Minim Informasi, "PPDB" SMA/SMK Sistem Zonasi Bikin Binggung Orang Tua

Senin, 02 Juli 2018

BUALBUAL.com, Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) untuk tingkat SMA/SMK akan dimulai pada 3 Juli 2018 mendatang. Sayangnya penerapan sistem zonasi tersebut masih minim informasi sehingga membingungkan masyarakat. Dengan sistem baru tersebut 90 persen siswa yang mendaftar merupakan berdomisili di lingkungan sekolah. Dengan demikian para siswa memiliki peluang mengenyam pendidikan di sekolah-sekolah favorit. Meski diterapkan sistem zonasi siswa masih bisa mendaftar ke sekolah di luar zona tempat tinggalnya namun peluangnya sangat sedikit. Siswa yang bisa mendaftar di luar zona tempat tinggalnya khusus yang pindah domisili orang tua atau terjadi bencana alam/sosial. Tidak hanya itu, siswa berprestasi juga diizinkan mendaftar ke sekolah di luar zona domisilinya seperti berprestasi belajar perorangan, prestasi bidang non akademik dan berprestasi di bidang kesenian dan MTQ. Akan tetapi penerapan sistem baru tersebut membuat warga kebingungan. Salah seorang warga Pekanbaru, Luzi Diamanda mempertanyakan sistem zonasi tersebut karena menurutnya sistem ini akan meresahkan anak dan orang tua. "Pasti banyak orang tua yang resah. Contohnya di Kecamatan Tampan Pekanbaru yang begitu banyak penduduknya namun hanya memiliki dua sekolah tingkat SMAN yakni SMAN 12 dan SMAN 15 Pekanbaru," katanya. Karena itu, dia mempertanyakan apakah dengan dua sekolah tersebut dapat menampung siswa tempatan yang jumlah penduduknya banyak. Dia juga menilai penerapan zonasi ini kurang sosialisasi secara baik. Seharusnya Dinas Pendidikan dapat menginstruksikan sekolah untuk mensosialisasikan kepada siswa, sehingga siswa dan orang tua tidak kebingungan. "Sistem zonasi ini kan tiba-tiba saja diterapkan. Zonasi seperti apa, pasti kebanyakan masyarakat tidak tau. Apalagi orang yang petani. Katanya sekarang berdasarkan Kartu keluarga dan jarak sekolah, bagaimana dengan siswa yang ingin sekolah ke sekolah favorit, ini kan tidak adil," ungkapnya. Menurutnya sistem zonasi ini sangat merugikan anak-anak yang ingin mengenyam pendidikan di sekolah yang baik. Walaupun dengan sistem ini siswa bisa ke sekolah favorit, namun itu peluangnya cukup kecil. "Ini jelas merugikan. Contohnya saja anak saya, nilainya tinggi apakah bisa masuk sekolah favorit. Ini terjadi karena tak ada sosialisasi sehingga siswa dan orang tua kebingungan menentukan sekolah dengan sistem zonasi ini," cakapnya. "Kalau bisa sistem ini ditunda dulu. Kalau memang pemerintah ingin menerapkan sistem zonasi kenapa tak dari dulu disosialisasikan, saya sebagai wali murid juga kebingungan," tukasnya. Tak hanya Luzi, keluhan sistem zonasi ini juga dikeluhkan warga Kelurahan Rejosari, Kecamatan Tenayan Raya, dia mengaku kebingungan dengan penerapan sistem tersebut. Sebagai orang tua, dia mengaku kebingungan menentukan sekolah pilihan anak. Karena sesuai sistem zonasi, sekolah sesuai domisili hanya SMAN 11 Pekanbaru, sementara keinginan anak masuk sekolah favorit. "Anak saya pintar dan juara di SMP, maunya masuk sekolah SMAN 1 atau SMAN 8 Pekanbaru karena di sana diakui kualitas dan fasilitasnya jauh jika dibandingkan SMAN 11 Pekanbaru. Ini yang kita sayangkan dari sistem zonasi ini," ungkapnya. DPRD: Mestinya Disosialisasikan Sementara itu Sekretaris Komisi V DPRD Riau, Ade Agus Hartanto mengatakan semestinya sebelum diterapkan Dinas Pendidikan hendaknya sudah mensosialisasikan sejak jauh-jauh hari kepada murid, wali murid dan sekolah-sekolah negeri yang ada. "Hendaknya beberapa bulan yang lalu, siswa kelas 3 di SMP sudah mengetahui SMA mana yang menjadi zona domisilnya. Sehingga saat ini tidak kebingungan lagi," ujar Ade pada Ahad (1/7/2018). Ade mengatakan bahwa penerapan zonasi ini sebenarnya memberikan manfaat bagi banyak pihak. Sistem ini bertujuan untuk pemerataan murid sehingga tidak ada lagi penumpukan siswa unggulan di sekolah tertentu. Selain itu, sistem ini juga memastikan tiap siswa mendapatkan jatah sekolah yang terdekat dengan tempat tinggalnya. "Jadi sistem ini menggunakan wilayah terdekat, tidak hanya radius. Jadi harus dibahas jauh-jauh hari sehingga tidak menimbulkan kebingungan," jelas Politisi PKB ini. Selain itu, sistem ini juga mengamanatkan sekolah negeri untuk menyediakan kuota tempatan sebanyak minimal 90 persen. Jumlah ini diyakininya bisa memenuhi kuota siswa yang berada di tempat tinggalnya. "Kita akan terus awasi proses ini dan akan memproses jika ada laporan penolakan siswa tempatan," ujar Ade. Ade juga berharap agar sistem zonasi ini bisa diterapkan di seluruh sekolah di Riau. Editor : Ucu Sumber : Cakaplah.com