Tujuh Saksi akan Diperiksa KPK Terkait Korupsi di Bengkalis

Jumat, 20 Maret 2020

BUALBUAL.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami pihak-pihak yang terlibat dalam tindak pidana korupsi dan suap proyek multiyears pembangunan Jalan Lingkar Barat Duri-Sei Pakning di Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau tahun anggaran 201-2015. Juru Bicara KPK RI Ali Fikri mengatakan, hari ini, Jumat (20/3/2020) ada tujuh orang saksi yang diperiksa terkait kasus yang menjerat orang nomor satu di Bengkalis tersebut. Enam saksi dari pihak swasta, satu saksi merupakan anggota aktif Polri. "Hari ini pemeriksaan saksi digelar di Kantor Brimob Polda Riau yang beralamat di Jalan KH Ahmad Dahlan No.106, Sukajadi, Kota Pekanbaru," kata Ali Fikri kepada Riau Pos, Jumat (20/3/2020). Mereka diperiksa untuk tiga orang tersangka yaitu Didiet Hadianto (DH), Victor Sitorus (VS) dan Suryadi Halim alias Tando (SHT). Ketujuh saksi tersebut adalah Sulyadi yang merupakan Direktur PT Surya Pratama Yudha,  Amat alias Acai sebagai Suplier PT Arta Niaga Nusantara (tahun 2015), Idrus Maarif dari swasta yang merupakan supplier pada proyek peningkatan Jalan Lingkar Bukit Batu-Siak Kecil di Kabupaten Bengkalis tahun anggaran yang sama. Berikutnya, Ramadhan merupakan anggota aktif Polri yang bertugas sebagai Babinkamtibmas Polsek Siak Kecil dan salah satu supplier pada proyek tersebut. Jonny, suplier dari swasta, Adhe Adriance dari CV Wahyu Rintiyani Abadi, terkahir Direktur PT Alas Watu Emas, Sopiyan. Sebelumnya pada Jumat (17/1) bulan lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan 10 orang tersangka secara bersamaan dalam kasus yang sama. Di mana dua di antaranya adalah pejabat proyek tersebut, sisanya dari pihak swasta. Mereka adalah Muhammad Nasir selaku pejabat pembuat komitmen dan Tirtha Adhi Kazmi selaku pejabat pelaksana teknis kegiatan. Lalu delapan orang dari swasta tersebut yaitu Handoko Setiono, Melia Boentaran, Tirtha Adhi Kazmi, I Ketut Surbawa, Petrus Edy Susanto, Didiet Hadianto, Firjan Taufa, Victor Sitorus, dan Suryadi Halim. Dalam kasus ini, KPK menaksir kerugian negara Rp2,5 triliun. Angka tersebut diduga hasil dari kecurangan empat paket proyek yang dikorupsi dari total enam paket proyek peningkatan jalan di kabupaten yang juluki dengan Negeri Junjungan itu. KPK menyebut, seluruh tersangka dianggap melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.     Sumber: riaupos.co