PILIHAN
Mengenal Abdul Karim Oey, Tokoh Muslim Tionghoa Sahabat Bung Karno
Bualbual.com, "Di samping Muslim yang taat, dia pun dipupuk, diasuh dan menjadi seorang nasionalis Indonesia sejati," begitu Buya Hamka menggambarkan teman dekatnya, Abdul Karim Oey.
Dari namanya, sudah bisa diterka, Abdul Karim Oey atau Oey Tjeng Hien merupakan seorang beretnis Tionghoa. Dia bukan sembarang orang, perannya dalam pergerakan bangsa cukup besar. Tak hanya itu, Karim Oey juga punya jasa besar dalam perkembangan ajaran Islam di Indonesia.
Oey yang orangtuanya asli negeri Tiongkok ini lahir di keluarga yang cukup berada. Oey muda dulu berusaha menemukan jati dirinya lewat agama.
Setelah melewati perjalanan yang panjang, akhirnya Abdul Karim Oey memutuskan memeluk Islam. Saat itu di tahun 1930-an, sesuatu yang jarang terjadi seorang Tionghoa memeluk Islam.
Keputusan ini membuat dia dijauhi oleh komunitas Tionghoa. Sebaliknya suku Melayu menerima Oey dengan tangan terbuka. Sejak saat itu, Oey dekat dengan orang-orang Melayu.
"Ananda adalah orang yang mampu, orang keturunan baik-baik mengapa mau masuk suku Melayu, pakaian jorok dan serba buruk itu," kata ayah Oey seperti yang dikutip dari buku Tokoh Tionghoa dan Identitas Indonesiayang ditulis Leo Suryadinata dan diterbitkan Komunitas Bambu tahun 2010.
Tetapi Oey tetap pada pendiriannya. Bahkan pada akhirnya, Oey yang membuat ayahnya masuk Islam juga. Pendiriannya terhadap agama ini dia wujudkan juga dengan mendirikan cabang Muhammadiyah. Dari sini, dia memulai aktivitas dakwah dan perdagangannya.
Di Bengkulu, Abdul Karim Oey dekat dengan para tokoh, termasuk ayah dari istri Presiden Sukarno, Fatmawati, Hasan Din. Saat pemilihan konsul Muhammadiyah, Bung Karno yang saat itu dibuang ke Bengkulu, memilih Oey untuk menduduki jabatan Ketua Cabang Muhammadiyah Bengkulu.
Dengan Bung Karno, Oey sudah seperti sahabat. Dia kerap berdiskusi mengenai masalah keislaman, atau soal kebangsaan. Bahkan Soekarno tak segan meminta bantuan Oey dalam segala urusan.
Bukan hanya dengan Soekarno, Oey juga dekat dengan Buya Hamka. Ketiganya bersahabat cukup lama.
Di era Orde lama, Oey memutuskan masuk ke Partai Masyumi, tetapi tak lama partai ini bubar. Oey mendirikan Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) pada 1963. Organisasi bentukan Oey ini berkembang pesat di penjuru Tanah Air. Dalam organisasi ini orang-orang Tionghoa totok dirangkul dan diberi pengetahuan.
Oey juga berjuang agar Al-Quran dan majalah Islam diterjemahkan ke dalam bahasa Tionghoa. Pengaruh PITI pun meluas hingga PITI bukan hanya milik orang Tionghoa tetapi juga warga pribumi.
Memasuki era Soeharto, organisasi ini dipermasalahkan akibat pemakaian kata 'Tionghoa'. Di tahun 1972, atas perintah Jaksa Agung PITI dibubarkan. Oey tak kehabisan akal, dia mengubah nama PITI dengan nama berbeda, namun singkatan sama, yaitu PITI (Pembina Iman Tauhid Islam).
Oey terus aktif dalam organisasi keislaman. Dia wafat 13 Oktober 1988 dalam usia 83 tahun.
Sumber: Merdeka.com
Berita Lainnya
Puncak Peringatan HUT Damkar Ke-100 dan Satpol PP Ke-69, Bupati Inhil Berpesan Junjung Tinggi Pancasila
Langsung Keluarkan Belati 'Pedagang Es Ajak Guru Keluar Sekolah'
Cristiano Ronaldo Angkat Bicara Soal Masa Depannya di Real Madrid
Bulan Ramadan, Gepeng di Kota Pekanbaru Semakin Banyak
Empat Pelamar Daftar Seleksi Terbuka 24 Jabatan Eselon II Pemprov Riau
Apa Pasal, KPUD Inhil Tetapkan Pemilu Tahun 2019 Menjadi 7 Dapil Ini Penyebabnya
Masyarakat Federasi Kepri Bersatu (FKB) Desak Gubernur Kepri: Segera Isi Kekosongan Wagub
Resmi Prodi PBI dan Administrasi Perpajakan UIN Suska Riau Raih Akreditasi A
SMK Labor Kota Pekanbaru Raih Juara I Lomba Perpustakaan Tingkat Nasional
Jaringan Bermasalah Membuat Antrian Panjang Pembayaran Pajak Kenderaan di Samsat Kota Tembilahan
Resmi Workshop Kurikulum Berbasis SN-DIKTI dan KKNI di Buka PLT Rektor Unisi
Kemenpan: 250 Ribu Lowongan CPNS Dibuka Maret 2019