Tujuh Aksi Konvergensi Stunting dan Hasil Analisis Data Pengukuran Stunting di Kecamatan Kateman Tahun 2022

Selasa, 20 Desember 2022

Grafik 1. Angka Prevalensi Stunting di Kecamatan Kateman Tahun 2022

BUALBUAL.com - Perkembangan Sebaran  Prevalensi Stunting Masalah anak pendek (stunting) merupakan salah satu permasalahan gizi yang dihadapi di dunia, khususnya di negara-negara miskin dan berkembang.

Stunting menjadi permasalahan karena berhubungan dengan meningkatnya risiko terjadinya kesakitan dan kematian, perkembangan otak suboptimal sehingga perkembangan motorik terlambat dan terhambatnya pertumbuhan mental.

Beberapa studi menunjukkan risiko yang diakibatkan stunting yaitu penurunan prestasi akademik, meningkatkan risiko lebih rentan terhadap penyakit tidak menular dan peningkatan risiko penyakit degeneratif Penelitian kohort prospektif di Jamaika, dilakukan pada kelompok usia 9-24 bulan, diikuti perkembangan psikologisnya ketika berusia 17 tahun, diperoleh bahwa remaja yang terhambat pertumbuhannya lebih tinggi tingkat kecemasan, gejala depresi, dan memiliki harga diri (self esteem) yang rendah dibandingkan dibandingkan dengan remaja yang tidak terhambat pertumbuhannya. Anak-anak yang terhambat pertumbuhannya sebelum berusia 2 tahun memiliki hasil yang lebih buruk dalam emosi dan perilakunya pada masa remaja akhir.

Oleh karena itu stunting merupakan prediktor buruknya kualitas sumber daya manusia yang selanjutnya akan berpengaruh pada pengembangan potensi bangsa. 

Prevalensi stunting di Indonesia menempati peringkat kelima terbesar di dunia. Data Riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan prevalensi stunting dalam lingkup nasional sebesar 37,2%, terdiri dari prevalensi pendek sebesar 18,0% dan sangat pendek sebesar 19,2%. Stunting dianggap sebagai masalah kesehatan masyarakat yang berat bila prevalensi stunting berada pada rentang 30-39%. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia sedang mengalami masalah kesehatan masyarakat yang berat dalam kasus balita stunting.

Stunting merupakan bentuk kegagalan pertumbuhan (growth faltering) akibat akumulasi ketidakcukupan nutrisi yang berlangsung lama mulai dari kehamilan sampai usia 24 bulan. Keadaan ini diperparah dengan tidak terimbanginya kejar tumbuh (catch up growth) yang memadai.

Indikator yang digunakan untuk mengidentifikasi balita stunting adalah berdasarkan indeks Tinggi badan menurut umur (TB/U) menurut standar WHO child growth standart dengan kriteria stunting jika nilai z score TB/U < -2 Standard Deviasi (SD). Periode 0-24 bulan merupakan periode yang menentukan kualitas kehidupan sehingga disebut dengan periode emas.

Periode ini merupakan periode yang sensitif karena akibat yang ditimbulkan terhadap bayi pada masa ini akan bersifat permanen dan tidak dapat dikoreksi. Untuk itu diperlukan pemenuhan gizi yang adekuat pada usia ini. 

Pada tahun 2022, Pemerintah Daerah Kabupaten Indragiri Hilir telah mengadakan Rembuk Stunting dengan menetapkan 40 lokus desa/kelurahan untuk intervensi spesifik dan sensitive pada lokus tersebut. Kecamtan Kateman sebagai salah satu kecamatan lokus memiliki tanggung jawab dalam pencegahan dan penurunan Stunting di tingkat Kecamatan. 

Dari grafik dan peta di atas menunjukkan adanya kenaikan dan penurunan persentase balita Stunting di Kecamatan Kateman pada tahun 2021 dan tahun 2022. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh konvergensi program/intervensi upaya percepatan pencegahan stunting telah mampu menurunkan presentase balita stunting di Kabupaten Indragiri Hilir tepatnya di beberapa kelurahan maupun desa di kecamatan kateman, kelurahan maupun desa yang mengalami kenaikan persentase angka stunting perlu peningkatan kerjasama dan komitmen semua pemangku kebijakan dan pelaksana program agar dapatnya lebih kompak lagi dalam menangani stunting di Kecamatan Kateman.

