Terlibat Kasus Korupsi Alkes 3 Dokter RSUD Arifin Achmad Pekanbaru jadi tersangka

Kamis, 11 Januari 2018

Bualbual.com, Kepolisian Resor Kota Pekanbaru melakukan penyidikan dugaan korupsi pengadaan Alat Kesehatan senilai Rp 1,5 miliar di Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad Pekanbaru milik Pemprov Riau. Ada lima orang tersangka, 3 di antaranya adalah dokter di rumah sakit plat merah itu. Lima tersangka telah ditetapkan, tiga di antaranya berprofesi sebagai dokter di rumah sakit pemerintah itu. Kelima tersangka adalah dua rekanan dari CV Prima Mustika Raya (PMR) berinisial M dan Y serta tiga dokter berinisial dr KAP, dr M dan dr WZ. Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kelima tersangka sudah dikirimkan penyidik ke Kejaksaan Negeri Pekanbaru. Kepala Seksi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Pekanbaru, Azwarman, mengatakan, SPDP kelima tersangka diterimanya terpisah. Dua SPDP rekanan diterima pada Kamis (4/1) lalu, sedangkan SPDP tiga dokter diterima pada Senin (7/1). "Ketiga dokter yang diduga terlibat berstatus Aparatur Sipil Negara di rumah sakit itu. Mereka diduga melakukan pembelian Alkes ke perusahaan lain selain rekanan yang ditunjuk," ujar Azwarman, Rabu (10/1). Untuk menindaklanjuti SPDP tersebut, Azwarman telah membentuk tim jaksa peneliti yang akan mendalami berkas perkara dari penyidik Satreskrim Polresta Pekanbaru. Ia berharap, penyidik segera melimpahkan berkas perkara ke kejaksaan agar bisa ditelaah. Dalam berkas kepolisian disebutkan, kelima tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) jo Pasal (3), jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 30 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dalam UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Pembelian Alkes tersebut dilakukan pada tahun anggaran 2012/2013 dengan pagu Rp5 miliar. Untuk pengadaan barang tersebut, RSUD bekerja sama dengan CV PMR. Dalam penyidikan, ditemukan kalau pengadaan Alkes tidak sesuai prosedur karena pihak rumah sakit menggunakan nama rekanan CV PMR untuk pengadaan alat bedah senilai Rp1,5 miliar. "Namun dalam prosedurnya, alat-alat tersebut langsung dibeli dokter bukan kepada CV PMR tetapi kepada distributor PT Orion Tama, PT Pro-Health dan PT Atra Widya Agung," ucapnya. Nama CV PMR digunakan untuk proses pencairan dan dijanjikan mendapat keuntungan sebesar lima persen dari nilai kegiatan. Akibat perbuatan itu, berdasarkan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) negara dirugikan Rp420.205.222. ****(mdk/eko)