Prevalensi Stunting Turun, Namun Harus Tetap Waspada

Jumat, 27 Januari 2023

BUALBUAL.com - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengumumkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2022, yang mana prevalensi stunting di Indonesia turun 2,8 persen, yakni dari 24,4 persen di tahun 2021 menjadi 21,6 persen di 2022. 

Namun, di tengah kabar baik turunnya angka stunting di Tanah Air, Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI, Maria Endang Sumiwi mengingatkan, agar seluruh masyarakat Indonesia harus tetap waspada. Sebab jangan sampai hal tersebut malah membuat lengah kemudian malah menimbulkan stunting baru. 

"Memang prevalensi stunting turun, tapi ada kewaspadaan," kata Maria saat memberikan keterangan pers terkait SSGI Tahun 2022 di Jakarta, Jumat (27/1/2023). 

Dijelaskan dia, jika Indonesia ingin menurunkan angka stunting, jangan sampai anak stunting baru bertambah. Untuk itu perlu kewaspadaan dan perhatian seluruh masyarakat agar tetap memperhatikan saat persiapan kehamilan, saat hamil, saat anak membutuhkan ASI eksklusif, dan makanan pendamping ASI. Sebab menurunya, itu merupakan masa krusial yang harus diperhatikan. 

"Kita gembira angka prevalensi turun, tetapi kita harus waspada juga di titik-titik mana kita masih perlu meningkatkan usaha kita," jelasnya. 

Dari data SSGI Tahun 2022 tersebut, angka stunting di Provinsi Riau juga mengalami penurunan, dari 22,3 persen ditahun 2021 menjadi 17,0 persen pada tahun 2022. 

Atas prestasi tersbut, Wakil Gubernur Riau (Wagubri) yang juga Ketua Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Provinsi Riau, Edy Natar Nasution merasa bersyukur karena angka stunting di Bumi Lancang Kuning mengalami penurunan sebanyak 5 persen dari tahun sebelumnya. 

"Upaya yang kita lakukan selama ini alhamdulillah telah membuahkan hasil. Kalau disampaikan pada tahun 2021 angka stunting kita itu berada di 22,3 persen, sekarang kita berada di 17,0 persen, dan kita berharap tentu pelaksanaan ini bisa lebih terkoordinasi lagi," kata Wagubri di Pekanbaru. 

Menurutnya, penyelesaian penurunan stunting tidak bisa hanya diserahkan kepada pihak pemerintah saja. Namun, harus melibatkan berbagai unsur, mulai dari pelaku bisnis atau pihak swasta, akademisi, hingga masyarakat dan media massa. 

Jika kegiatan penurunan stunting dilakukan dengan serius dan terkoordinasi secara baik, Wagubri yakin Riau mampu menurunkan angka stunting sesuai target nasional yaitu 14 persen di tahun 2024. 

"Harapan kita nanti di 2024 itu berada pada target nasional itu 14 persen. Kalau kita betul betul kerja dengan serius dan terkoordinasinya dengan baik, komunikasinya juga berjalan dengan baik saya yakin target itu akan bisa kita capai," pungkasnya. 

Stunting adalah masalah gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu lama. Hal ini terjadi karena asupan makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. 

Stunting disebabkan oleh banyak faktor, seperti ekonomi keluarga, penyakit atau infeksi yang berkali-kali. Lalu, juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan masalah non kesehatan. 

Stunting juga dipengaruhi oleh aspek perilaku, terutama pada pola asuh yang kurang baik dalam praktek pemberian makan bagi bayi yang balita. 

Untuk mengatasi persoalan tersebut, Kementerian Kesehatan mengkampanyekan pentingnya pemberian protein hewani kepada anak, utamanya anak usia dibawah 2 tahun. Cara tersebut dianggap efektif mencegah stunting pada anak karena protein hewani mengandung zat gizi lengkap seperti asam amino, mineral dan vitamin yang penting untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak.