Perjuangan BSP: Sampan Pengangkut Bantuan Sembako Karam di Sungai Subayang Kampar 'Beras dan Telur Rusak'

Selasa, 21 April 2020

BUALBUAL.com - Menjadi petugas suatu program sosial di daerah sulit tidaklah semudah yang dibayangkan. Berbagai halangan dan rintangan harus siap ditempuh. Seperti baru-baru ini, sebuah peristiwa menyita perhatian publik di Kabupaten Kampar, Riau.

Sebuah sampan pengangkut Bantuan Sosial Pangan (BSP) sembako karam di Sungai Subayang saat mengantarkan bantuan untuk keluarga penerima manfaat (KPM) di Desa Pangkalan Serik, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar. Akibat kejadian ini, sebanyak 63 karung beras terendam air dan tak bisa lagi digunakan. Selain beras, bantuan lain yang ikut rusak adalah telur. Sebagian telur pecah dan sebagian lagi hanyut dibawa arus Sungai Subayang.

Peristiwa karamnya sampan kecil bermesin Robin itu mengangkut puluhan karung beras, telur, kacang hijau dan kentang itu sempat diabadikan dengan kamera video oleh salah seorang Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) Ismaini yang ikut mengantarkan bantuan dengan sampan yang sama.

Di dalam video yang diunggah di salah satu media sosial, Ahad (19/4/2020) itu terlihat bagian belakang sampan sudah tenggelam. Di bagian belakang tampak tumpukan beras yang ditutup plastik dan hampir tenggelam keseluruhan. Sementara ada dua orang laki-laki tampak berupaya mengangkut telor ke tepi Sungai Subayang. Arus sungai tampak deras dan sebagian tampak dangkal.

Terkait peristiwa ini, Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) Kampar Kiri Hulu M. Yatim, Saat dihubungi melalui telepon seluler, Senin (20/4/2020) menceritakan bagaimana hal ini terjadi.

Yatim mengungkapkan, dalam kejadian ini ada tiga orang ikut dalam sampan mengantarkan bantuan. Selain dirinya dan pengemudi sampan juga ikut salah seorang perempuan yaitu Ismaini yang merupakan salah seorang PSM atau pekerja sosial masyarakat.

Sampan berangkat dari Desa Gema dan karam di tengah perjalanan menuju Desa Pangkalan Serai tepatnya di daerah Terusan. Padahal perjalanan hanya tersisa sekira satu jam untuk sampai di lokasi dan perjalanan yang telah ditempuh dari pelabuhan di Desa Gema telah berjalan sekitar dua jam.

Desa Pangkalan Serai adalah desa di bagian hulu Sungai Subayang. Semakin ke hulu luas sungai semakin kecil dan arusnya juga semakin deras dan terdapat banyak bebatuan di tengah sungai.

Adapun kronologis karamnya sampan ini menurut Yatim berawal ketika sampan harus berhadapan dengan arus yang deras dan gelombang yang cukup besar. Ditambah lagi harus pintar-pintar menghindari bebatuan besar di dalam sungai.

Yatim mengungkapkan, lokasi karamnya sampan merupakan salah satu titik paling parah perjalanan ke Pangkalan Serai. "Sepanjang perjalanan dari Gema ke Pangkalan Serai ini banyak yang kondisinya macam itu. Tapi itu yang paling parah, arusnya deras sekali," cakap Yatim.

"Kalau dipilih jalan yang tengah, gelombangnya besar. Lalu yang bawa sampan memilih jalan agak ke tepi tapi airnya dangkal. Akhirnya dipilih jalan tengah. Sampai di bagian atasnya gelombang sampan berputar ke tengah. Oleh sopirnya diputar ke kiri. Lalu saya ambil galah untuk menahan sampan. Tapi saya nggak tahan. Sampan akhirnya tersangkut di batu dan karam," terang Yatim.

Melihat hal itu ia lalu bergegas berupaya menyelamatkan bantuan untuk ratusan Keluarga Menerima Manfaat (KPM) tersebut. Namun upaya tersebut sia-sia. Dari 70 karung yang dibawa, hanya tujuh karung yang tak terendam air sungai. Begitu juga telur, sebagian pecah dan hanyut dibawa derasnya arus Sungai Subayang.

Dia menceritakan, sebagai TKSK di daerah sulit ini beginilah tantangan yang harus ia jalani. Setiap bulan ia mengantarkan bantuan bagi warga kurang mampu tersebut. Meskipun jalur yang dilalui cukup sulit dan harus menempuh sungai karena tak ada jalan darat di desa-desa di pinggiran Sungai Subayang, Namun transportasi yang diberikan pemerintah sama dengan daerah lain.

Untuk membawa bantuan ini dihitung perkilogram barang. Tak kurang Rp 1 juta uang yang dikeluarkan untuk ongkos membawa bantuan ke desa-desa di Sungai Subayang. "Itulah tantangan sebagai pendamping di Kampar Kiri Hulu," beber Yatim.

"Itulah kerja, tak ada yang tak mudah," imbuh Yatim.

Atas peristiwa ini ia berharap ada beras pengganti untuk penerima bantuan. "Kalau telur cukup banyak yang selamat. Bagi keluarga yang tidak kebagian karena terakhir namanya, kemarin itu solusinya para penerima yang lain menyumbang masing-masing satu butir telur untuk yang tidak kebagian," katanya.