Pimpinan PT BRJ Ditetapkan Sebagai Tersangka Korupsi Proyek Jembatan Sungai Enok, Inhil

Kamis, 07 September 2023

BUALBUAL.com - Direktur PT BRJ berinisial HMF dan mantan direktur berinisial BS ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh penyidik Bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau, Kamis (7/9/2023).

Kedua tersangka diduga ikut bertanggung jawab atas proyek pembangunan Jembatan Sungai Enok, Kecamatan Enok, Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil).

Sebelum ditahan, BS sempat diperiksa sebagai saksi sejak Kamis pagi.

"Kemudian tim penyidik melakukan gelar perkara atau ekspos. Tim berkesimpulan ada dugaan tindak pidana korupsi pada pembangunan Jembatan Sungai Enok Tahun Anggaran 2012 dan menetapkan HMF dan BS sebagai tersangka," ujar Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejati Riau, Bambang Heripurwanto.

Bambang menyebut, penetapan BS sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: Tap.Tsk-02/L.4.5/Fd.1/09/2023 tanggal 07 September 2023 sedangkan HMF berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: Tap.Tsk - 03/L.4.5/Fd.1/09/2023 tanggal 07 September 2023.

Penetapan tersangka sesuai dengan Pasal 184 KUHAP. Pertimbangannya adalah agar tersangka tidak melarikan diri, tidak mengulangi perbuatannya dan tidak menghilangkan barang bukti.

Untuk mempercepat proses penyidikan, tersangka BS langsung ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Pekanbaru selama 20 hari ke depan. Sementara tersangka HMF telah dilakukan pemanggilan oleh Tim Penyidik Pidsus Kejati Riau tapi tidak hadir.

Kedua tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Ayat (1) huruf b Undang-Undang (UU) RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.

"Ancaman hukumannya untuk Pasal 2 ayat (1) paling singkat pidana penjara selama 4 tahun, paling lama 20 tahun dengan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar. Pasal 3, ancaman hukuman paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50 juta," tutur Bambang.

Bambang menjelaskan, proyek dianggarkan dengan DPA sebesar Rp 14.850.000 dengan nilai HPS Rp 14.841.618.000. Perbuatan korupsi dilakukan kedua tersangka dengan modus pengumuman lelang Pokja II ULP Kabupaten Indragiri Hilir tanggal 17 Mei 2012.

Tersangka HMF bersama tersangka BS melengkapi persyaratan lelang atau tender. Selanjutnya tersangka BS bersama-sama dengan tersangka HMF membantu mencarikan personel fiktif.

Setelah melengkapi persyaratan lelang tersebut, tersangka BS dan tersangka HMF membuat dokumen berupa surat penawaran, rekap perkiraan pekerjaan, dan surat pernyataan dukungan alat. Akhirnya, PT BRJ dinyatakan sebagai pemenang lelang.

Disebutkan, tersangka HMF masuk menjadi Direktur PT BRJ dengan alasan sebagai kontrol pekerjaan. Setelah itu tersangka BS dan tersangka HMF membuat draf kontrak dengan memalsukan tanda tangan saksi H pada dokumen kontrak atau addendum I dan II dengan nilai Rp 14.826.029.360 (pada 17 Juli 2012 sampai 31 Desember 2012).

Dalam pelaksanaan pekerjaan tersangka BS merekomendasikan saksi AP untuk bekerja di lapangan dan tersangka BS membeli barang-barang material pembangunan jembatan tersebut. Setiap pencairan uang muka dan termin dilakukan oleh tersangka HMF dengan memalsukan tanda tangan saksi H.

Setelah uang masuk ke rekening PT. BRJ, cek ditandatangani dan dicairkan oleh tersangka HMF sejumlah Rp 1.374.000.000 dan dari rekening PT. BRJ tanggal 4 Januari 2013, setelah pekerjaan selesai. Menurut Ahli Fisik ITB dalam pelaksanaan fisik pekerjaan tidak sesuai volume dan spesifikasi sebagaimana kontrak/addendum I dan II.

Menurut hasil audit yang dilakukan auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) perwakilan Provinsi Riau terlah terjadi penyimpangan dalam pengerjaan proyek tersebut.

"Kerugian keuangan negara sejumlah Rp 1.842.306.309,34," kata Bambang.