untuk presiden saya pikir pilihannya banyak, tidak semata presiden dan wapres, ada kursi menteri, ada jabatan eksekutif lain misalnya BUMN. Akan lebih leluasa konsesinya untuk partai koalisi," kata Firman. "Partai itu tidak akan terlalu ngotot menjadi wakil presiden, sementara kalau mereka bisa mendapatkan konsesi lain," tambah Firman. Di sisi lain, Golkar, PPP, NasDem dan Hanura telah mendeklarasikan diri mendukung Presiden Jokowi. Ditambah PDIP, meski belum deklarasi, tapi hampir dipastikan kembali mengusung kadernya itu di Pemilu 2019. Firman lebih menyangsikan soliditas koalisi ini. Apalagi, jika elektabilitas Jokowi jelang pilpres terus merosot. Sebab, koalisi bisa terbentuk karena faktor utama yakni elektalitas kandidat. Jokowi sejauh ini, kata dia, memiliki elektabilitas tinggi, punya magnet elektoral dan magnet partai. Jokowi juga saat ini disebut masih yang paling populer dan masyarakat masih senang dengan sosok mantan wali kota Solo itu. "Sebetulnya yang akan menentukan soliditas, ke depan apakah kinerja pemerintahan itu membaik atau memburuk. Misalnya perekonomian, politik, keamanan, kalau itu membaik itu akan menjadi insentif bagi Presiden Jokowi. Yang akan dilihat paling tidak dia bertahan atau lebih itukan ditentukan oleh kinerja pemerintahan. Itu yang akan menjaga koalisi pemerintah tetap solid," terang Firman. Dari peta koalisi di atas, tinggal Demokrat dan PKB yang tersisa. Kedua partai ini sudah menyiapkan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Muhaimin Iskandar sebagai tokoh yang didorong ikut Pilpres 2019. Firman menduga, dua poros tengah ini hanya tinggal menunggu antara kubu Jokowi dan Prabowo mana yang mau memberikan jatah wakil presiden. Tapi Firman punya prediksi, bahwa PKB terlihat cenderung akan merapat ke kubu pemerintah. Sementara Demokrat masih bisa bermain di 'gray area' karena sejak awal memposisikan diri sebagai partai penyeimbang antara pemerintah dan oposisi. "Ini juga poros koalisi masih sangat cair, tidak permanen, jadi tergantung tingkat elektabilitas, kalau mendekati 2019 ada tokoh figur yang punya elektabilitas menyaingi Jokowi dan Prabowo, bukan tidak mungkin muncul koalisi alternatif," tutup Firman.***(mdk)