Proyek KTP elektronik (e-KTP) Diduga Memakan Kerugian Negara

Selasa, 18 April 2017

Bualbual.com - Ruang sidang Pengadilan Tipikor menjadi saksi aksi mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi memuluskan proyek KTP elektronik (e-KTP) yang memakan biaya Rp 5,9 triliun dan diduga mengakibatkan kerugian negara hingga Rp 2,3 triliun. Pada 8 April 2011, panitia pengadaan menerima delapan dokumen penawaran dari sejumlah konsorsium. Termasuk Konsorsium PT Telkom, Konsorsium PNRI, dan Konsorsium Astragraphia. Setelah dilakukan evaluasi konsorsium PNRI dan konsorsium Astragraphia tidak melampirkan ISO 9001 dan ISO 14001 dalam dokumen penawarannya. Namun konsorsium yang terindikasi adanya campur tangan Andi Agustinus alias Andi Narogong lolos dalam tahapan tersebut dengan melampirkan surat keterangan Topaz yang menyatakan pabrik produk item yang akan dipakai memiliki sertifikat ISO 14001. Direktur penanganan permasalahan hukum Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang atau Jasa Pemerintah (LKPP) Setya Budi Arijanta mengungkapkan fakta bahwa selama proses lelang itu, konsorsium Telkomsel merasa ada perlakuan beda oleh Kemendagri terhadap konsorsium PNRI. Disebutkan baik konsorsium Telkomsel ataupun Konsorsium PNRI sama sama tidak melampirkan sertifikat ISO seperti yang diatur dalam Addendum lelang proyek. Akan tetapi, konsorsium PNRI tetap dinyatakan lolos dalam kelengkapan administrasi dokumen. "Kita pernah terima pengaduan intinya dia (konsorsium PT Telkom) diperlakukan beda. Menurut dia kalau pakai dokumen harusnya semua gugur, dia enggak terima. Tapi karena itu sifatnya teknis saya enggak ada kompetensi jawab," ujar Setya di Pengadilan Tipikor, Senin (17/4). Dari situ pihaknya menyarankan agar proses lelang harus dihentikan selama masa sanggah dari konsorsium yang tidak lolos proses lelang. Penghentian proses lelang termaktub secara jelas dalam peraturan presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 Pasal 81 tentang pengadaan barang atau jasa. Dia menambahkan bahwa makna dalam Perpres itu tidak multi tafsir. "Apakah Anda tahu ada banding dan masa sanggah, apakah Anda kasih saran saat itu?" tanya jaksa KPK Abdul Basir kepada Setya. "Waktu itu saya ada yang nanya dijawab deputi saya apakah sanggah, banding hentikan proses? Jawab saya iya (hentikan proses)," ujar Setya. "Itu di Perpres tertulis tapi yang report saya katanya jalan terus, katanya sudah dapat advice dari biro hukum. Dan itu (Perpres) bukan multi tafsir," imbuh dia. Kementerian Dalam Negeri terusik dengan usul penghentian sementara proses lelang. Setya mengatakan, pihak Kementerian Dalam Negeri meminta LKPP mengubah surat yang secara garis besar mengizinkan proses lelang tetap dilanjutkan selama proses sanggah atau banding. Permintaan itu ditolak LKPP. Tak terima dengan itu, Menteri Dalam Negeri saat itu Gamawan Fauzi beraksi. Dia mengadukan LKPP ke kantor Wakil Presiden. Alhasil, LKPP disidang di kantor wapres. Setya mengaku pernah disidang oleh Deputi kantor wakil presiden terkait proyek e-KTP. LKPP berkeyakinan, rekomendasi pembatalan kontrak proyek e-KTP perlu karena ada beberapa rekomendasi yang tidak dijalankan panitia yang dikhawatirkan jika tetap diteruskan akan menimbulkan kerugian negara. Usulan tersebut, imbuh Setya, justru menimbulkan polemik sampai akhirnya disidang di kantor