Seks, narkoba, tambang, dan maut: Cara Duterte mengguncang Filipina

Kamis, 19 Oktober 2017

Seks, narkoba, tambang, dan maut: Cara Duterte mengguncang Filipina   Para pendukungnya menganggap Presiden Rodrigo Duterte 'utusan Tuhan' dan penuh dengan 'kebijaksanaan.' Para pengkritiknya menuduh ia melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan. Dia dijuluki 'Si Penghukum' dan 'Trump dari Timur.' Terlepas dari kontroversi internasional, tindakannya membuahkan hasil dan popularitasnya di dalam negeri terus meningkat. Rebecca Henschke di Manila melihat empat cara Duterte mengubah Filipina dan wilayah sekitar Indonesia itu. Larangan total pertambangan? Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengatakan Filipina dapat bertahan hidup tanpa pertambangan. Ia mengatakan pemerintahannya mengkaji kemungkinan untuk melarang penambangan sepenuhnya, 'dan kemudian 'kami akan berbicara kepada para penambang.' Dia mengatakan alasannya adalah untuk menyelamatkan lingkungan. "Kalau persoalannya adalah pelestarian negara saya, bumi Filipina, ... saya akan melakukan apa yang harus dilakukan," kata Duterte. Pemerintah sudah memerintahkan penutupan 23 dari 41 tambang negara untuk melindungi daerah aliran sungai. Dan menangguhkan lima lain untuk pelanggaran lingkungan dan membatalkan 75 kontrak tambang yang belum dijalankan. Sektor pertambangan memberikan kontribusi pemasukan sekitar 70 miliar peso Filipina (Rp17 triliun) per tahun. Tapi Presiden Duterte menganggap Filipina bisa hidup tanpa itu. "Anda pikir Anda dapat hidup dengan itu (kerusakan lingkungan) karena 70 miliar (peso) atau karena mereka memberikan sumbangan untuk dana kampanye politik? Saya tidak," kata Duterte, sambil menunjukkan gambar kerusakan lingkungan akibat pertambangan, dalam sebuah konferensi pers. Filipina adalah salah satu eksportir nikel terbesar di dunia setelah Indonesia.   Perang narkoba: 'masih banyak yang akan akan dibunuh' Duterte menyebut anggota parlemen Eropa sebagai 'orang gila' ketika menjawab kecaman mereka terhadap perang narkoba yang dilancarkannya secara berdarah. Duterte malah menyatakan bahwa semua pengedar akan dibunuh. Ia mengatakan hal itu setelah pekan lalu Parlemen Eropa mengeluarkan resolusi yang mengutuk 'tingginya jumlah pembunuhan di luar hukum' dalam perang narkoba Duterte ini. "Saya tidak paham orang-orang gila ini. Mengapa mereka mencoba untuk memaksakan (pandangan mereka) pada kami? Mengapa tidak mengurus masalah mereka sendiri," kata Duterte, "Mengapa Anda harus bikin masalah dengan kami, Persetan." Polisi dilaporkan telah menewaskan lebih dari 2.500 orang, sementara kelompok-kelompok hak asasi mengatakan terjadi pula lebih dari 5.000-8.000 kematian lainnya terkait dengan perang narkoba. "Masih banyak lagi yang akan mati. Saya tegaskan saya tidak akan berhenti. Saya akan meneruskannya sampai bandar obat bius terakhir di Filipina mati dan pengedar narkoba enyah dari jalanan," katanya. Dia mengatakan dia harus 'menghancurkan' pengedar kecil-kecilan di jalanan, sebagaimana bandar besar dan kartel narkoba.   Kontrasepsi gratis bagi warga miskin   Presiden Duterte telah memerintahkan lembaga-lembaga pemerintah untuk memperluas akses terhadap kontrasepsi, terutama bagi perempuan miskin. Dia menginginkan agar pada tahun 2018, terjadi "kebutuhan yang belum terpenuhi untuk keluarga berencana modern mencapai angka nol." Perintah eksekutif Duterte untuk kontrasepsi gratis bagi masyarakat miskin ditandatangani awal tahun ini merupakan bagian dari perjuangan panjang untuk KB di Filipina yang mayoritas Katolik. Presiden menegaskan pentingnya keluarga berencana untuk mengurangi kemiskinan. Tapi Gereja Katolik yang sangat berpengaruh di Filipina, menganggap menggunakan kontrasepsi adalah sama dengan aborsi dan bertentangan dengan ajaran 'kesucian hidup.' Gereja meminta umat Katolik untuk menggunakan metode alami dengan sistem kalender untuk berhubungan seks hanya saat perempuan sedang tidak dalam masa subur. Belum lama ini Presiden Duterte menantang gereja dengan mengatakan bahwa Anda tidak dapat mengontrol syahwat Anda seperti itu dan bahwa sistem kalender itu       (Bbc)