Ohh.. Benarkah..! ''Nyanyian'' Setya Novanto bisa bikin Golkar bubar?

Senin, 26 Maret 2018

BUALBUAL.com, Partai Golkar dinilai bisa dibubarkan jika ucapan mantan ketua umumnya, Setya Novanto terbukti benar. Dalam sidang korupsi e-KTP, Novanto akui ada uang Rp 5 miliar dari hasil korupsi e-KTP mengalir untuk Rapimnas Golkar tahun 2012 lalu

Saat itu, Novanto menjabat sebagai bendahara umum Golkar. Sementara Golkar dipimpin oleh Aburizal Bakrie (Ical).
Koordinator Divisi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz menyampaikan, jika terbukti ada aliran uang korupsi ke rapimnas, maka Golkar bisa dipidana dan berpotensi dibubarkan. Pemeriksaannya, kata Donal, dapat dilakukan terhadap pengurus partai. Hal ini sesuai Pasal 20 Undang-Undang Nomor 31 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang dapat menjerat pengurus jika korupsi dilakukan korporasi. "Jadi dia bisa dipidana partainya atau bisa berujung pada pembubaran partai," ujar Donal kepada liputan6.com, Minggu (25/3). Donal pun mendesak KPK menelisik kebenaran ucapan Novanto tersebut. KPK diminta mengusut tuntas kasus e-KTP termasuk pihak yang diduga menerima aliran uang haram itu. "KPK harus lebih hati-hati dari keterangan yang disampaikan oleh Setya Novanto, penting menguji informasi apakah benar atau tidak," kata dia. Aliran duit korupsi e-KTP ke parpol terkuak saat salah satu vendor proyek e-KTP, Charles Sutanto Ekapradja, bersaksi dalam sidang dan mengatakan ada setoran uang ke Partai Golkar. Novanto juga mengakui ada aliran uang di partainya sebesar Rp 5 miliar. Menurut dia, uang itu diserahkan oleh keponakannya, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo, untuk membiayai rapimnas Partai Golkar. "Rp 5 miliar untuk Rapimnas," kata Novanto, menjawab pertanyaan hakim di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (22/3) lalu. Tak cuma untuk Rapimnas Partai Golkar juga diduga mendapat aliran uang hasil korupsi untuk penyelenggaran Musyawarah Nasional. Pihak yang diduga mengalirkan uang USD 300 ribu ke Munas Golkar adalah anggota Fraksi Partai Golkar Fayakhun Andriadi. Fayakhun disebut menerima Rp 12 miliar dari proyek pengadaan satelit di Badan Keamaman Laut (Bakamla). Dari jumlah itu, Fayakhun disebut meminta uang USD 300 ribu dibayarkan lebih dulu oleh perusahaan rekanan di Bakamla. Dalam sidang dengan terdakwa Nofel Hasan selaku Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (24/1), terungkap uang USD 300 ribu itu diminta diberikan tunai guna menyokong penyelenggaraan Munas Partai Golkar. Dalam persidangan, jaksa menunjukkan bukti percakapan WhatsApp antara Fayakhun dengan Erwin Arif, pengusaha Rohde & Schwarz terkait pembayaran uang itu secara tunai. Menjawab tuduhan itu, Fayakhun membantah dengan alasan WhatsApp-nya diretas. Dia mengaku sudah melaporkan ke polisi mengenai adanya pihak lain yang meminta uang mengatasnamakan dirinya. Terpisah, Sekjen DPP Partai Golkar Lodewijk Freidrich Paulus juga membantah dana korupsi proyek Bakamla mengalir untuk Munas Partai Golkar di Bali. "Tidak ada, itu kan urusan pribadi dia. Beda loh kalau kamu bilangin dana itu masuk ke Golkar dengan pribadi orang-orang, musyawarah nasional kan anggarannya jelas," ucap Lodewijk. Di sidang, Novanto juga menyeret Ketua Fraksi Partai Golkar DPR, Melchias Marcus Mekeng. Mekeng membantah turut mencicipi uang korupsi e-KTP. Menurut Mekeng, dia juga sempat dituduh menerima dana sebesar USD 1,4 juta, namun hal itu juga dia bantah meski pada saat penganggaran ia menjabat sebagai Ketua Badan Anggaran. Mekeng menilai, Novanto membuat kebohongan publik supaya tidak dinilai sebagai satu-satunya pihak yang korupsi. "Kalau berbohong berarti sumpah palsu ya. Jadi saya anggap itu kebohongan publik yang dilakukan untuk menyelamatkan dirinya," ujar Mekeng, Kamis (22/3). Reporter: Ika Devianti Sumber: Liputan6.com