Resmi KPK Tetapkan Gubernur Kepri Nurdin Basirun Tersangka Suap Izin Reklamasi

Jumat, 12 Juli 2019

BUALBUAL.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Gubernur Kepulauan Riau Nurdin Basirun sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait izin prinsip dan lokasi pemanfaatan laut, proyek reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Kepri serta kasus dugaan penerimaan gratifikasi. Tak hanya Nurdin, status tersangka juga disematkan KPK terhadap Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kepri Edy Sofyan dan Kepala Bidang (Kabid) Perikanan Tangkap Kepri Budi Hartono serta seorang pihak swasta bernama Abu Bakar. Penetapan tersangka terhadap empat orang ini dilakukan penyidik melalui gelar perkara setelah memeriksa intensif Nurdin dan sejumlah pihak lain yang ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu (10/7/2019). "KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dan menetapkan empat orang sebagai tersangka," kata Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (11/7/2019) malam. Basaria memaparkan, kasus suap yang menjerat Nurdin bermula saat Pemprov Kepri mengajukan pengesahan Peraturan Daerah (Perda) Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RzWP3K) untuk dibahas di Paripurna DPRD. Keberadaan Perda ini akan menjadi acuan dan dasar hukum pemanfaatan Pengelolaan wilayah kelautan Kepri, terutama terkait dengan RZWP3K Provinsi Kepri. Diungkapkan, terdapat beberapa pihak yang mengajukan permohonan izin pemanfaatan laut untuk proyek reklamasi untuk diakomodir dalam RZW3K Provinsi Kepri, salah satunya Abu Bakar yang mengajukan izin pemanfaatan laut untuk melakukan reklamasi di Tanjung Piayu, Batam. Reklamasi tersebut rencananya akan digunakan Abu Bakar untuk pembangunan resort dan kawasan wisata seluas 10,2 hektare‎. "Padahal, Tanjung Piayu merupakan area yang diperuntukkan sebagai kawasan budidaya dan hutan lindung," tutur Basaria. Nurdin selanjutnya‎ memerintahkan anak buahnya, Budi Hartono dan Edy Sofyan untuk membantu Abu Bakar meloloskan izin yang diajukan terkait pemanfaatan laut guna melakukan reklamasi.‎ Namun, karena pemanfaatan lahan tersebut tidak sesuai, maka izin kepentingan reklamasi diubah untuk mengakomodasi kepentingan Abu Bakar tersebut. "Maka ia harus menyebutkan akan membangun restoran dengan keramba sebagai budidaya ikan di bagian bawahnya. Upaya ini dilakukan agar seolah-olah terlihat seperti fasilitas budidaya," ungkapnya. Setelah itu, Budi memerintahkan Edy untuk melengkapi dokumen dan data pendukung agar izin Abu Bakar segera disetujui. Dokumen dan data pendukung yang dibuat Edy ternyata tidak berdasarkan analisis apapun. Nurdin kemudian diduga menerima uang dari Abu Bakar baik secara langsung maupun melalui Edy secara bertahap. Pada 30 Mei 2019, ‎Gubernur Kepri diduga menerima uang sebesar Sin$ 5.000 dan Rp 45 juta. Kemudian hari berikutnya atau pada 31 Mei 2019, terbit izin prinsip reklamasi untuk Abu Bakar dengan luas area sebesar 10,2 hektare. "Pada tanggal 10 Juli 2019 memberikan tambahan uang sebesar Sin$ 6.000 kepada NBA (Nurdin Basirun) melalui BUH (Budi Hartono)," kata Basaria. Atas tindak pidana yang diduga dilakukannya, Nurdin disangkakan melanggar Pasal ‎12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Sementara Edy dan Budio disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Sedangkan Abu Bakar yang disangka sebagai pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.   Sumber: beritasatu.com