Praktisi Hukum Andhes Tan: Bukti Kepemilikan Tanam Tumbuh Tidak Wajib dalam Bentuk Surat

Sabtu, 31 Desember 2022

Praktisi Hukum Andhes Tan

BUALBUAL.com - Indonesia merupakan negara agraria yang mempunyai wilayah daratan digunakan untuk para petani bercocok tanam, karena sektor pertanian dirasa mempunyai kapasitas yang cukup dalam memenuhi kebutuhan sehari hari.

Dalam melakukan aktifitas pertanian pun para petani masih diselimuti rasa kekhawatiran karena lahan pertanian yang mereka miliki tidak jarang sering diklaim oleh pihak lain tanpa menunjukan alas bukti yang sah yang mana klaim atau pengakuan sepihak itupun tidak melalui mekanisme yang telah di tuangkan jelas dalam peraturan hukum yang berlaku. 

Sering oknum masyarakat memasuki lahan yang sedang di kuasai oleh pihak lain, dengan merusak benda yang ada di atas lahan tersebut yang mana dalam sektor pertanian benda tersebut dinamakan tanam tumbuh di atas lahan petani.

Dalam hal peristiwa hukum tersebut, Andhes Tan selaku praktisi hukum menerangkan langkah yang dapat di tempuh atas dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh oknum masyarakat yang tidak mencerminkan masyarakat sadar hukum, adalah dengan melaporkan kepada pihak aparat penegak hukum terkait (Polisi) dan meminta kepada pihak berwajib untuk segera menindak oknum-oknum masyarakat tersebut.

"Kalau sudah ada yang dirusak, baik berbentuk barang ataupun tanam tumbuh yang merupakan milik kita, laporkan saja kepada Polisi untuk segera diusut karena dugaan pengrusakan sudah ada, tinggal polisi menyelidiki dugaan tersebut dan polisi wajib menerima laporan masyarakat," tutur Andhes Tan.

Lanjutnya, tetapi dalam praktiknya pihak aparat penegak hukum menanyakan bukti kepemilikan barang atau tanam tumbuh untuk meneguhkan bahwa benar tanam tumbuh merupakan milik pelapor, dan menyamakan tanam tumbuh sama seperti halnya dengan barang (mobil/motor/perhiasan dll) yang harus juga ada bukti kepemilikannya berbentuk surat kepemilikan. Menurut Andhes Tan, itu merupakan hal yang aneh kalau bukti kepemilikan tanam tumbuh dijadikan syarat mutlak agar laporan bisa berjalan ketahap penyidikan.

"Itu kan aneh, jarang sekali tanam tumbuh memiliki bukti kepemilikan semacam sertifikat tanaman, nah gini lho, kalo tanaman itu singkong dan bibitnya diambil lagi dari batang singkong yang telah di panen, gak perlu lagi beli bibitnya kan dan otomatis bukti pembelian tidak ada jika yang dimaksud bukti kepemilikan itu adalah kwitansi," lanjut, Andhes Tan.

Sambungnya, bila pihak aparat penegak hukum meragukan tanam tumbuh tersebut milik pelapor, maka tinggal dibuktikan saja sebaliknya bisa pihak polisi yang membuktikan maupun pihak terlapor yang membuktikannya dan selama belum dibuktikan sebaliknya maka kepemilikan tanam tumbuh tersebut merupakan milik pelapor.

"Ya gini aja, kalo polisi meragukan tanam tumbuh tersebut bukan milik pelapor, tinggal dibuktikan saja sebaliknya bisa juga nanti terlapor yang membuktikannya tapi kalo emang itu bukan milik pelapor ya, karena hal-hal yang menyangkut laporan polisi merupakan dugaan tindak pidana maka delik materilnya yang harus dibuktikan terlebih dahulu dalam hal ini dugaan pengrusakannya itu harus ada dahulu," ungkapnya.

Terakhir Andhes Tan menyampaikan jika ada pihak yang merasa memiliki lahan atau tanah yang sedang di kuasai oleh orang lain, maka langkah hukumnya yaitu proses pembuktian perdata di persidangan dan mengecam tindakan sewenang-wenang penyerobotan dan pengrusakan di atas lahan yang di kuasai oleh orang lain.

"Saya mengecam tindakan yang diluar prosedur hukum terkait klaim sepihak kepemilikan tanah, negara kita ini negara hukum jadi tidak ada alasan bagi masyarakat dan aparat penegak hukum yang tidak tahu hukum, untuk langkah hukumnya baca saja yurisprudensi MA Nomor 354 Tahun 1993," tutup Andhes Tan.