Yuk Mengenal Warisan Budaya Tak Benda Riau 'Gambus Selodang' Siak

Kamis, 09 Februari 2023

Gambus Selodang Sumber : Kemdikbud RI

BUALBUAL.com - Gambus selodang Siak menjadi salah satu Warisan Budaya Tak Benda Riau yang ditetapkan pemerintah di tahun 2020. Gambus ini merupakan jenis alat musik yang sering digunakan pada penampilan tarian pertunjukan di area Istana Siak. Gambus Selodang di Siak banyak ditemukan di daerah Sungai Apit dan merupakan salah satu pertunjukan seni tradisional yang cukup terkenal.

Mengenal Alat Musik Gambus Selodang Siak

Gambus selodang merupakan alat musik tradisional khas masyarakat Melayu di Siak, Provinsi Riau. Gambus selodang memiliki tujuh dawai. Enam dawai ditala secara berpasangan. Sementara untuk dawai ketujuh atau dawai paling atas yang bernada paling rendah merupakan dawai tunggal. Keunikan yang paling nampak dari jenis gambus ini adalah tidak memiliki fret (ruas nada) seperti halnya pada gitar. Penetapan nadanya didasarkan rasa pitch para pemainnya.

Gambus selodang dibuat melalui proses pahatan dan tarahan yang dilakukan oleh pembuat atau pengrajin gambus. Seorang pengrajin gambus yang cukup terkenal di daerah Sungai Apit bernama Tengku Firdaus. Gambus yang dibuat oleh Tengku Firdaus ini sudah banyak diekspor keluar negeri. Keunikan gambus selodang ini terlihat dari ornamen fisik dan penalaannya. Ukurannya lebih panjang dan resonatornya terlihat lebih tebal.

Gambus selodang ini dibuat menggunakan bahan baku pohon nangka dan kayu leban dan dilapisi kulit kambing. Ornamen fisik pada bagian kepala gambus selodang ini memiliki bentuk seperti kuda laut, kepala naga, dan burung serindit. Sedangkan pemutar dawai di bagian kepala gambus selodang dibentuk seperi buah nipah atau belimbing. Pada bagian ekor gambus juga terlihat unik dan berbeda. Di bagian ini dibuat semacam lekukan. Secara umum, gambus selodang ini terlihat lebih tebal dan lebar bila dibandingkan dengan jenis gambus Melayu lainnya.

Bagian-bagian gambus selodang ini terdiri dari :

  • Cedak (penyangga senar)
  • Perut (bagian bawah yang menggembung)
  • Kulit (bagian atas yang datar dilapisi kulit kambing)
  • Lubang Bunyi (bagian atas yang datar untuk lubang resonansi)
  • Leher (bagian menekan dawai tanpa fret)
  • Telinga (bagian penyetel ketegangan dawai)
     

Penampilan Hiburan Gambus Selodang Siak

Bagi masyarakat Siak di beberapa daerah tertentu seperti Sungai Apit misalnya, pertunjukan seni gambus Selodang ini merupakan hiburan tradisional yang sangat familiar menjadi acara-acara pertunjukan masyarakat seperti acara pernikahan, syukuran, penyambutan tamu, aqiqah dan sebagainya.

Pemain alat musik gambus selodang ini biasanya memetik (memeting) dawai menggunakan tangan kanan, sementara jari tangan kirinya dipakai untuk menekan bagian dawai sesuai nada yang diinginkan di bagian leher (neck) gambus.

Posisi tangan kanan memegang bagian pemeting. Selain memeting, seorang pemain gambus selodang biasanya juga akan bernyanyi diiringi oleh beberapa penabuh gendang kecil. Gendang kecil tersebut dikenal dengan istilah marwas. Biasanya dalam satu penampilan gambus selodang ini diiringi paling sedikit tiga orang pemain marwas.

Tradisi alat musik gambus ini identik dengan tradisi dan budaya Melayu Islam yang menjadi budaya kehidupan masyarakat setempat. Siak sebagai negeri istana dikenal dengan budaya religiutas yang dicerminkan dalam beragam seni pertunjukan yang mengikutinya.

Tradisi gambus sendiri yang masuk ke Indonesia termasuk di Riau merupakan budaya dan seni yang dibawa oleh para pedagang Timur Tengah. Bagi masyarakat Riau khususnya yang ada di Siak, gambus memiliki manfaat yang lebih spesial yakni dijadikan sebagai alat musik yang mengiringi tarian Melayu zapin.

Gambus selodang Siak misalnya digunakan sebagai alat musik pengiring tarian zapin Siak yang sering ditampilkan di Istana Siak. Dahulunya tarian dan kombinasi alat musik ini dimainkan hanya di rumah-rumah tokoh dan orang terkemuka, tetapi kemudian berkembang lebih pesat lagi hingga menjadi hiburan di acara-acara sosial.

Gambus ini diberi nama selodang karena bagian punggungnya yang berfungsi sebagai resonator tersebut menyerupai bentuk selodang atau seludang, yakni pembungkus mayang dari kelapa atau pinang. Bila dibandingkan dengan gambus ‘ud atau gambus Oud, ukuran gambus selodang ini masih terbilang lebih kecil dengan bentuk perut tidak sebesar gambus ‘ud.

Gambus Selodang Sebagai Warisan Budaya Tak Benda Riau Tahun 2020

Ditetapkannya gambus selodang sebagai Warisan Budaya Tak Benda pada sidang tim ahli Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada 9 Oktober 2020 menjadikan warisan budaya asal Siak ini perlu menjadi prioritas pengembangan budaya lokal yang dapat meningkatkan nilai konservasi dan wisata baik bagi Siak secara khusus maupun Riau pada umumnya.

Gambus selodang ini ditetapkan sebagai WBTB Riau 2020 bersama dengan 9 warisan budaya lainnya yang berasal dari berbagai kabupaten kota. Keunikan gambus selodang dengan kondisi yang sangat perlu segera dilindungi dan dikembangkan membuat warisan budaya ini terpilih menjadi salah satu WBTB yang ditetapkan. Selain itu, potensi sosial ekonominya juga sangat kuat bagi kehidupan masyarakat sekitar.

Seperti diketahui seni gambus ini bukan hanya dikenal di daerah Siak saja, tetapi juga telah sampai ke mancanegara.

Setelah ditetapkannya gambus selodang sebagai WBTB 2020 maka ada beberapa hal yang bisa dilakukan:

  • Perlu meningkatkan intensitas pertunjukan seni gambus selodang di kegiatan-kegiatan besar pemerintah maupun masyarakat agar orang semakin banyak yang tahu terutama para wisatawan yang datang ke Siak.
  • Diperlukan pelatihan lebih intensif bagi pelaku budaya tersebut, termasuk mencari generasi muda selanjutnya yang bisa tunak ikut serta mengembangkan budaya yang sudah banyak ditinggalkan generasi muda tersebut.
  • Memadukan pertunjukan budaya gambus selodang dengan konsep hiburan modern yang lebih disukai generasi muda sebagai cara memperkenalkan tradisi tersebut ke generasi saat ini.

Sudah banyak warisan budaya tak benda Riau yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai WBTB tingkat nasional. Budaya-budaya tersebut semestinya memberikan pengaruh terhadap perkembangan wisata terutama bagi daerah-daerah yang memilikinya. Bila pemerintah secara nasional telah mengakui keunggulan budaya tersebut, maka tugas pemerintah daerah memperkenalkan budaya tersebut ke masyarakat Riau sendiri sehingga orang lebih tau, bangga dan ikut terlibat mengembangkan tradisi dan warisan budaya yang ada.