Wapres. "Akhirnya LKPP dipanggil Wapres. Ternyata ada pengaduan Mendagri ke Presiden LKPP menghambat program e-KTP kemudian saya disidang di kantor Wapres dua kali," kata Setya. Pada pertemuan atau pemanggilan pertama di kantor Wapres, LKPP diminta klarifikasi atas rekomendasinya yang dinilai Mendagri Gamawan Fauzi menghambat proyek tersebut. Saat itu, Kepala BPKP, Kepala LKPP dan tim BPKP hadir dan memberi penjelasan. Saat itu LKPP sempat memberikan peringatan akan keluar dari pendampingan proyek e-KTP jika rekomendasi tidak dijalankan panitia. "Kalau LKPP dijadiin stampel kita keluar dari pendampingan kalau rekomendasi LKPP tidak dilakukan kita keluar," tegas dia. Dia menambahkan selain tidak menjalankan rekomendasi LKPP mengenai pembagian tugas dalam pengerjaan proyek tersebut, saran aanwijzing (sebuah tahap dalam metode pemberian penjelasan tentang pasal-pasal dalam rencana kerja, syarat-syarat, dan gambar tender-red) ulang juga tidak dilakukan oleh panitia. Termasuk penandatanganan kontrak pemenang tender, yang disebutnya banyak indikasi kecurangan. "Pas jelang akhir 2013 saya ditelpon oleh PPATK untuk konsultasi pak setya kalau seperti ini saya periksa hasil pekerjaan? Kan belum selesai jangan taken. Tapi ternyata taken, ya terserah Anda," ujar Setya menirukan pihak PPATK yang menghubunginya. "Semua rekomendasi LKPP dipecah 9 item dan aanwijzing ulang tidak dilaksanakan?" Tanya jaksa Abdul Basir. "Kayaknya iya," jawab Setya. Dalam persidangan perdana kasus korupsi proyek pengadaan KTP elektronik Gamawan Fauzi disebut ikut menikmati uang hasil korupsi proyek itu. "Gamawan Fauzi sejumlah USD 4.500.000 (empat juta lima ratus ribu dolar Amerika Serikat) dan Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)," kata Jaksa KPK dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (9/3). Dalam kesaksiannya, Gamawan Fauzi Gamawan selalu mengaku tidak tahu dan lupa atas rangkaian peristiwa sebelum KPK menguak adanya korupsi dalam proyek tersebut. Jaksa penuntut umum KPK mencecar Gamawan terkait pertemuan antara Kementerian Dalam Negeri dengan Komisi II DPR saat melakukan rapat dengar pendapat. Kepada Gamawan, jaksa menanyakan alasan Komisi II DPR mengubah skema penganggaran e-KTP, dari pinjaman hibah luar negeri menjadi anggaran rupiah murni. "Saya tidak tahu. Itu kewenangan DPR dan kementerian keuangan. Kementerian (dalam negeri) kan hanya pengguna anggaran," ujar Gamawan, Kamis (16/3). Jaksa kembali bertanya alasan Gamawan menyetujui perubahan skema anggaran tersebut. Namun berulang kali, dia menegaskan tidak tahu atau tidak memiliki wewenang atas segala perubahan teknis penganggaran. "Itu bukan kewenangan saya. Saya tidak tahu," tukasnya. Gamawan mengklaim program e-KTP bukanlah gagasannya melainkan menteri sebelumnya, Mardiyanto. "Itu sudah dimulai 2 tahun sebelum saya sebagai Menteri Dalam Negeri baru setelah 19 hari saya dilantik DPR Komisi II mengundang saya rapat dengar pendapat (RDP)," katanya. Dia menjelaskan program e-KTP merupakan amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 yang nantinya diperuntukan untuk Pemilu 2014. Kendati demikian, Gamawan sempat berkelit saat ketua majelis hakim Jhon Halasan Butar Butar mengonfirmasi kehadiran Gamawan dalam RDP membahas proyek e-KTP. "RDP tidak selalu membahas. Iya saya selalu hadir tetapi tidak selalu bahas e-KTP," tukasnya. [GR.c]