TKN Jokowi Sebut: Doa Neno Contoh Agama Jadi Kedok Kepentingan Politik

Ahad, 24 Februari 2019

BUALBUAL.com, Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Abdul Kadir Karding menilai doa atau puisi yang dibacakan oleh Neno Warisman pada acara Munajat 212, Kamis (21/2) lalu menunjukkan bagaimana agama dijadikan kedok untuk kepentingan politik semata. "Menurut saya tidak pantas disebut sebagai doa atau puisi. Neno adalah contoh paling gamblang bagaimana agama dijadikan kedok untuk tujuan politik," kata Karding dalam keterangannya, Sabtu (23/2). Diketahui, Neno membacakan doa yang sebagian intinya meminta kemenangan dalam Pilpres nanti. Doa ini menuai kontroversi karena ada satu bait yang berisi kekhawatiran jika tak memenangkan Pilpres maka tak ada lagi yang menyembah Allah. "...Jangan, jangan Engkau tinggalkan kami dan menangkan kami. Karena jika Engkau tidak menangkan. Kami khawatir ya Allah. Kami khawatir ya Allah tak ada lagi yang menyembah-Mu..." Lebih lanjut, Politikus PKB itu menyatakan diksi 'tak ada lagi yang menyembah Allah' sengaja dipilih Neno untuk menggiring opini publik. Ia menyatakan diksi itu dibuat untuk menunjukkan seolah-olah hanya kelompok Neno satu-satunya yang selama ini menyembah Allah. Sedangkan kelompok lain yang berseberangan bukan penyembah Allah. "Pertanyaan saya, dari mana Neno bisa mengambil kesimpulan itu? Apa ukurannya sampai ia bisa mengatakan jika pihaknya kalah maka tak akan ada lagi yang menyembah Allah?" Kata dia. Lebih lanjut, Karding mengatakan Neno menafikkan kenyataan bahwa Jokowi-Ma'ruf merupakan bagian dari umat Islam. Tak hanya itu Jokowi-Ma'ruf turut juga didukung banyak ulama, kiai dan santri pondok pesantren. "Pak Jokowi-Ma'ruf juga umat Islam yang juga menjalankan shalat, zakat, haji, dan berbagai kelompok lintas agama. Apa Neno merasa cuma dia dan kelompoknya yang menjalankan ibadah?" kata dia. Karenanya Karding menilai Neno sedang terjebak pada fanatisme politik saat ini. Hal itu tertuang dalam tiap ucapannya yang kerap mendiskreditkan lawan politiknya. "Ucapannya bukan saja mendiskreditkan kelompok yang berlainan politik dengannya tapi bahkan juga berani mendikte dan mengancam Tuhan," kata dia.   Sumber: cnnindonesia