Sebut Sejumlah nama pembunuh Munir, benarkah hasil TPF dihilangkan?

Ahad, 16 Oktober 2016

Bualbual.com - Jakarta, Hingga kini laporan hasil investigasi yang dilakukan oleh Tim Pencari Fakta (TPF) terkait kasus terbunuhnya aktivis HAM Munir Said Thalib hilang tak diketahui rimbanya. Kuat dugaan, laporan tersebut sengaja dihilangkan Ketua Setara Institute, Hendardi mengatakan ada kejanggalan terkait keberadaan laporan akhir TPF kasus munir yang belum ditemukan. Menurut Hendardi yang juga mantan anggota TPF, pernyataan Kemensesneg yang mengaku tidak memiliki dokumen menunjukkan buruknya tata kelola administrasi negara dalam pemerintahan. "Ingatan publik masih kuat bahwa pada 24 Juni 2005, TPF diterima oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan didampingi antara lain oleh Yusril Ihza Mahendra, Sudi Silalahi, Andi Mallarangeng untuk menyerahkan laporan akhir TPF. Jadi, sesuai mandatnya TPF telah menyelesaikan tugas dan menyerahkan laporannya kepada pemberi mandat, yakni Presiden Susilo Bambang Yudhoyono," ujar Hendardi dalam siaran persnya, Jumat (14/10). Munir dan Suciwati istimewa Jika memang bukan karena tata kelola administrasi yang buruk, kata dia, ada indikasi bahwa laporan akhir TPF tersebut sengaja dihilangkan. "Maka patut diduga adanya kesengajaan menghilangkan dokumen tersebut oleh pihak-pihak yang tidak menghendaki penuntasan kasus Munir," ujarnya. Lalu mengapa laporan akhir TPF harus dihilangkan? Hendardi mengatakan, dalam laporan yang dia susun bersama anggota TPF yang lain, menyebut sejumlah nama. Nama-nama itu diduga terlibat dalam permufakatan untuk melenyapkan suami dari Suciwati itu. "Patut diingat, bahwa TPF saat itu merekomendasikan sejumlah nama yang diduga kuat telah melakukan permufakatan jahat membunuh Munir," ujarnya. Namun Hendardi tidak bisa mempublikasinya temuan TPF yang dia susun. Yang berhak melakukan itu adalah SBY yang saat itu menjadi presiden dan membentuk TPF Salah satu rekomendasi yang disampaikan kepada SBY saat itu adalah dibentuk tim baru. "TPF juga merekomendasikan agar SBY membentuk Tim baru dengan mandat dan kewenangan yang lebih kuat untuk menjangkau koordinasi lintas institusi dan mengawal penuntasan kasus Munir," terangnya. Hendardi menyebut, hilangnya dokumen TPF Munir adalah preseden buruk bagi penegakan HAM di Indonesia. Padahal saat presiden SBY membentuk TPF dan menghasilkan rekomendasi pun, hasil kerja itu juga belum mampu mengungkap kebenaran dan melimpahkan keadilan. Aktivis ziarah ke makam Munir 2015 merdeka.com/darmadi sasongko Menurutnya, untuk menyelesaikan kasus yang melibatkan unsur negara seperti kasus Munir memerlukan kemauan politik serius dan keberpihakan pada korban dengan cara memastikan rekomendasi hasil TPF ditindaklanjuti. "Bagi saya, jika SBY berbesar hati, maka sudah semestinya membantu Jokowi dengan menjelaskan di mana dokumen tersebut berada termasuk menjelaskan motivasi apa yang mendorong penghilangan dokumen tersebut. Sebaliknya, dengan kewenangannya, Jokowi sebenarnya amat mampu meminta jajarannya untuk menjelaskan keberadaan laporan akhir TPF tersebut," ujarnya. Koordinator KontraS, Haris Azhar menilai bila pemerintah tak mau mempublikasikan hasil penyelidikan itu atau menghilangkan dokumen tersebut sama artinya pemerintah tidak memberikan keadilan kepada Munir, keluarga dan masyarakat. Sebab dia mencurigai ada nama-nama lain atau pihak-pihak atau institusi yang terlibat dalam kasus kematian Munir. "Barangkali ada nama-nama lain yang ikut terlibat dalam kasus ini. Saya yakin ada nama lain selain Polycarpus dalam kasus ini yang sengaja ditutupi," ujar Haris kemarin. Dari pengamatan Haris, pemerintah terlihat diam dan cenderung tidak melakukan aksi apapun untuk mengusut tuntas pembunuhan Munir Said Thalib. Untuk itu pihaknya ingin mengetahui isi dari temuan TPF yang diberi mandat untuk melakukan penyelidikan atas kasus tersebut. "Jadi kita mau lihat temuan TPF itu seperti apa. Temuan mereka akan kami jadikan sebagai indikator hal-hal yang telah dan belum dilakukan oleh pemerintah," kata Haris. Belakangan kata Haris malah Jaksa Agung menyatakan kasus Munir telah selesai dan ditutup. Jaksa Agung menyebutkan dengan diputusnya hukuman terhadap Polycarpus maka kasus Munir pun dinyatakan selesai.   Jalan Munir di Belanda 2015 merdeka.com/muhammad luthfi rahman "Kalau dia bilang seperti itu, dia tahu dari mana? Dia sudah periksa itu kasus? Memang di JPU-nya? Dia juga baru nangkring kan di posisinya ? Emang dia baca? Kan katanya hilang. Dasarnya apa dia bilang gitu?," ungkap Haris. Untuk itu Haris menegaskan kasus kematian Munir belum selesai. Dokumen hasil penyelidikan TPF tersebut akan mengungkapkan sejauh mana pemerintah harus menangani kasus Munir, sementara masyarakat akan mengawasi penindakan kasus itu. Aktivis HAM sekaligus pendiri lembaga KontraS dan Imparsial, Munir Said Thalib, meninggal di dalam pesawat Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA-974 ketika sedang dalam perjalanan menuju Amsterdam, Belanda pada 7 September 2004. Suami Suciwati itu ke Belanda untuk tujuan melanjutkan kuliah pasca-sarjana. Pada 11 November 2004, pihak keluarga mendapat informasi dari media Belanda bahwa hasil autopsi oleh Institut Forensik Belanda (NFI) membuktikan bahwa Munir meninggal akibat racun arsenik dengan jumlah dosis yang mematikan.   BBC/Ucl Merdeka.com