Permohonan Pindah Penahanan M Adil ke Pekanbaru Belum Dikabulkan

Rabu, 30 Agustus 2023

BUALBUAL.com - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Pekanbaru belum mengabulkan permohonan pemindahan penahanan Bupati Kepulauan Meranti nonaktif, Muhammad Adil. Penahanan masih dilakukan di Jakarta.

M Adil kini menjalani proses persidangan terkait tiga kasus dugaan korupsi di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru. Ia mengikuti persidangan melalui video conference dari Rumah Tahanan Negara (Rutan) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta.

Pada persidangan perdana, Selasa (22/8/2023), M Adil dan penasehat hukumnya mengajukan permohonan pemindahan tahanan ke Pekanbaru. M Adil ingin langsung hadir di ruang sidang karena menyangkut pembuktian kasus yang menjeratnya.

"Saya mengajukan permohonan maaf. Saya mengharapkan karena ini menyangkut pembuktian di pengadilan dan karena hal saya selaku terdakwa, saya mohon supaya sidang langsung (sidang offline)," pinta M Adil.

Hakim ketua Muhammad Arif Nurhayat ketika itu menyampaikan akan mempertimbangkan permohonan M Adil. Pihaknya terlebih dahulu akan berkoordinasi dengan para pihak terkait, seperti Rutan Kelas I Pekanbaru, dan KPK.

Setelah satu pekan, Boy Gunawan selaku penasehat hukum M Adil kembali mempertanyakan kelanjutan permohonannya. "Izin Yang Mulia, kami ingin menanyakan permohonan (pindah tempat penahanan) yang kami ajukan," kata Boy Gunawan, usai persidangan, Selasa (29/8/2023).

Terkait hal itu, hakim ketua Arif Nurhayat yang didampingi hakim anggota Dr Salomo Ginting, dan Ardian HB Hutagalung kembali menyatakan masih mempertimbangkan. "Mengenai hal itu, masih kami pertimbangkan," ucapnya.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Ikhsan Fernandi dan Irwan Ashadi, mengatakan karena penahanan M Adil sudah jadi kewenangan hakim, maka JPU menyerahkan kebijakan kepada majelis hakim.

"Kami prinsipnya menyerahkan kepada Yang Mulia. Apakah tetap di Rutan KPK atau di Pekanbaru, " kata JPU.

Namun JPU mengingatkan M Adil akan konsekuensi jika nantinya penahanan dipindahkan ke Pekanbaru.

"Jika hadir secara fisik, kami minta terdakwa siap menerima konsekwensinya," kata dia.

"Pelajaran dari terdakwa Fitria Nengsih, pihak Lapas membolehkan keluar untuk sidang di pengadilan, tapi harus bersedia dilakukan tes swab setiap keluar dan masuk ke Lapas, dan itu akhirnya tidak dilakukan," tutur JPU.

JPU mendakwa M Adil dengan 3 dakwaan tindak pidana korupsi. Perbuatan itu dilakukan bersama-sama Fitria Nengsih selaku Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kepulauan Meranti dan auditor Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) perwakilan Riau, Muhammad Fahmi Aressa.

Dalam dakwaan pertama disebutkan M Adil pada tahun 2022 hingga 2023 bersama-sama Kepala BPKAD Kepulauan Meranti Fitria Nengsih melakukan pemotongan sebesar 10 persen setiap pembayaran Uang Persedian (UP) dan Ganti Uang (GU) kepada kepala organisasi Perangkat daerah (OPD) di lingkungan Pemkab Kepulauan Meranti.

Pemotongan itu dibuat seolah-olah utang. Hal itu disampaikan M Adil dan Fitria Nengsih dalam suatu pertemuan. "Terdakwa meminta 10 persen dari setiap OPD. Padahal tidak ada kewajiban dari OPD untuk melakukan itu dan OPD tidak punya utang kepada terdakwa," ujar JPU dalam dakwaannya.

Atas permintaan itu, untuk pencairan bendahara masing-masing meminta persetujuan kepala kepala OPD. Setelah disetujui, dilakukan pencairan dan uangnya diserahkan ke Fitria Nengsih selaku Kepala BPKAD Kepulauan Meranti untuk selanjutnya diberikan kepada M Adil.

Uang diserahkan Fitria Nengsih dan sejumlah kepala OPD di rumah dinas Bupati Kepulauan Meranti, Jalan Dorak, Selatpanjang. Uang itu ada yang langsung diterima M Adil dan ada juga melalui beberapa orang lain seperti ajudan bupati.

Pada tahun 2022, M Adil menerima uang sebesar Rp 12 miliar lebih dan pada tahun 2023 menerima Rp 5 miliar lebih. "Total uang pemotongan UP yang diterima terdakwa selama dua tahun sebesar Rp17.280.222.003,8," kata JPU.

Pada dakwaan kedua, M Adil menerima suap dari Fitria Nengsih selaku kepala perwakilan PT Tanur Muthmainah Tour (TMT) di Kabupaten Kepulauan Meranti sebesar Rp 750 juta. PT TMT merupakan perusahaan travel haji dan umrah yang memberangkatkan jemaah umrah program Pemkab Kepulauan Meranti.

Jemaah yang diberangkatkan itu merupakan guru mengaji, imam masjid dan pegawai berprestasi dengan anggaran APBD Tahun 2022. PT TMT memberangkatkan 250 jemaah dan M Adil meminta fee Rp 3 juta dari setiap jemaah yang diberangkatkan.

Dana yang dicairkan kepada PT TMT dari Bagian Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Sekretariat Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti sebesar Rp8,2 miliar lebih. Dari jumlah itu, Fitria Nengsih mendapat Rp 1,47 miliar dan diserahkan kepada M Adil sebanyak Rp 750 juta.

"Uang diserahkan Fitria Nengsih di rumah dinas Bupati Kepulauan Meranti. Patut diduga uang itu berkaitan dengan jabatan terdakwa selaku Bupati Kepulauan Meranti lantaran memberikan pekerjaan di Bagian Kesra Setdakab tentang perjalanan umrah kepada PT Tanur Muthmainah Tour," ujar JPU.

Dakwaan ketiga, M Adil bersama Fitria Nengsih pada Januari hingga Aptil 2023, memberikan suap kepada auditor Badan Pemeriksanaan Keuangan (BPK) perwakilan Riau, Muhammad Fahmi Aressa. Uang diberikan di Hotel Red Selatpanjang, di parkiran mal di Pekanbaru dan parkiran Hotel Grand Zuri.

Terdakwa melakukan perbuatan berkelanjutan, memberikan uang kepada Muhammad Fahmi Aressa selaku auditor BPK perwakilan Riau sebesar Rp 1 miliar," ucap JPU.

Muhammad Fahmi Aressa merupakan Ketua Tim Auditor BPK yang memeriksa laporan keuangan Pemerintahan Kabupaten Kepulauan Meranti tahun 2022.

"Terdakwa ingin agar Muhammad Fahmi melakukan pengondisian penilaian laporan keuangan mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).