Rekomendasikan Tutup Dua Tambang Pasir di Lingga, Abdul Wahid: Ini Kerja Setan

Selasa, 17 Agustus 2021

Abdul Wahid (menggunakan baju batik hitam) anggota DPR RI komisi VII dari fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tinjau pertambangan pasir di Kabupaten Lingga, Selasa (17/08).

BUALBUAL.com - Abdul Wahid anggota DPR RI komisi VII dari fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) didampingi Wakil Bupati Lingga Neko Wesha Pawelloy dan Plt Dinas Lingkungan hidup kabupaten Lingga, H. Armia melakukan investigasi ke lokasi perusahaan tambang yang berlokasi di desa Tanjung Irat  kecamatan Singkep Barat Kabupaten Lingga, provinsi Kepulauan Riau, Selasa (17/08).

Adapun lokasi perusahaan tambang yang dikunjunginya hari ini yaitu PT. TBJ (Telaga Bintan Jaya ), PT. CSS (Citra Semarak Sejati ) dan PT. Groa Indonesia.

Dari hasil tangkapan video awak media ini, saat tiba ke lokasi tambang PT CSS dan PT. Groa Indonesia. Abdul Wahid terlihat marah besar dan secara tegas akan merekomendasikan menutup dan mencabut izin kedua perusahaan tersebut, karena dinilai sudah melanggar ketentuan UU dan melakukan tindak pidana lingkungan yang merugikan negara.

"Saya tidak melarang untuk menambang karena itu untuk peningkatan pendapatan daerah tapi harus perhatikan juga aspek lingkungan. Kalau seperti ini sudah tidak benar namanya, lebih baik ditutup dan dicabut saja izinnya," tegas Abdul Wahid dengan nada kesal.

Sebanyak 2 perusahan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) pasir ini tidak mematuhi undang - undang pertambangan yang benar untuk itu terhadap pemegang IUP yang melanggar aturan pertambangan, sebaiknya ditutup.

"Mau jadi apa negara ini, jika dibiarkan bisa tenggelam pulau Singkep. Untuk itu PT Groa dan PT CSS kita tutup saja ini bukan tambang batuan lagi, ini kerja setan namanya bukan cari makan, mana ada tambang galian C digali dengan kedalaman 14 meter udah seperti danau Ciberia," tandasnya.

Sebagai mana sangsi yang sudah diatur di dalam aturan pertambangan, bagi pemegang izin yang melanggar aturan sebagaimana diatur Undang-Undang (UU) No. 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, UU No. 3 tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, serta UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Dalam Pasal 17 ayat (1) UU No. 18 Tahun 2013, sambung Wahid, setiap orang dilarang membawa alat-alat berat, melakukan kegiatan penambangan, mengangkut, membeli dan menjual hasil tambang di dalam kawasan hutan tanpa izin Menteri.

"Bagi yang melanggar dapat dipidana penjara paling singkat 8 tahun dan paling lama 20 tahun, serta pidana denda paling sedikit Rp 20 miliar dan paling banyak Rp 50 miliar," terang Abdul Wahid.