Putusan MK : Larangan Anggota DPD dari Unsur Partai Politik

Senin, 23 Juli 2018

Bualbual.com, Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) tidak boleh diisi pengurus partai politik (parpol). Hal ini merupakan implikasi putusan MK atas uji materi yang diajukan Muhammad Hafidz, pemohon uji materi terkait syarat menjadi anggota DPD yang diatur dalam pasal 182 huruf I UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pasal 182 huruf l UU Pemilu berbunyi: Perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 181 dapat menjadi peserta pemilu setelah memenuhi persyaratan (l) bersedia untuk tidak berpraktik sebagai akuntan publik, advokat, notaris, pejabat pembuat akta tanah, dan/atau tidak melakukan pekerjaan penyedia barang dan jasa yang berhubungan dengan keuangan negara serta pekerjaan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota DPD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hafidz yang merupakan anggota DPD periode 2014-2019 menilai frasa "pekerjaan lain" mengandung ketidakjelasan makna. Ia lantas meminta MK menambahkan tafsir "fungsionaris partai politik" dalam frasa "pekerjaan lain". Menurut Hafidz penambahan tafsir ini dapat mencegah timbulnya konflik kepentingan antara jabatan seseorang di partai politik dan statusnya sebagai anggota DPD. "Frasa 'pekerjaan lain' dalam 182 huruf I UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai mencakup pula pengurus (fungsionaris) partai politik," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang putusan di Gedung MK, Jakarta, Senin (23/7). Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna mengatakan majelis hakim konstitusi dalam pertimbanganya mengakui pasal tersebut tidak tegas melarang pengurus parpol mencalonkan diri sebagai calon anggota DPD. Namun sikap MK berdasarkan putusan-putusan sebelumnya selalu menegaskan bahwa calon anggota DPD tidak boleh berasal dari anggota parpol tetap berlaku. Adapun terkait status anggota parpol yang saat ini menjabat anggota DPD, MK menyatakan keanggotaannya tetap konstitusional. Kata Palguna, putusan MK berlaku prospektif atau ke depan dan tidak berlaku surut (retroaktif). Dengan putusan ini, maka anggota partai yang mencalonkan diri menjadi anggota DPD pada pemilu selanjutnya harus mengundurkan diri dari kepengurusan parpol. Ini berlaku juga terhadap anggota parpol yang saat ini mengisi jabatan di DPD. Terhadap pengurus partai yang mendaftarkan diri sebagai calon anggota DPD di Pemilu 2019, MK menyatakan bahwa KPU dapat memberikan kesempatan kepada yang bersangkutan sepanjang telah mengundurkan diri dari kepengurusan partai politik. Pengunduran diri itu harus disertai bukti pernyataan tertulis yang bernilai hukum. "Dengan demikian untuk selanjutnya, anggota DPD sejak Pemilu 2019 dan pemilu-pemilu setelahnya yang menjadi pengurus partai politik adalah bertentangan dengan UUD 1945," ujar Palguna.* (wis/kid/cnnindinesia)