Nurul Huda: Bisa Dituduh Menghasut Masyarakat "Anggota Dewan Diusir dari Lokasi Eksekusi PT PSJ"

Selasa, 21 Januari 2020

BUALBUAL.com - Proses eksekusi lahan PT Peputra Supra Jaya (PSJ) di Desa Pangkalan Gondai, Kecamatan Langgam, Kabupaten Pelalawan, tidak berjalan mulus. Eksekusi dihalang-halangi masyarakat yang mengaku mitra PT PSJ. Padahal eksekusi lahan dilakukan berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 1087/Pid.Sus.LH/2018 tanggal 17 Desember 2018 atas gugatan PT Nusa Wana Raya. Tidak hanya masyarakat, Wakil Ketua DPRD Riau Zukri Misran juga ikut turun ke lokasi ketika eksekusi pada Ahad (19/1/2020) itu. Proses eksekusi lahan milik PT PSJ sudah dilakukan sejak Jumat (17/1/2020) lalu. Tim gabungan dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Riau, Dinas Kehutanan, Polres Pelalawan, dan instansi terkait lainnya membabat habis tanaman sawit seluas 8 hektare. Sementara hingga hari ini dari total 3.323 hektare, sudah sekitar 300 hektare berhasil dieksekusi. Namun, saat eksekusi pada Ahad (19/1/2020), hadir Wakil Ketua DPRD Riau Zukri Misran. Menurut informasi, kedatangan Zukri Misran bertujuan untuk menenangkan masyarakat. Petugas eksekusi meminta agar politisi PDI-P itu meninggalkan lokasi. Ahli hukum pidana, DR Muhammad Nurul Huda SH MH, menegaskan bahwa tidak ada yang bisa menghalangi eksekusi karena sudah punya kekuatan hukum tetap. Kehadiran Zukri Misran selaku anggota dewan saat eksekusi juga tidak dibenarkan karena sudah ada plang dan petugas. Nurul Huda menyebutkan, tindakan petugas mengusir Zukri Misran saat proses eksekusi tidak salah. "Memang harus diusir, sebab bisa dituduh menghasut masyarakat untuk menghalang-halangi eksekusi. Itu bisa dipidana Pasal 53 Junto Pasal 160 Junto Pasal 216 KUHP,” ujar Nurul Huda, Selasa (21/1/2020). Menurut Nurul Huda, seharusnya anggota dewan itu tidak perlu datang ke lokasi eksekusi. Jika memang dinilai ada kesalahan dalam proses eksekusi, maka dia bisa memanggil para petugas eksekusi. "Harusnya panggil saja, kenapa dieksekusi. Ngapain harus datang ke situ? Nanti kalau terjadi apa-apa emang mau anggota dewan itu bertanggung jawab?" tutur Nurul Huda. Sebelumnya, Nurul Huda juga menyayangkan adanya aksi penolakan eksekusi itu. Menurutnya, aksi penolakan eksekusi tidak terjadi karena eksekusi tersebut adalah hal yang harus dilakukan sesuai aturan hukum yang berlaku di Indonesia. "Kan sudah jelas putusannya itu hal yang legal, kenapa masyarakat mengintervensi putusan tersebut? Seharusnya negara jangan mau kalah dari orang-orang yang tidak taat pada putusan pengadilan,” katanya. “Saya pikir PSJ mestinya mengedukasi masyarakat yang berkonflik untuk menyelesaikan persoalan itu secara hukum, bukannya malah memancing masyarakat untuk terlibat dalam keributan yang seharusnya tidak perlu dilakukan," tambahnya. Nurul Huda menegaskan, hal tersebut merupakan tindakan yang tidak baik, karena Indonesia adalah negara hukum, maka sudah selayaknya masyarakat patuh dan tunduk pada mekanisme hukum yang telah ada. Jika hal itu terus berlanjut, maka akan ada konsekwensi hukum yang harus diterima bagi orang yang tidak taat hukum. "Jangan lupa ada ancaman pidana bagi pihak-pihak yang menghalangi eksekusi putusan pengadilan, itu bisa dipenjara satu tahun atau empat bulan, hal ini tertuang dalam pasal 212 atau 216 KUHPidana," tutup Dosen Pascasarjana UIR itu. Terpisah, Pakar Hukum Pidana Universitas Riau, DR Erdianto, menyebutkan bahwa putusan peradilan yang sudah in kracht van geweistge tidak dapat lagi diadakan perlawanan. Kalaupun ada upaya hukum luar biasa seperti peninjauan kembali, upaya hukum tersebut tidak menunda dilaksakannya eksekusi. "Asas hukum menyatakan lex dura septimen scripta, hukum itu keras tetapi harus ditegakkan. Dalam sebuah putusan tentu ada pihak yang merasa tidak diuntungkan atau ada tetapi itu lah putusan pengadilan," tegas dia. Menurutnya, jaksa selaku eksekutor tidak punya opsi untuk melakukan eksekusi atau tidak karena memang sudah kewajibannya melaksanakan putusan. Dalam melakukan eksekusi, jaksa tentu tidak sendiri, perlu melibatkan pihak lain. Contoh dalam eksekusi putusan berupa pemidanaan, jaksa melakukan eksekusi dengan cara menyerahkan terpidana ke Lembaga Pemasyarakatan bukan dengan cara Jaksa yang langsung memasukkan terpidana ke dalam Lapas. Kemudian petugas Lapas yang selanjutnya menempatkan terpidana ke dalam tempat-tempat menurut ketentuan pemasyarakatan. Demikian pula dengan eksekusi putusan berupa perampasan barang-barang tertentu, Jaksa dibantu oleh petugas penegak hukum yang lain. "Nah, dalam putusan perkara ini dinyatakan bahwa ke negara hukum yang juga dilibatkan dalam melaksanakan eksekusi adalah dinas kehutanan yaitu untuk menertibkan kawasan yang dieksekusi sebagaimana yang dinyatakan dalam amar putusan," rincinya. Dia menyebutkan, anggota DPR atau DPRD melaksanakan fungsi pengawasan, budgeting dan legislasi, dalam hal ada keluhan masyarakat anggota legislatif dapat melakukan pengawasan tetapi tidak dalam bentuk menghalangi proses eksekusi. “Pelaksanaan eksekusi adalah kewajiban hukum yang harus dilaksanakan oleh penegak hukum,” cakapnya.     Sumber: cakaplah