Upaya yang telah dilakukan di Kecamatan Kateman guna menurunkan angka stunting melalui perbaikan gizi di masa 1.000 Hari pertama Kehidupan (HPK), antara lain :

a. Pelatihan pencegahan dan penanggulangan stunting

b. Pemilihan Duta Stunting

c. Semakin gencarnya sosialisasi Inisiasi Menyusu Dini (IMD), ASI Ekslusif

d. Pendidikan gizi untuk ibu hamil

e. Pemberian TTD untuk ibu hamil, 

f. Pemberian makan pada Bayi, dan Anak (PMBA), 

g. Program penyehatan lingkungan

h. Penyediaan sarana dan prasarana air bersih dan sanitasi

i. Gerakan Satu Hati (GSH).

A. Faktor Determinan yang Memerlukan Perhatian

Banyak faktor yang menyebabkan tingginya kejadian stunting pada balita. Penyebab langsung adalah kurangnya asupan makanan dan adanya penyakit infeksi. Faktor lainnya adalah pengetahuan ibu yang kurang, pola asuh yang salah, sanitasi dan hygiene yang buruk dan rendahnya pelayanan kesehatan (Unicef, 1990). Selain itu masyarakat belum menyadari anak pendek merupakan suatu masalah, karena anak pendek di masyarakat terlihat sebagai anak-anak dengan aktivitas yang normal, tidak seperti anak kurus yang harus segera ditanggulangi.

Demikian pula halnya gizi ibu waktu hamil, masyarakat belum menyadari pentingnya gizi selama kehamilan berkontribusi terhadap keadaan gizi bayi yang akan dilahirkannya kelak. Permasalah gizi adalah permasalahan dalam siklus kehidupan, mulai dari kehamilan, bayi, balita, remaja, sampai dengan lansia. Masalah gizi dapat terjadi pada seluruh kelompok umur, bahkan masalah gizi pada suatu kelompok umur tertentu akan mempengaruhi pada status gizi pada periode siklus kehidupan berikutnya.

Faktor determinan yang masih menjadi kendala dalam perbaikan  status gizi (stunting) balita khususnya baduta, adalah akses air bersih, jamban, pemberian ASI Eklusif dan perilaku merokok. Beberapa wilayah mengalami kesulitan dalam akses air bersih dan jamban yang mana hal tersebut selain dari segi ketersediaan jamban ataupun air bersih ada beberapa daerah yang mana hal tersebut merupakan perilaku yang sulit untuk diubah.

Remaja Putri telah mendapatkan intervensi berupa pemberian Tablet Tambah Darah baik remaja yang ada disekolah maupun di pondok Pesantren dan Posyandu Remaja. Namun, ada sebagian remaja putri yang masih belum mau mengkonsumsi TTD secara teratur meskipun telah mendapatkanya karena kurangnya motivasi diri ataupun minat remaja putrid tersebut untuk mengkinsumsi TTD tersebut.

B. Perilaku Kunci Rumah Tangga 1.000 HPK yang Masih Bermasalah 

Dinas Kesehatan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana bersama dengan Puskesmas juga telah melakukan monitoring sekaligus analisa masalah yang terjadi didesa menunjukkan Pola Asuh Balita, Pola Konsumsi Ibu Hamil dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Masyarakat masih membutuhkan Intervensi dan pembinaan pada tahun 2019 Ibu hamil Anemia dan kurang Energi Kronis telah mendapatkan PMT (Pemberian Makanan Tambahan). Dengan adanya penanganan Ibu Hamil KEK tersebut menunjukkan pendampingan dapat menekan terjadinya stunting dan BBLR dari ibu hamil Kurang Energi Kronis dan Anemia yang ada.

C. Kelompok Sasaran Beresiko

Kelompok beresiko yang perlu mendapatkan perhatian antara lain Remaja putri, Calon Pengantin Ibu Hamil, Bayi, dan Usia Bawah dua tahun (Baduta). Remaja putri perlu disiapkan untuk menjadi calon pengantin pada usia idealnya, sehingga saat hamil dapat menjadi ibu hamil yang sehat dan berperilaku sehat, sehingga bayi yang dikandungpun dapat lahir dengan selamat, sehat dan cerdas.

Bayi yang telah dilahirkan tersebut berhak untuk mendapatkan ASI ekslusif dan Pemberian Makan Bayi dan Anak yang sesuai sehingga pertumbuhan otaknya dapat optimal dan meningkatkan IPM Kecamatan Kateman dimasa depan.

Pemerintah dikecamatan Kateman sangat mengharapkan dukungan dari berbagai sector untuk menangani dan mencegah bertambahnya balita stunting di kecamatan Kateman melalui konvergensi pencegahan stunting yang akan dilaksanakansebelum musrenbangdes. Pemerintah desa diharap dapat meningkatkan kerjasama dan partisipasi aktif dalam hal ini.