Prihatin dengan Kasus Pak Bongku, Mahasiswa dan Pemuda Riau Jakarta Temui Haris Azhar

Ahad, 14 Juni 2020

BUALBUAL.com - Terkait kasus yang menimpa Pak Bongku (58 tahun) warga Suku Sakai di Dusun Suluk Bongkal, Desa Koto Pait, Kecamatan Pinggir, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. Hanya gara-gara menanam ubi di tanah ulayat yang berada di areal perusahaan, Pak Bongku berurusan dengan hukum hingga berujung penjara.

Kasus pak bongku bermula dari keinginan pak Bongku yang membuka lahan untuk di tanami ubi kayu dan ubi menggelo (ubi racun). Ia menggarap lahan yang merupakan tanah ulayat yang saat ini masih di perjuangkan dan berada di areal konsesi Hutan Tanam Industri (HTI) PT. Arera Abadi Distrik Duri ll, Kabupaten Bengkalis, Riau.

Sebagai bentuk simpati dan empati  atas kasus yang menimpa Pak Bongku, perwakilan mahasiswa & pemuda Riau Jakarta berdiskusi serta menggelar pernyataan pendapat terhadap kasus pak bongku. Bertempat di kantor Lokataru Law and Human Rights Office Jakarta, Minggu (14/6/2020).

Dikesempatan itu, Kordinator Mahasiswa & Pemuda Riau Jakarta Riski beradat mengatakan Kasus pak Bongku ini ada salah satu peristiwa kasus yang muncul di permukaan dan menaruh perhatian khalayak ramai sampai hingga ke nasional.

“Lebih banyak kasus-kasus yang hampir sama seperti pak Bongku yang di alami masyarakat Suku Adat atau Petani yang berhadapan dengan beberapa korporasi perkebunan atau permasalahan lahan di Riau,” kata Riski yang juga merupakan Putra Luhak Kepenuhan

Tambah Riski, Seharusnya Pemda setempat harus melindungi dan mendampingi proses hukum yang di alami masyarakat yang terlibat kasus hukum dan bukan membiarkan kasus ini, kejadian ini akan terulang kembali di kemudian hari yang masih sama dibicarakan saat ini.

“Kita adalah Negara hukum dan demokrasi, jangan sampai hukum hanya tajam menyentuh suatu suku/masyarakat kecil yang tidak berpendidikan dan tidak mengerti dengan hukum,” ujarnya  

Diakui Rizki, ini akan menjadi hal menjadi pekerjaan yang besar bagi penegak hukum yang seharusnya memberikan perhatian lebih kepada korporasi-korporasi yang menguasai kawasan hutan secara ilegal.

“Bukan malah sibuk menangkap dan mengkriminalisasi masyarakat miskin buta hukum yang hanya mengelola setitik hutan yang merupakan tanah adat yang sudah ada sebelum negara Indonesia merdeka untuk bertahan hidup sehari-hari. #Babaskanpakbongku,” tegas Riski

Ditempat yang sama, Direktur Eksekutif Loktaru Haris Azhar berterimakasih kepada perwakilan adik2/mahasiswa Riau yang berada di Jakarta ingin berdiskusi dan yang masih memiliki idealisme untuk menyuarakan dan memperjuangkan permasalahan di alami rakyat kecil atau masyarakat di Riau.

“Saatnya kalian harus pelajari setiap permasalahan di daerah kalian dan jangan takut untuk bersuara demi kepentingan masyarakat yang tidak mengerti atau tidak mengalami pendidikan. Persoalan kasus pak Bongku ini kami dari Lokataru Law and Human Rights Office sudah memberikan pendampingan Amicus Curiase bersama teman-teman LBH Pekanbaru,”

“Serta kalian harus juga datangi Komnas HAM/KLHK untuk bisa mendengarkan mengenai permasalahan ini dan mencari data untuk bisa memperjuangkan kasus seperti ini, semoga Kasus ini bisa di selesaikan dan mendapat putusan keadilan untuk pak Bongku ini,” Haris Azhar.

Penasihat hukum terdakwa dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pekanbaru, Rian Sibarani, mengatakan, Pak Bongku disidang di Pengadilan Bengkalis pada 24 Februari 2020.

"Hakim saat itu menyatakan Pak Bongku bersalah dan menjatuhi hukuman satu tahun penjara dan denda Rp 200 juta,” ujarnya

Dia menyebutkan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Pak Bongku melanggar Pasal 82 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H) yang berbunyi: 

Melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf c dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun penjara serta pidana denda paling sedikit Rp 500 juta dan paling banyak Rp 2,5 miliar."

Namun, menurut Rian, selama dalam perjalanan sidang, tidak satu pun pasal dalam dakwaan Jaksa dapat dibuktikan. Fakta di persidangan mengungkapkan bahwa Pak Bongku adalah masyarakat adat Sakai yang tinggal tidak begitu jauh dari lokasi penebangan.