Seorang Bocah Perempuan di Inhil Diterkam Harimau Sumatera Hingga Meninggal Dunia

Rabu, 03 November 2021

BUALBUAL.com - Seorang bocah perempuan berinisial MS (12) diterkam harimau sumatera sehingga meninggal dunia, Minggu (31/10/2021).
Peristiwa penyerangan hewan buas ini terjadi Desa Teluk Kabung, Kecamatan Gaung, Kabupaten Indragiri Hilir.

Disampaikan Kepala Bidang Teknis Balai Besar KSDA Riau, M. Mahfud, pihaknya awalnya mendapat laporan dari Kepala Unit PT Mutiara Sabuk Khatulistiwa (MSK).

Korban MS merupakan anak seorang pekerja pada Perusahaan PT Usaha Berkat Fangarato (UBF) yang merupakan salah satu kontraktor penanaman di PT MSK.

“Lokasi kejadian konflik merupakan lokasi sedang dilakukan aktivitas penanaman,” kata Mahfud secara tertulis, Rabu (3/11/2021).
Dijelaskannya, kejadian terjadi pada Minggu (31/10/2021) dini hari sekitar pukul 00.05 WIB.

Ibu korban mendengar jeritan minta tolong dari korban yang sedang tidur bersamanya di dalam camp atau pondok kerja.

“Mendengar jeritan tersebut orangtua korban terbangun dan samar samar melihat anaknya (korban) seperti ada yang menyeret keluar dari pondok kerja. Kemudian orang tua korban (ibu) keluar dari pondok kerja namun anaknya tidak terlihat lagi karena kondisi gelap,” kata Mahfud.

Dilanjutkannya, kemudian orang tua korban masuk kembali ke dalam pondok untuk mengambil senter untuk mencari korban.

“Selanjutnya ibu korban menemukan anaknya lebih kurang meter daricCamp dalam kondisi meninggal dunia dengan bekas luka cakaran dan gigitan di bagian kepala serta tengkuk korban. Melihat kondisi anaknya tersebut ibu si korban meminta tolong ke camp tenaga kerja yang berada dekat dengan TKP. Saat kejadian orang tua korban (bapak) tidak berada di camp karena sedang belanja keperluan untuk lokasi kerja,” jelas Mahfud lagi.

Tidak berapa lama kemudian tenaga kerja yang berada di dekat tempat kejadian menghubungi keluarga korban yang berada di PT Bina Duta Laksana (BDL), dan keluarga korban menghubungi Security PT MSK.

Selanjutnya, sekitar lebih kurang jam 01.05 WIB, Security PT MSK langsung menuju tempat kejadian untuk mengevakuasi korban dan dibawa ke Pos P3K PT MSK dalam kondisi sudah meninggal.

“Selanjutnya dilakukan visum oleh pihak kepolisian dan medis dengan hasil diagnosis awal kematian disebabkan oleh Death On Arrival atau Gigitan Binatang Buas,” tambah Mahfud.

Korban selanjutnya dibawa ke rumah duka dan dimakamkan.

Dijelaskan Mahfud, Resort Balai Besar KSDA terdekat menyampaikan belasungkawa terhadap korban bersama dengan pihak perusahaan serta bersama sama dengan pihak perusahaan dan TNI melakukan mitigasi konflik satwa.

Dari hasil investigasi di lokasi tim menemukan bekas cakaran pada dinding pondok kerja yang terbuat dari plastik terpal dan jejak yang diduga adalah jejak satwa liar harimau sumatera.

Selanjutnya tim melakukan sosialisasi serta imbauan kepada karyawan yang ada di sekitar kejadian agar hati-hati dan waspada serta tidak melakukan aktivitas pada waktu pagi dan sore hari.

Tim juga menyampaikan kepada masyarakat yang bermukim di sekitar lokasi kejadian agar tidak memasang jerat atau melakukan tindakan anarkis terhadap satwa liar yang dilindungi termasuk harimau sumatera.
Pihak perusahaan juga menghentikan aktivitas sementara dan memindahkan seluruh pekerja yang berada di tempat kejadian dan sekitarnya ke camp induk PT MSK.

Tim juga memasang camera trap di lokasi kejadian sebanyak 3 unit. Keesokan harinya, Senin (1/11/2021) Balai Besar KSDA Riau melaksanakan rapat bersama para pihak untuk merumuskan rencana tindaklanjut penanganan konflik.

Dari hasil rapat tersebut tim akan melakukan identifikasi terhadap individu satwa yang berkonflik dengan penambahan pemasangan camera trap sebanyak 10 unit yang mencakup wilayah konsesi dan sekitarnya.

Pemasangan umpan pada titik titik tertentu dalam rangka menarik pergerakan satwa ke camera trap serta melakukan operasi pembersihan jerat di sekitar jalur jelajah satwa bersama pihak terkait.

Selain itu tim juga mendorong perusahaan untuk meningkatkan patroli dan pengawasan pada pusat-pusat aktivitas kerja.

Pihak perusahaan juga perlu mengubah pola penempatan pondok kerja lapangan (mobile camp) menjadi lebih terpusat sehingga para pekerja bisa lebih terkontrol dan saling menjaga serta lebih menjamin keamanan dari serangan satwa liar.

Selanjutnya adalah melakukan sosialisasi terkait mitigasi konflik kepada para pekerja dan pihak yang berada di sekitar lokasi dan mendorong perusahaan untuk lebih meningkatkan peran Satgas penanganan konflik dan melakukan patroli secara mobile.

“Kepada semua pihak yang memiliki izin yang di dalamnya merupakan wilayah jelajah pergerakan harimau sumatera agar bisa menciptakan kondisi kerja yang bersahabat dan lebih antisipatif dengan peningkatan pengawasan melalui patroli baik pengawasan pekerjaan maupun aktivitas illegal seperti perburuan atau pemasangan jerat, melakukan imbauan kewaspadaan secara rutin, melakukan operasi sapu jerat, melakukan monitoring satwa liar secara rutin dan melaporkannya,” kata Mahfud.